Dalam  pelaksanaan putusan arbitrase, peran pengadilan sangat penting untuk memberikan rasa keadilan. Morgan Situmorang dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, dalam jurnal hukum menuliskan, pengadilan diberikan wewenang oleh negara untuk memeriksa perkara dan mengengkesekusi putusannya, agar keadilan dapat dirasakan oleh para pihak.

Salah satunya adalah wewenang melakukan eksekusi terhadap putusan arbitrase baik nasional maupun internasional seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Agar  putusan arbitrase dapat dieksekusi oleh pengadilan dibutuhkan syarat-syarat tertentu sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Putusan arbitrase nasional dijatuhkan oleh lembaga arbitase atau perorangan di wilayah hukum berdasarkan hukum Indonesia. Tindakan eksekusi atau pelaksanaan putusan arbitrase adalah tindakan hukum yang dilakukan secara paksa terhadap pihak yang kalah dalam penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase.

Biasanya, tindakan eksekusi terjadi apabila dalam sengketa pihak tergugat atau termohon yang menjadi pihak yang kalah tidak bersedia melaksanakan putusan, sehingga kedudukannya menjadi pihak tereksekusi. Apabila pihak penggugat atau pemohon menjadi pihak yang kalah dalam sengketa tersebut, maka tidak akan ada tindakan eksekusi karena keadaan tetap seperti sediakala sebelum ada gugatan. Kecuali jika tergugat atau termohon mengajukan gugatan balik rekonvensi.

Pihak pemohon yang menuntut melalui arbitrase agar termohon dihukum membayar ganti rugi /  melakukan sesuatu / menyerahkan sejumlah uang. Putusan yang dapat dieksekusi adalah putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap, karena telah terkandung wujud hubungan hukum yang tetap dan pasti di antara pihak-pihak yang berperkara.

Putusan pengadilan harus ditaati dan dilaksanakan oleh pihak yang dihukum (tergugat/ termohon) untuk melakukan sesuatu, membayar sejumlah uang atau menyerahkan barang yang dituntut. Tuntutan yang demikian itulah yang selalu diminta dan kemudian dikabulkan, sehingga amar putusan yang dikabulkan itulah yang dimintakan untuk dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang kalah, dan apabila tidak dilaksanakan maka akan dilakukan secara paksa oleh pejabat yang berwenang melakukan eksekusi dengan bantuan panitera pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi domisili pemohon.

Pendaftaran putusan arbitrase diatur dalam Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Dalam pendaftaran tersebut panitera bersama-sama dengan arbiter atau kuasanya membuat dan menandatangani akta pendaftaran putusan arbitrase.