Kasus kekerasan pada anak merupakan isu yang tiada habisnya dan sering sekali muncul di media massa. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 2 Tahun 2022 tentang Standar Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak (“Permen PPPA 2/2022”), mendefinisikan bahwa Kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap anak yang menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman melakukan perbuatan pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. Di Indonesia, kasus kekerasan pada anak terjadi dalam berbagai bentuk, di antaranya penganiayaan, perundungan, penghinaan, kekerasan seksual, diskriminasi ataupun intoleransi.
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) menjelaskan bahwa perlindungan anak adalah kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusian, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hak anak dalam hal ini, diantaranya hak mendapat perlindungan, hak mendapat pendidikan, hak mendapat jaminan kesehatan, dan hak untuk diperlakukan sama. Walaupun Undang-Undang telah mengakomodir hal tersebut, fakta yang terjadi di lapangan kekerasan pada anak masih marak terjadi.
Kasus Kekerasan pada Anak
Data SIMFONIPPA menunjukkan, kekerasan anak memiliki pola yang sama dari tahun ke tahun. Pertama, pelaku kekerasan anak didominasi orang terdekat, dan orang tua termasuk yang tertinggi setelah pacar/teman anak. Orang tua yang menjadi pelaku kekerasan anak berturut-turut pada tahun 2021, 2022, 2023, dan 2024 adalah 20,05% (2.516 orang), 21,01% (2.771 orang), 19,47% (3.050 orang), dan 19,45% (2.389 orang). Kedua, jumlah kasus terbanyak terjadi di dalam rumah tangga. Kasus kekerasan anak yang terjadi di dalam rumah tangga berturut-turut pada tahun 2021, 2022, 2023, dan 2024 adalah 48% (6.953 kasus), 53% (8.565 kasus), 52% (9.421 kasus), dan 53% (7.644 kasus).
Baru-baru ini, KB yang merupakan anak laki-laki kelas II sekolah dasar di Indragiri Hulu, Riau diduga mengalami perundungan di sekolah dalam bentuk kekerasan fisik dan psikis hingga berujung kematian. KB yang berusia 8 tahun itu diduga dipukul oleh kakak kelasnya di sekolah sehingga sakit dan meninggal. Berdasarkan keterangan ayah korban, kekerasan tersebut terjadi lantaran korban sering mendapat diskriminasi karena perbedaan suku. Selain itu, yang tak kalah membuat prihatin, yaitu keberadaan grup fantasi sedarah yang terdapat di platform sosial media. Grup tersebut menampilkan konten menyimpang dan mengandung unsur eksploitasi seksual terhadap anak.
Langkah Hukum bagi Anak Korban Kekerasan Berdasarkan Undang-Undang
Pelaporan biasanya dilakukan oleh korban, keluarga, atau pihak ketiga yang mengetahui kejadian tersebut, seperti guru, tetangga, atau pekerja sosial. Mekanisme pelaporan dapat dilakukan melalui lembaga pemerintah, seperti Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) di kepolisian, lembaga perlindungan anak, maupun hotline layanan darurat. Berbagai kebijakan yang telah diupayakan oleh pemerintah dalam melindungi anak sebagai korban kekerasan, diantaranya dengan pembentukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang memiliki wewenang dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak yang harus diterima oleh korban dan pembentukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang memiliki tugas dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak di tiap daerah di Indonesia.
Pelaku kekerasan fisik terhadap anak diancam pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 35 tahun 2014, dalam hal tersebut Korban berhak melaporkan secara langsung kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara atau memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga kepada pihak kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara. Kemudian dalam Pasal 77 hingga Pasal 89 Undang-Undang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana maksimal 15 Tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Selain itu, dalam Pasal 71D ayat (1) setiap anak yang menjadi korban berhak mengajukan restitusi ke Pengadilan. Restitusi merupakan pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku atas kerugian secara materiil maupun immateriil yang diderita oleh korban.
Tantangan Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Anak
Dalam kasus kekerasan terhadap anak masih ditemukan tantangan dalam proses pelaksanaannya, diantaranya:
- Ketakutan pada diri korban untuk melapor
- keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang memahami terkait kekerasan pada anak;
- Keterbatasan fasilitas yang mendukung rehabilitasi korban;
- Kurangnya koordinasi antar lembaga terkait khususnya di daerah.
Kekerasan pada anak bukan hanya sekedar masalah hukum, melainkan sebuah ancaman bagi masa depan anak. Meskipun berbagai regulasi telah diterapkan dengan tujuan melindungi hak-hak anak. Namun, dalam implementasinya masih dibutuhkan penguatan dengan melakukan kolaborasi antara penegak hukum, pemerintah dan melibatkan partisipasi masyarakat yang aktif guna menyuarakan penguatan perlindungan kepada anak-anak.***
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
- Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 2 Tahun 2022 tentang Standar Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak
Referensi:
- Triyo Ambodo dan Fathur Rochim, “Evaluasi Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak”, Islamic Law: Jurnal Siyasah, 2024, hlm.76.
- Sulis dan Timothy, “Kekerasan Anak Dalam Keluarga: Catatan Serius Pembangunan Keluarga Indonesia”, Pusat Analisis Keparlemenan Bidang Keahlian DPR RI, 2024, hlm.23.
- Bentuk-bentuk Kekerasan pada Anak, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Diakses pada tanggal 05 Juni 2025 pukul 10.55)
- Komen PPPA Minta Penindakan Tegas terhadap Grup Facebook “Fantasi Sedarah”, Hukumonline (Diakses pada tanggal 05 Juni 2025 pukul 11.35)
- Apa Saja 10 Hak Anak Indonesia Menurut Peraturan Perundangan?, Detiknews (Diakses pada tanggal 05 Juni 2025 pukul 11.21)
- Langkah Hukum yang Dapat Ditempuh Anak Korban Kekerasan, Hukumonline (Diakses pada tanggal 05 Juni 2025 pukul 12.09
- Kasus Riau Potret Lemahnya Pengawasan dan Perlindungan Anak Didik, Kompas (Diakses pada tanggal 05 Juni 2025 pukul 11.05)