Mengingat terus meningkatnya populasi manusia dan terbatasnya ketersediaan ruang, maka diperlukan suatu peraturan yang mengatur penataan ruang. Untuk menciptakan keteraturan pengaturan penataan ruang yang baik, Pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UUCK) yang salah satu isinya terkait dengan penataan ruang. Lalu pada bulan Februari Tahun 2021, pemerintah menerbitkan 49 peraturan pelaksana dari UUCK, salah satunya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (PP Penataan Ruang).

PP Penataan Ruang ini diharapkan mampu untuk mengintegrasikan berbagai kepentingan lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan dalam hal penyelenggaraan penataan tata ruang. Dengan penyelenggaraan yang baik selanjutnya akan dapat memperbaiki iklim investasi di Indonesia. PP Penataan Ruang berisi ketentuan-ketentuan mengenai Perencanaan Tata Ruang, Pemanfaatan Ruang, Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Pengawasan Penataan Ruang, Pembinaan Penataan Ruang, dan Kelembagaan Penataan Ruang.

 

Penyederhanaan Produk Rencana Tata Ruang (RTR)

UU Cipta Kerja dan PP Penataan Ruang melakukan penyederhanaan hierarki penataan ruang dengan menghapus RTR Kawasan Strategis Provinsi dan Kabupaten/Kota. [1] Muatan yang terdapat dalam KS diintegrasikan ke dalam RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota.[2]

 

Integrasi Tata Ruang Darat dan Laut

PP Penataan Ruang melakukan integrasi muatan teknis ruang laut menjadi satu produk rencana tata ruang. RTR Darat dan Laut yang telah terintegrasi selanjutnya ditetapkan dalam satu produk hukum berikut:

  1. Peraturan Pemerintah untuk RTRWN;[3]
  2. Peraturan Presiden bagi Kawasan Strategis Nasional (KSN);[4]
  3. Peraturan Daerah atau Peraturan Gubernur untuk RTRW Provinsi;[5]
  4. Peraturan Daerah atau Peraturan Kepala Daerah untuk RTRW Kabupaten/Kota;[6]

 

Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi/Kabupaten/Kota

Melalui PP Penataan Ruang ini menetapkan jangka waktu penyusunan dan penetapan RTRW dibatasi paling lama 18 bulan, terhitung sejak pelaksanaan penyusunan RTRW.[7] Adapun proses penyusunan hingga penetapan RTRW sebagai berikut:[8]

  1. Penyusunan RTRW oleh Menteri ATR/Pemerintah Daerah;
  2. Pengajuan rancangan peraturan daerah tentang RTRW (Ranperda RTRW);
  3. Pembahasan Ranperda RTRW di DPRD;
  4. Penyampaian Ranperda RTRW ke Menteri ATR;
  5. Pembahasan Lintas Sektor oleh pemda, DPRD dan pemangku kepentingan terkait;
  6. Penerbitan persetujuan substansi oleh Menteri ATR;
  7. Persetujuan Bersama antara kepala daerah dengan DPRD;
  8. Evaluasi rancangan peraturan daerah tentang RTRW oleh Menteri Dalam Negeri (bagi RTRW Provinsi)/Gubernur (bagi RTRW Kabupaten/Kota).
  9. Penetapan Peraturan Daerah tentang RTRW.

 

Penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten/Kota

Melalui PP Penataaan Ruang jangka waktu penyusunan dan penetapan RDTR dibatasi paling lama 12 bulan sejak pelaksanaan penyusunan RDTR.[9] Adapun tahapannya yakni:[10]

  1. Konsultasi Publik rancangan peraturan daerah tentang RDTR (Ranperda RDTR) oleh Pemkab/Pemkot Bersama masyarakat temasuk DPRD;
  2. Penyampaian Ranperda RDTR dari Bupati/Wali Kota kepada Menteri ATR;
  3. Pembahasan Lintas Sektor oleh Menteri ATR Bersama Pemprov dan Pemkab/Pemkot, DPRD, dan pemangku kepentingan terkait;
  4. Penerbitan Persetujuan Substansi oleh Menteri ATR yang dapat didelegasikan kepada Gubernur;
  5. Penetapan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentang RDTR.
  6. Jika Perkada belum ditetapkan paling lama 2 bulan sejak mendapat Persub, maka Menteri ATR menetapkan Peraturan Menteri yang wajib ditindaklanjuti oleh Bupati/Wali Kota dengan penetapan Perkada RDTR Kabupaten/Kota.

 

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR)

KKPR adalah kesesuaian antara kegiatan pemanfaatan ruang dengan RTR. KKPR diterbitkan oleh Menteri ATR. Adapun KKPR terdiri atas:[11]

  1. KKPR untuk kegiatan berusaha;

Pelaksanaan KKPR untuk kegiatan berusaha diperoleh melalui OSS. Setelah mendapatkan KKPR, pelaku usaha selanjutnya dapat mengajukan permohonan Perizinan Berusaha.[12]

  1. KKPR untuk kegiatan nonberusaha;
  2. KKPR untuk kegiatan yang bersifat strategis nasional.

Dalam masa transisi, Menteri ATR mendelegasikan kewenangan penerbitan persetujuan KKPR untuk kegiatan berusaha dan penerbitan KKPR untuk kegiatan nonberusaha secara elektronik kepada kepala daerah.

 

Sanksi dan Penyelesaian Sengketa

Dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang, sanksi administratif dapat dikenakan. Bentuk sanksi administratif yang dapat dikenakan meliputi:[13]

  1. peringatan tertulis;
  2. denda administratif;
  3. penghentian sementara kegiatan;
  4. penghentian sementara pelayanan umum;
  5. penutupan lokasi;
  6. pencabutan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;
  7. pembatalan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;
  8. pembongkaran bangunan; dan/atau
  9. pemulihan fungsi ruang.

Sanksi administratif dapat dikenakan kepada setiap orang yang tidak menaati Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang.[14] Selain itu sanksi administratif juga dapat dikenakan kepada pihak yang tidak mematuhi ketentuan pemanfaatan ruang dalam RTR, menghalangi akses terhadap Kawasan yang dinyatakan sebagai milik umum.[15] Pengenaan sanksi administratif dilakukan berdasarkan:

  1. hasil penilaian pelaksanaan ketentuan KKPR;
  2. hasil Pengawasan Penataan Ruang;
  3. hasil audit Tata Ruang; dan/atau
  4. pengaduan pelanggaran Pemanfaatan Ruang.

 

Kelembagaan Penataan Ruang

Dalam PP Penataan Ruang dikenal Forum Penataan Ruang yang merupakan wadah di tingkat pusat dan daerah yang bertugas membantu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan memberikan pertimbangan dalam penyelenggaraan penataan ruang. Forum Penataan Ruang  memiliki beberapa peran dalam penyelenggaraan penataan ruang, yakni:

  1. Merekomendasikan peninjauan kembali peraturan kepala daerah tentang RDTR.[16]
  2. Memberikan pertimbangan untuk Persetujuan KKPR untuk kegiatan berusaha dan nonberusaha.[17]

Susunan keanggotaan Forum Penataan Ruang terdiri dari;[18]

  1. Perwakilan dari kementerian/lembaga terkait penataan ruang, asosiasi profesi, asosiasi akademisi, dan tokoh masyarakat bagi Forum Penataan Ruang di pusat.
  2. Perangkat daerah, asosiasi profesi, asosiasi akademisi, dan tokoh masyarakat bagi Forum Penataan Ruang di daerah.

 

 

DISCLAIMER

Setiap informasi yang terkandung dalam Artikel ini disediakan hanya untuk tujuan informasi dan tidak boleh ditafsirkan sebagai nasihat hukum tentang masalah apa pun. Anda tidak boleh bertindak atau menahan diri dari bertindak berdasarkan konten apa pun yang termasuk dalam Update Hukum ini tanpa mencari nasihat hukum atau profesional lainnya. Dokumen ini dilindungi hak cipta. Tidak ada bagian dari dokumen ini yang dapat diungkapkan, didistribusikan, direproduksi atau dikirim dalam bentuk apa pun atau dengan cara apa pun, termasuk fotokopi dan rekaman atau disimpan dalam sistem pengambilan apa pun tanpa persetujuan tertulis sebelumnya dari Firma Hukum SIP.

 

 

 

[1] Pasal 5 ayat (2) PP 21/2021

[2] Pasal 15, 18, 21 PP 21/2021

[3] Pasal 12 ayat (2) huruf e PP 21/2021

[4] Pasal 36 ayat (2) huruf e PP 21/2021

[5] Pasal 16 ayat (2) huruf e PP 21/2021

[6] Pasal 19  ayat (2) huruf e dan Pasal 23 ayat (2) huruf e PP 21/2021

[7] Pasal 9 ayat (2) PP 21/2021

[8] Pasal 60-84 PP 21/2021

[9] Pasal 24 ayat (3) PP 21/2021

[10] Pasal 85-91 PP 21/2021

[11] Pasal 98 PP 21/2021

[12] Pasal 100 PP 21/2021

[13] Pasal 195 PP 21/2021

[14] Pasal 189 PP 21/2021

[15] Pasal 190 dan Pasal 192 PP 21/2021

[16] Pasal 93 PP 21/2021

[17] Pasal 113 dan Pasal 129 PP 21/2021

[18] Pasal 238 PP 21/2021