Indonesia tengah berada di jalur percepatan transisi energi menuju masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan. Sebagai negara kepulauan dengan potensi air melimpah, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) menjadi salah satu “tulang punggung” dalam strategi pemanfaatan energi terbarukan. Sejumlah proyek PLTA pun telah dan sedang dikembangkan untuk mendukung ketahanan energi nasional, serta mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. 

Pemerintah melalui berbagai kebijakan dan kerja sama dengan pihak swasta dalam negeri dan internasional terus mendorong pembangunan PLTA sebagai bagian dari upaya mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23% (dua puluh tiga persen) pada tahun 2025. Dukungan regulasi dan investasi menjadi kunci dalam merealisasikan proyek-proyek ini, yang tidak hanya berkontribusi pada penyediaan listrik, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan.

Proyek Strategis PLTA di Indonesia

PLTA merupakan pemanfaatan energi kinetik dari aliran air untuk memutar turbin yang kemudian akan menggerakkan generator guna menghasilkan listrik. Teknologi ini merupakan salah satu bentuk energi terbarukan yang paling efisien dan dapat berkelanjutan karena memanfaatkan siklus hidrologi alami tanpa menghasilkan emisi karbon langsung. Belum lama ini, Presiden Prabowo serentak meresmikan sebanyak 26 proyek pembangkit listrik yang tersebar di 18 provinsi, dengan 3 di antaranya adalah PLTA.

  • PLTA Jatigede

PLTA Jatigede, yang berlokasi di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, merupakan salah satu proyek strategis nasional dengan kapasitas 2×55 MW. Memanfaatkan aliran air dari Bendungan Jatigede yang merupakan waduk terbesar kedua di Indonesia, PLTA ini diresmikan pada Januari 2025 yang telah dibangun sejak tahun 2007 hingga 2017. Dengan kapasitas tersebut, PLTA Jatigede mampu mengurangi emisi karbon hingga 415.800 ton per tahun, sekaligus mendukung pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia.

  • PLTA Asahan

Di tahun 2025, ada 2 PLTA yang diresmikan di Sumatera Utara, yakni PLTA Asahan 3 #1 dan PLTA Asahan 3 #2. Terletak di Kabupaten Asahan dan Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, PLTA Asahan III memiliki kapasitas terpasang sebesar 2×87 MW. Pembangunan proyek ini dimulai pada akhir Januari 2011 dan diharapkan dapat meningkatkan bauran energi pembangkit EBT sebesar 3,3%. PLTA Asahan III diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2024, mendukung transisi energi di wilayah Sumatera.

  • PLTA Mentarang Induk

PLTA Mentarang Induk, berlokasi di Sungai Mentarang, sekitar 35 kilometer dari hulu Kota Malinau, Kalimantan Utara, dirancang untuk memiliki kapasitas 1.375 MW. Proyek ini akan membendung dua sungai, Mentarang dan Tubu, dan diharapkan dapat menyuplai listrik ke Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIPI) di Tanah Kuning serta Ibu Kota Nusantara (IKN) di Sepaku, Kalimantan Timur. Dengan nilai investasi sekitar Rp40 triliun, PLTA Mentarang Induk merupakan bagian dari upaya transformasi Indonesia menuju ekonomi hijau. PLTA ini ditargetkan mulai beroperasi pada 2030 mendatang. 

Kerja Sama Internasional dan Dukungan Investasi

Pemerintah Indonesia aktif menjalin kerja sama internasional untuk mendukung pembangunan PLTA. Salah satu contohnya adalah kesepakatan dengan Jepang untuk mendorong pembangunan PLTA Kayan di Kalimantan Utara. Proyek ini merupakan investasi strategis dalam kerangka Asia Zero Emission Community (AZEC) dan bertujuan mendukung transisi energi Indonesia dari fosil ke energi hijau.

Kesepakatan ini dituangkan dalam Letter of Intent (LoI) yang ditandatangani oleh pemerintah kedua negara. PLTA Kayan, dengan kapasitas 9.000 MW, akan menjadi PLTA terbesar di Asia Tenggara dan berkontribusi pada target net zero emission Indonesia pada tahun 2060. Total investasi untuk pembangunan PLTA ini mencapai USD 17,8 miliar.

Investasi dari Jepang tidak hanya mendukung pembangunan infrastruktur, tetapi juga memperkuat kebijakan transisi energi yang inklusif dan berkelanjutan. Indonesia memiliki potensi besar dalam pemanfaatan sumber daya alam sebagai energi terbarukan, terutama dari sektor hidro, surya, dan biomassa. Kerja sama internasional dan dukungan investasi yang terus berkembang menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya berperan sebagai penyedia sumber daya, tetapi juga sebagai pemimpin dalam transisi energi bersih di kawasan Asia. 

Manfaat PLTA dan Kebijakan Pendukung Pengembangannya di Indonesia

PLTA memegang peran strategis dalam mewujudkan ketahanan energi dan transisi menuju sistem energi yang berkelanjutan di Indonesia. Dengan karakteristik geografis yang kaya akan sumber daya air, tentu saja beriringan dengan potensi hidroelektrik yang sangat besar, yakni mencapai 75.000 MW, yang mana baru sebagian kecil saja yang telah termanfaatkan. PLTA mampu mendukung ketersediaan pasokan listrik bagi masyarakat, khususnya masyarakat daerah yang membutuhkan konsumsi listrik yang tinggi dan belum secara keseluruhan terjamah listrik dari Pemerintah Pusat. 

