Padatnya penduduk khususnya di kota besar menjadi penyebab semakin berkurangnya lahan untuk membangun rumah tinggal. Kerap masyarakat yang tinggal di perkotaan tak lagi membeli atau membangun rumah tapak karena harga terlalu tinggi akibat terbatasnya ketersedian lahan. Sebagai solusi, penduduk lebih memilih tinggal di apartemen atau rumah susun.

Adanya peluang ini dimanfaatkan oleh pelaku pembangunan untuk membangun rumah susun di sejumlah kota besar di tanah air. Pembangunan rumah susun diatur melalui Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Rumah Susun yang mencabut PP Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.

Rumah susun merupakan suatu bangunan bertingkat yang di dalamnya terdapat bagian-bagian dan satuan-satuan secara horizontal dan vertikal yang secara fungsional dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah. Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 PP No 13 Tahun 2021 tentang Rumah Susun, setiap rumah susun memiliki sejumlah elemen berupa Tanah Bersama, Bagian Bersama, dan Benda Bersama.

Tanah bersama pada pokoknya merupakan tanah milik atau tanah negara yang di atasnya dibangun bangunan rumah susun. Bagian bersama dan benda bersama merupakan bagian yang bisa digunakan secara bersama-sama oleh para pemilik atau penghuni rumah susun.

Bagian ini hanya dibedakan berdasarkan letak dari kesatuan fungsi masing-masing. Contoh bagian bersama adalah elevator dan eskalator yang berada di bagian dalam gedung rumah susun, sedangkan contoh benda bersama adalah kolam renang, taman, pohon yang berada di luar gedung rumah susun tetapi masih dalam satu kawasan.

Pasal 100 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2021 tentang Rumah Susun menyatakan bahwa tanah bersama, bagian bersama dan benda bersama merupakan salah satu objek yang harus diserahkan pengelolaannya kepada Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (PPPSRS) ketika batas waktunya terpenuhi.

Peralihan itu mengakibatkan PPPSRS yang merupakan representasi pemilik dan penghuni rusun memiliki kewenangan atas penggunaan tanah, bagian dan benda bersama. Apabila dalam pengelolaannya berdampak keuntungan atau kerugian, maka hal ini menjadi beban para pemilik dan penghuni yang tergabung dalam PPPSRS. Perhimpunan ini harus berbadan hukum dan diakui oleh Negara.

Namun terdapat kerancuan terkait apakah terdapat perbedaan atau persamaan antara bagian dan benda bersama dengan istilah prasarana, sarana dan utilitas umum sebagaimana disebut dalam Pasal 32 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2021 tentang Rumah Susun yang berbunyi;

“Pelaku Pembangunan wajib melengkapi lingkungan Rumah Susun dengan prasarana, sarana dan utilitas umum”.

Selanjutnya dalam Pasal 33 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2021 tentang Rumah Susun menyebutkan bahwa pelaku pembangunan harus menyediakan jaringan jalan, saluran pembuangan air limbah, drainase, sarana perniagaan, kesehatan, ibadah, pendidikan, ruang terbuka hijau, parkir, jaringan listrik, air, telepon, pemadam, dan jasa umum.

Berdasarkan uraian pasal-pasal di atas, sudah sepatutnya prasarana, sarana dan utilitas umum yang merupakan kesatuan fungsi perwujudan dari bagian dan benda bersama diserahkan kepengelolaannya dari pelaku pembangunan kepada PPPSRS.

Namun kenyataannya hal-hal terkait prasarasna, sarana dan utilitas umum kerap menimbulkan potensi permasalahan antara pelaku pembangunan dengan PPPSRS, mengingat bahwa sebagian besar rumah susuan yang ada saat ini dibangun pada era pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.

Sebenarnya peraturan tersebut tidak jauh berbeda dengan peraturan yang ada sekarang ini. Namun, pihak pelaku pembangunan mendaftarkan prasarana, sarana dan utilitas umum itu sebagai Unit Satuan Rumah Susun yang dimiliki oleh pelaku pembangunan. Hal inilah penyebab pengelolaannya tidak dapat diserahkan kepada PPPSRS.

Padahal hal itu akan berdampak kerugian bagi para pemilik dan penghuni rumah susun jika sewaktu-waktu prasarana, sarana dan utilitas umum ditutup atau dialihfungsikan atau disita oleh negara. Akibatnya, rumah susun tidak lagi memiliki sarana umum seperti lahan parkir yang sudah disita atau telah beralih fungsinya.

Agar persoalan ini tidak mengemuka dan untuk menjamin kepastian hukum, sudah semestinya pemerintah pusat atau daerah menerbitkan sebuah peraturan yang mengatur secara pasti mengenai hal-hal tersebut. Selain itu pihak PPPSRS harus lebih jeli pada saat menerima limpahan wewenang dari pelaku pembangunan khususnya terkait dengan pengelolaan bagian bersama dan benda bersama.

 

Author / Contributor:

 Rekyono Dihatmojo, S.H.

Senior Associate

Contact:

Mail       : rekyono@siplawfirm.id

Phone    : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975