Di era bisnis modern seperti saat ini, konsep keberlanjutan (sustainability) telah menjadi salah satu elemen utama dalam tata kelola perusahaan. Dunia saat ini tidak lagi hanya menilai korporasi dari besarnya keuntungan, tetapi juga dari sejauh mana perusahaan tersebut memperhatikan aspek Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (Environmental, Social, and Governance/ESG). Penerapan prinsip ESG di Indonesia menjadi semakin relevan mengingat adanya dorongan hukum dan regulasi yang menuntut perusahaan untuk menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan secara terukur serta transparan.
Pemerintah Indonesia melalui sejumlah regulasi telah menegaskan bahwa perusahaan, terutama yang bergerak di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam, wajib menerapkan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (Corporate Social Responsibility/CSR) sebagai bagian dari kewajiban hukum. Prinsip ESG pun menjadi kerangka yang lebih luas dalam mengintegrasikan tanggung jawab sosial dan lingkungan dengan tata kelola perusahaan yang baik, guna menciptakan keberlanjutan usaha dan keseimbangan dengan lingkungan sekitar.
Dasar Hukum Penerapan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Dasar hukum pelaksanaan CSR di Indonesia tertuang dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU 40/2007”). Pasal 74 UU tersebut menegaskan bahwa setiap perseroan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang atau yang berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Pasal 74 ayat (2) menyebutkan bahwa tanggung jawab tersebut merupakan kewajiban yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perusahaan, dengan memperhatikan asas kepatutan dan kewajaran. Selanjutnya, perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban CSR dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan pelaksanaannya kemudian diatur lebih rinci melalui Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas (“PP 47/2012”).
Dalam PP 47/2012 dijelaskan bahwa pelaksanaan CSR mencakup perencanaan, penganggaran, dan pelaporan yang wajib dimuat dalam laporan tahunan perusahaan serta dipertanggungjawabkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dengan demikian, CSR bukan hanya kegiatan sosial perusahaan, tetapi menjadi bagian penting dari strategi korporasi dan tata kelola perusahaan.
Aspek Sosial dalam Penerapan CSR
Dalam kerangka prinsip ESG, aspek sosial menuntut perusahaan untuk memberi dampak positif bagi masyarakat sekitar wilayah operasinya. Hal ini termasuk dalam kewajiban CSR sebagaimana diatur dalam Pasal 74 UU 40/2007 dan Pasal 3 hingga Pasal 7 PP 47/2012.
Program-program CSR yang efektif biasanya diarahkan pada penguatan sektor-sektor vital, seperti kesehatan dan pendidikan dasar, pemberdayaan UMKM lokal, hingga pemberian kompensasi yang adil bagi masyarakat yang terdampak kegiatan usaha. Melalui program sosial yang terencana dan berkelanjutan, perusahaan dapat menciptakan hubungan harmonis dengan komunitas lokal sekaligus mendukung pembangunan sosial ekonomi di daerah operasinya.
Baca juga: Strategi CSR Berkelanjutan untuk Pertumbuhan Perusahaan
Aspek Lingkungan dan Persetujuan Lingkungan
Selain tanggung jawab sosial, perusahaan juga wajib memperhatikan aspek lingkungan dalam operasionalnya. Dalam penerapan prinsip ESG, komponen lingkungan menuntut perusahaan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah kerusakan alam akibat aktivitas bisnis.
Salah satu bentuk implementasi aspek lingkungan adalah kewajiban untuk memperoleh Persetujuan Lingkungan, yang disesuaikan dengan tingkat risiko usaha. Persetujuan ini dapat berupa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).
Penerapan Amdal maupun UKL-UPL tentunya bergantung pada dampak yang akan diberikan dalam penerapan kegiatan usaha kepada lingkungan hidup, hal tersebut tercermin dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”) sebagai berikut:
- Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal.
- Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria:
- besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
- luas wilayah penyebaran dampak;
- intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
- banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
- sifat kumulatif dampak;
- berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
- kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Merujuk pada beberapa ketentuan di atas, pelaksanaan CSR maupun perolehan Persetujuan Lingkungan merupakan beberapa poin dalam melaksanakan prinsip ESG di perseroan, hal ini dilakukan sebagai pelaksanaan perlindungan lingkungan sekitar terhadap risiko-risiko yang mungkin timbul dan/atau diakibatkan oleh sebuah usaha/perseroan dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Oleh karenanya, pelaksanaan prinsip ESG merupakan hal yang penting untuk dilaksanakan demi pelaksanaan kegiatan usaha yang berkelanjutan bagi setiap perseroan.***
Baca juga: Kewajiban Melakukan CSR Pada Perusahaan Tambang
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”)
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU 40/2007”).
- Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas (“PP 47/2012”).
Author / Contributor:
![]() Team Lawyer | Avan Oktabrian Buchori, S.H. Junior AssociateContact: Mail : @siplawfirm.id Phone : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975 |

