Indonesia tengah menghadapi tantangan besar, sekaligus peluang emas dalam upaya transisi energi menuju sistem yang lebih bersih, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Kebijakan energi terbarukan bukan hanya sekadar ‘instrumen’ untuk mengurangi emisi karbon dan ketergantungan pada energi fosil, tetapi juga menjadi motor penggerak industrialisasi nasional. Di samping pemanfaatannya, pengembangan industri manufaktur energi terbarukan dalam negeri kian krusial, demi menekan ketergantungan impor serta menciptakan nilai ekonomi dari transisi energi.
Dengan sumber daya energi terbarukan yang melimpah, seperti energi surya, angin, air, biomassa, dan panas bumi, Indonesia memiliki potensi strategis untuk membangun industri hijau dalam negeri yang bisa berdiri sendiri, tidak ketergantungan pada impor, dan berdaya saing global. Namun, keberhasilan kebijakan ini tentu bergantung pada kesiapan infrastruktur, sumber daya manusia, regulasi, serta sinergi antara pemerintah dan sektor swasta. Tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana memastikan bahwa kebijakan energi terbarukan tidak hanya berorientasi pada pemenuhan target bauran energi, tetapi mampu membangun industri dalam negeri.
Kebijakan Energi Terbarukan sebagai Instrumen Industrialisasi
Salah satu aspek penting dalam kebijakan energi terbarukan adalah persyaratan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebagai bagian integral dari strategi industrialisasi sektor energi bersih. Pasal 23 ayat (9) Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik (“Perpres 112/2022”) yang secara eksplisit mengamanatkan penyusunan peta jalan pengembangan industri nasional terkait energi terbarukan yang menjadi dasar bagi kementerian dan lembaga dalam menyusun kebijakan sektoral.
Dalam Pasal tersebut menyebutkan bahwa Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian memberikan dukungan berupa pemberian dukungan kepada Badan Usaha dengan memprioritaskan penggunaan produk dalam negeri melalui:
- Penciptaan kemampuan pasok yang meliputi aspek kualitas, biaya, pengiriman yang wajar dan meningkatkan pendalaman struktur industri;
- Penetapan kuota impor komponen pembangkit Energi Terbarukan, mengacu pada kemampuan penyediaan (supply) dalam negeri/kapasitas nasional;
- Verifikasi tingkat komponen dalam negeri komponen pembangkit Energi Terbarukan; dan
- Penyusunan peta jalan (roadmap) pengembangan industri pendukung ketenagalistrikan.
Ketentuan ini menempatkan kebijakan energi terbarukan dalam posisi strategis untuk merangsang tumbuhnya sektor industri pendukung di negeri. Selain itu, untuk mempercepat pembangunan infrastruktur energi terbarukan ketenagalistrikan dengan tetap mengutamakan penggunaan produk dalam negeri, perlu dilakukan pengaturan penggunaannya. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri Untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan (“Permen ESDM 11/2024”).
Dalam Pasal 1 angka 4 Permen ESDM 11/2024 dijelaskan bahwa TKDN adalah besaran kandungan dalam negeri pada barang, jasa, serta gabungan barang dan jasa. Dalam aturan ini, pengguna barang dan jasa dapat dikenai sanksi administratif apabila tidak memenuhi batas minimum nilai TKDN gabungan Barang dan Jasa yang dapat berupa:
- Peringatan tertulis;
- Penghentian sementara;
- Denda administratif; dan/atau
- Pencabutan izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.
Selain itu, Kementerian Perindustrian juga memiliki peran sentral dalam menciptakan ekosistem industri hijau, termasuk dengan menetapkan standar TKDN dan insentif fiskal bagi pelaku industri yang memproduksi komponen energi terbarukan seperti panel surya, inverter, dan baterai dalam negeri. Kemenperin pun mereformasi kebijakan TKDN agar lebih sederhana, singkat, dan murah. Reformasi ini bertujuan agar lebih banyak produk dalam negeri tersertifikasi TKDN dan dapat dibeli pemerintah, kebijakan ini pun sejalan dengan arahan Presiden untuk merelaksasi dan mengubah TKDN menjadi insentif.
Potensi Pengembangan Industri Energi Terbarukan dalam Negeri
Peluang pengembangan industri lokal di sektor energi terbarukan sangat besar. Manufaktur komponen seperti panel surya, inverter, baterai, serta turbin angin skala kecil dapat menjadi cikal bakal industri strategis nasional. Saat ini, permintaan terhadap produk-produk ini di dalam negeri terus meningkat seiring dengan program transisi energi nasional dan proyek elektrifikasi di daerah terpencil.
Dilansir dari laman Kompas.com, Institute for Essential Service Reform (IESR) berjudul Market Assessment for Indonesia’s Manufacturing Industry for Renewable Energy, dikemukakan bahwa pengembangan industri manufaktur energi terbarukan mampu menciptakan potensi ekonomi hingga 551,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp8.824 triliun pada 2060 mendatang.
Selain itu, perluasan pasar domestik menjadi pondasi penting untuk memperkuat industri dalam negeri. Pemerintah dapat mendorong proyek-proyek energi terbarukan skala menengah dan kecil yang menyerap produk lokal, serta memberikan insentif pajak atau subsidi kepada pengembang proyek yang memenuhi persentase TKDN tertentu. Jika rantai pasok industri ini berhasil dibangun secara solid, Indonesia berpotensi menjadi eksportir komponen energi terbarukan ke pasar ASEAN, yang saat ini tengah mengalami pertumbuhan permintaan energi bersih.
Pembangunan industri energi terbarukan membutuhkan sinergi lintas kementerian serta dukungan investasi yang konsisten. Selain Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian, peran Kementerian Keuangan sangat penting dalam menyediakan instrumen fiskal yang mendukung, seperti tax holiday, subsidi bunga, atau kredit berbasis kinerja emisi (results-based financing).
Kebijakan energi terbarukan bukan hanya menjadi alat transisi energi, tetapi juga tulang punggung bagi pembangunan industri dalam negeri yang tangguh dan berkelanjutan. Dengan regulasi yang mendukung, peta jalan yang jelas, serta sinergi antara pemerintah, BUMN, dan swasta, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pemimpin dalam industri energi hijau di ASEAN, bahkan skala global. Namun, semua ini hanya dapat terwujud jika diikuti dengan investasi besar dalam pendidikan, infrastruktur, dan kebijakan yang berpihak pada kemandirian industri nasional.
Daftar Hukum:
- Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik (“Perpres 112/2022”).
- Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri Untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan (“Permen ESDM 11/2024”).
Referensi:
- Optimalisasi Industri Manufaktur Energi Terbarukan Kian Krusial. Kompas.id. (Diakses pada 23 Mei 2025 pukul 13.09 WIB).
- Menperin Revisi Aturan TKDN, Bantah karena Tekanan Tarif Trump. Katadata. (Diakses pada 23 Mei 2025 pukul 13.59 WIB).
- Potensi Ekonomi Industri Manufaktur Energi Terbarukan Rp8.824 Triliun. Kompas.com. (Diakses pada 23 Mei 2025 pukul 14.22 WIB).
- Kebutuhan Energi Bersih Diprediksi Terus Meningkat di ASEAN. IDXChannel. (Diakses pada 23 Mei 2025 pukul 14.26 WIB).
- RBP Pembayaran Berbasis Kinerja. Forestdigest. (Diakses pada 23 Mei 2025 pukul 14.29 WIB).
Author / Contributor:
![]() | M. Ihsan Abdurrahman, S.H. AssociateContact:Mail : @siplawfirm.id Phone : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975 |