Hukum waris di Indonesia terbagi menjadi tiga, Hukum Waris Perdata, Hukum Waris Islam, dan Hukum Waris Adat. Pembagian harta waris seharusnya mengacu pada aturan hukum yang berlaku karena rentan terjadinya perselisihan. Pada prinsipnya, proses pembagian sebaiknya melewati hukum yang disepakati oleh ahli warisnya.
Hukum waris perdata atau hukum waris barat seringkali menjadi acuan masyarakat umum, meskipun kerap juga digunakan warga muslim. Ada tiga unsur pewarisan dalam hukum waris perdata yakni adanya pewaris, adanya harta warisan, dan adanya ahli waris.
Dikutip dari cnbcindonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menegaskan, proses waris baru bisa dilakukan apabila terjadi kematian. Hukum waris perdata mengenal dua jalur yang bisa digunakan ahli waris untuk mendapat warisan secara adil, absentantio, yang dalam hal ini keluarga pewaris akan menjadi pihak yang berhak menerima warisan, dan yang kedua adalah testamentair atau melalui surat wasiat.
Dalam KUHPer, penerima waris diatur melalui Pasal 832 yang terbagi dalam empat golongan sebagai berikut :
- Golongan I : Keluarga yang ada dalam garis lurus ke bawah yaitu suami atau istri yang hidup lebih lama, dan anak-anak yang ditinggalkan.
- Golongan II : Keluarga yang berada dalam garis lurus ke atas, seperti orangtua dan saudara kandung.
- Golongan III : Kakek, nenek, dan leluhur.
- Golongan IV : Anggota keluarga yang berada pada garis ke samping dan keluarga lain hingga derajat keenam. Contohnya adalah paman, bibi, serta saudara kakek dan nenek.
Meski telah terbagi dalam 4 golongan pewaris tidak semerta-merta seseorang berhak mengklaim warisan dari saudaranya. Adapun golongan ahli waris ini didasarkan oleh prioritas pembagian waris. Selama golongan I masih hidup, maka golongan II tidak berhak atas harta waris, dan seterusnya.