Seperti kehadiran PLTA Asahan 3 yang mampu menyeimbangkan kebutuhan listrik masyarakat di Sumatera Utara. Dilansir dari laman Kementerian ESDM, kehadiran PLTA Asahan 3 memiliki peran penting, di antaranya:

  1. Dengan pertumbuhan ekonomi dan konsumsi listrik yang cukup tinggi di Sumatera Utara, PLN menilai bahwa PLTA Asahan 3 akan menjadi solusi utama dalam mengatasi permasalahan kelistrikan di wilayah tersebut. Keberadaan pembangkit ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat di masa depan.
  2. Saat ini sistem kelistrikan di Sumatera Bagian Utara mengandalkan pembangkit yang telah beroperasi, dengan kapasitas daya rata-rata sebesar 1.517 MW. Namun, dengan beban puncak mencapai 1.365 MW, cadangan daya yang tersedia sangat terbatas. Jika salah satu pembangkit utama harus menjalani pemeliharaan, potensi pemadaman menjadi sulit dilindari. Oleh karenanya, diperlukan langkah strategis untuk meningkatkan cadangan daya dengan membangun pembangkit listrik tambahan.
  3. PLTA Asahan 3 berperan besar dalam upaya efisiensi operasional PLN dengan menurunkan biaya pokok produksi listrik di wilayah tersebut. Hal ini dikarenakan pembangkit tenaga air mampu menghasilkan listrik dengan biaya produksi yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis pembangkit lainnya. 

Melihat potensi ini, pemerintah memiliki peran krusial dalam menciptakan payung hukum yang jelas dan mendukung pengembangan PLTA. Regulasi yang tepat bukan hanya memberikan kepastian bagi investor, tetapi juga memastikan bahwa pemanfaatan sumber daya air yang dilakukan secara berkelanjutan dan sesuai dengan prinsip lingkungan. Saat ini, Indonesia telah menerapkan beberapa kebijakan penting yang berkontribusi pada perkembangan PLTA, seperti:

1. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2024 tentang Penggunaan Produk  Dalam Negeri Untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan (“Permen ESDM 11/2024”). 

Peraturan ini mengedepankan penggunaan produk dalam negeri dalam proyek ketenagalistrikan, mendorong industri lokal untuk berpartisipasi dalam pembangunan PLTA. Diatur dalam Pasal 3 ayat (1) bahwa:

“Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 untuk kepentingan umum, wajib menggunakan Barang dan Jasa Produk Dalam Negeri.”

2. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik (“Perpres 112/2022”).

Untuk meningkatkan investasi dan mempercepat pencapaian target bauran energi terbarukan dalam bauran energi nasional sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional serta penurunan emisi gas rumah kaca, perlu pengaturan percepatan pengembangan pembangkit listrik dari sumber energi terbarukan. Perpres ini mengatur percepatan pengembangan energi terbarukan, termasuk PLTA, dengan insentif dan skema tarif yang lebih kompetitif. 

Aturan dalam Perpres 112/2022 tidak hanya mengatur percepatan pengembangan energi terbarukan, tetapi juga mencakup ketentuan terkait pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) dari pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, salah satunya PLTA. Aturan pembelian tenaga listrik bertujuan untuk menciptakan mekanisme yang transparan, efisien, dan berkelanjutan dalam penyediaan energi bagi masyarakat. Beberapa tujuan utama dari regulasi ini antara lain:

  • Meningkatkan Investasi di Sektor Energi Terbarukan

Dengan adanya kepastian hukum dalam perjanjian jual beli tenaga listrik, investor lebih terdorong untuk berinvestasi dalam pembangkit listrik berbasis energi terbarukan.

  • Menjamin Keamanan Pasokan Listrik 

Regulasi ini memastikan bahwa pembelian tenaga listrik dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan nasional dan stabilitas sistem kelistrikan.

  • Mendorong Efisiensi Biaya Produksi

Dengan skema harga yang kompetitif, aturan ini membantu PLN dan penyedia listrik lainnya dalam menekan biaya produksi dan meningkatkan efisiensi operasional.

  • Mendukung Transisi Energi Bersih

Kebijakan ini berperan dalam mempercepat penggunaan energi terbarukan, seperti tenaga air, surya, dan biomassa, guna mengurangi ketergantungan pada energi fosil.

Pengembangan PLTA di Indonesia terus mengalami kemajuan dengan adanya proyek strategis, kerja sama internasional, dan kebijakan pendukung. Dengan investasi yang semakin meningkat dan regulasi yang semakin kuat, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk mencapai target energi bersih dan keberlanjutan. Ke depan, sinergi antara pemerintah, investor, dan masyarakat akan menjadi kunci dalam mewujudkan sistem energi yang lebih hijau dan efisien.***

 

Daftar Hukum:

Referensi: