Adopsi anak (pengangkatan anak) memiliki tujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun peraturan menyangkut pengangkatan anak di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak  dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak (PP 54/2007), Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak (Permensos 110/2009), dan Peraturan Direktur Jenderan Rehabilitasi Sosial Nomor 02 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Prosedur Pengangkatan Anak.

Berdasarkan Pasal 1 angka 3 PP 54/2007, Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan. Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.

Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat. Apabila asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.

Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal-usulnya dan orang tua kandungnya. Pemberitahuan asal-usul dan orang tua kandungnya dengan memperhatikan kesiapan anak.

Pengangkatan anak terdiri atas pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia dan pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing. Pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

Terdapat dua jenis pengakatan anak. Pertama, pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat, yaitu pengangkatan anak yang dilakukan dalam satu komunitas yang nyatanyata masih melakukan adat dan kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat. Kedua, pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mencakup pengangkatan anak secara langsung dan pengangkatan anak melalui lembaga pengasuhan anak.

Pasal 12 PP 54/2007 menyebutkan syarat anak yang akan diangkat, meliputi:

  1. belum berusia 18 (delapan belas) tahun
  2. merupakan anak terlantar atau ditelantarkan
  3. berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak dan
  4. memerlukan perlindungan khusus.

Usia anak angkat sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) huruf a PP 54/2007 meliputi:

  1. anak belum berusia 6 (enam) tahun, merupakan prioritas utama;
  2. anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (dua belas) tahun, sepanjang ada alasan mendesak; dan
  3. anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18 (delapan belas) tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus.

Calon orang tua angkat harus memenuhi syarat-syarat (Pasal 13 PP 54/2007):

  1. sehat jasmani dan rohani;
  2. berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;
  3. beragama sama dengan agama calon anak angkat;
  4. berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;
  5. berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun;
  6. tidak merupakan pasangan sejenis;
  7. tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;
  8. dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;
  9. memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;
  10. membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
  11. adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;
  12. telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan
  13. memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.

Berkaitan dengan hak waris, KUH Perdata tidak mengatur secara khusus hak waris anak angkat. Namun anak angkat  berhak mendapatkan bagian melalui hibah wasiat. Mengenai hibah wasiat ini tertulis dalam Pasal 875 KUH Perdata yang berisi “Adapun yang dinamakan surat wasiat atau testamen ialah suatu akta yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali lagi.” Dengan demikian, orang tua angkat bisa membuat wasiat yang memberikan bagian kepada anak angkat, tetapi pernyataan itu harus memperhatikan hak mutlak ahli waris.

Baca Juga: