Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 92/PMK.03/2019 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 Tentang Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Dari Pembeli Atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah.

Aturan tersebut menyatakan bahwa, “Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Adapun barang yang tergolong sangat mewah, antara lain: pesawat terbang dan helicopter pribadi; kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya; rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter persegi); apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 150m2 (seratus lima puluh meter persegi); kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus, dan sejenisnya, dengan harga jual lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc; dan/atau kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc.

Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar:

  1. 1% (satu persen) dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) atas barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf c dan huruf d; dan
  2. 5% (lima persen) dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) atas barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf e dan huruf f.

Pajak Penghasilan yang dimaksud dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang melakukan pembelian barang yang tergolong sangat mewah.

Menanggapi kebijakan tersebut, pengamat perpajakan Bawono Kristiaji menilai bahwa Kebijakan tersebut dikeluarkan oleh pemerintah untuk relaksasi ekonomi. Tujuannya adalah untuk mendorong konsumsi di sektor properti dan otomotif.

Menurutnya, idealnya kebijakan insentif pajak ini harus dibarengi dengan kebijakan lain agar penerapannya lebih efektif. “Pastinya ada berbagai cara bukan hanya dari sisi pajak. Oleh karena itu, dorongan kepada kedua sektor tersebut melalui insentif pajak harus dikombinasikan kebijakan lain,” tambahnya.

Sumber: