Penambangan liar atau penambangan tanpa izin marak terjadi di daerah-daerah penghasil mineral dan batu bara di Indonesia. Aksi penambangan tersebut dilakukan oleh masyarakat sekitar tanpa mengantongi izin resmi.

Maraknya penambangan liar ini bukan berarti tanpa sebab. Tidak jarang pelaku menyatakan tidak mengetahui atau enggan mengurus perizinan yang diperlukan,

Salah satu contohnya dapat dilihat dalam perkara No. 42/PID.B/2015/PN.Sgm dengan terdakwa atas nama Sujira.

Dalam persidangan, Sujira mengaku  bahwa penambangan liar dilakukannya karena hampir semua orang yang melakukan kegiatan pertambangan di kampungnya tidak mengantongi izin. Sebelumnya, suami Sujira pernah mendatangi Dinas Pertambangan Kab. Gowa, Sulawesi Selatan untuk melakukan pengurusan surat ijin usaha pertambangan.  Namun Dinas Pertambangan Kabupaten Gowa tidak memberikan izin usaha pertambangan kepada pelaku tambang pasir manual seperti yang dilakukannya.

Meski demikian, Sujira tetap melangsungkan kegiatannya sehingga terbukti melanggar ketentuan Pasal 158 Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.  Sujira dijatuhi pidana penjara selama 2 bulan dan denda sebesar Rp 600 ribu.

Kebanyakan masyarakat yang tinggal di sekitar areal pertambangan menjadikan kegiatan pertambangan liar sebagai mata pencaharian utama.  Salah satunya adalah kasus yang telah diputus melalui Putusan 305/Pid.Sus/2018/PN Kbm atas nama terdakwa Darsan.

Di hadapan Majelis Hakim yang menyidangkan perkaranya, Darsan menyampaikan bahwa kegiatan penambangan batu andesit liar terpaksa dilakukannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.  Dalam kasus ini, Darsan terbukti telah melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan dijatuhi pidana penjara selama 1 bulan dan denda sebesar Rp 2 juta.

Dua kasus di atas adalah contoh dari banyaknya kasus kegiatan penambangan ilegal yang terjadi di Indonesia. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan terkait pengurusan perizinan izin usaha pertambangan atau kurangnya pemahaman masyarakat terkait persyaratan-persyaratan yang diperlukan untuk dapat melakukan usaha pertambangan, terutama dalam skala kecil.

Berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 yang telah diubah dengan Undang-Undang  No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.

Usaha pertambangan merujuk pada kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang.

Berdasarkan ketentuan Pasal 35 Undang-Undang No. 3 Tahun 2020, kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh perorangan maupun badan hukum wajib dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat melalui pemberian Nomor Induk Berusaha (NIB), sertifikat standar, dan/atau izin yang terdiri atas:

  • Izin Usaha Pertambangan (IUP);
  • Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK);
  • Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
  • Izin Pertambangan Rakyat (IPR);
  • Surat Izin Penambangan Batuan;
  • Izin penugasan;
  • Izin Pengangkutan dan Penjualan;
  • Izin Usaha Jasa Pertambangan; dan
  • Izin Usaha Pertambangan untuk Penjualan.

Kewenangan Pemerintah Pusat untuk memberikan NIB, sertifikat standar maupun izin-izin di atas dapat didelegasikan kepada Pemerintah Daerah/Provinsi sesuai dengan ketentuan  Pasal 35 ayat (4) Undang-Undang  No. 3 Tahun 2020.

Perizinan yang umumnya diberikan untuk kegiatan masyarakat umum adalah IUP dan IPR. Perbedaan mendasar antara IUP dan IPR adalah sebagai berikut:

IUPIPR
–        Diberikan kepada Badan Usaha, koperasi atau perusahaan perseorangan;

–        Terdiri dari dua tahap kegiatan yaitu Eksplorasi dan Operasi Produksi

–        Berada dalam Wilayah Usaha Pertambangan yang ditetapkan oleh pemerintah;

–        Luas Wilayah IUP:

a.     Eksplorasi mineral logam diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5.000 hektare dan paling banyak 100 ribu;

b.     Operasi Produksi mineral logam diberi WIUP dengan luas paling banyak 25 ribu hektare;

c.     Eksplorasi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas paling sedikit 500 hektare dan paling banyak 25 ribu hektare;

d.    Operasi Produksi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas paling banyak 5.000 hektare;

e.     Eksplorasi batuan diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5 hektare dan paling banyak 5.000 hektare.

f.      Operasi Produksi batuan diberi WIUP dengan luas paling banyak 1.000 hektare.

g.    Eksplorasi Batubara diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5.000 hektare dan paling banyak 50 ribu hektare.

h.    Operasi Produksi batubara diberi WIUP dengan luas paling banyak 15 ribu hektare.

 

–       Diberikan Menteri kepada orang perseorangan yang merupakan penduduk setempat atau koperasi yang anggotanya merupakan penduduk setempat

–       Diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Menteri, yang mana dalam hal ini dapat pula diajukan kepada pemerintah daerah (delegasi)

–       Luas wilayah diberikan kepada orang perseroangan paling luas 5 hektare dan koperasi paling luas 10 hektare.

 

 

Sanksi pidana yang dapat dikenakan berdasarkan ketentuan Pasal 158 Undang-Undang  No. 3 Tahun 2020 adalah pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.

Penambangan yang dilakukan masyarakat umum dengan skala kecil dan tidak berbadan hukum maupun koperasi harus memiliki IPR.  Anggota masyarakat memiliki kemampuan untuk mendirikan badan usaha dan melakukan kegiatan penambangan dengan skala lebih besar harus memiliki IUP.

Izin terkait kegiatan penambangan ini diperlukan guna mencegah ancaman pidana yang dapat dikenakan kepada masyarakat yang hendak melakukan kegiatan penambangan tanpa izin yang berlaku dan diatur dalam Undang-Undang  No. 3 Tahun 2020.

Masyarakat sudah seyogyanya taat kepada peraturan-peraturan yang berlaku apabila hendak melakukan usaha di bidang pertambangan. Di sisi lain, pemerintah seharusnya mempermudah pemberian izin-izin tersebut dan memberikan sosialisasi dan pengarahan yang tepat kepada masyarakat yang hendak mengurus perizinan usaha pertambangannya.

Author / Contributor:

Made Reza,  S.H., M.Kn.

Associate

Contact:

Mail       : reza@siplawfirm.id

Phone    : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975