Disahkannya KUHP Baru memunculkan beragam polemik dan kritikan. Salah satu anggota tim perumus KUHP Baru Prof Dr Topo Santoso mengatakan, tim perumus mengakomodir semua aspirasi, usul, kritik dan melakukan berbagai penyesuaian.

“Tentu tidak semua diterima. Dalam beberapa kasus diambil jalan tengah. Penyusunan KUHP baru ini kan mengalami proses dalam beberapa kali ganti pemerintahan dan mengakomodir semua kepentingan tidak mudah dan tidak sederhana,” katanya dalam talkshow youtube Siplawfirm yang dipandu Dita Nadya Chaidir, S.H, MH, Associate SIP Law Firm pekan lalu.  

Proses perumusan KUHP Baru dimulai sejak tahun 1960 dan kemudian pembahasannya berkembang serius pada tahun 1970-an. Ada nama-nama besar – para begawan hukum Indonesia antara lain Prof JE Sahetapy, Prof Muladi dan lain sebagainya. Tim perumus KUHP juga diperkuat kalangan jaksa, hakim dan wakil dari kepolisian.

Topo menjelaskan, proses panjang perumusan KUHP baru juga digodok melalui berbagai seminar dan simposium di sejumlah kota di Indonesia.  Berbagai event dan riset juga dilakukan dalam proses revisi hingga sampai ke meja anggota dewan lalu kemudian  disetujui Januari 2023 lalu.

Pasal pidana mati,  delik asusila, dan penghinaan kepala negara adalah beberapa pasal yang sering dikritisi masyarakat. Menurutnya, tim mengakomodir semua aspirasi, usul dan kritik kemudian dilakukan penyesuaian. Namun tidak semua ditampung. “Untuk beberapa kritik kami mengambil jalan tengah yang bisa mengakomodir semua kepentingan. Tentu ini proses yang tidak mudah dan tidak sederhana,” ungkap Topo.

Dekolonisasi

KUHP Baru merupakan produk hukum yang menyesuaikan dengan kultur Indonesia dan meninggalkan pengaruh Kolonial Belanda. Seperti diketahui, KUHP adalah warisan Belanda tahun 1881 yang kemudian disalin dan diberlakukan pada tahun 1915. “KUHP disusun oleh orang Belanda, berbahasa Belanda, dan diberlakukan sesuai kondisi Indonesia saat itu. Perbedaannya di KUHP Baru ada pemidanaan,” kata Topo.

KUHP sebelumnya tidak menjelaskan tujuan dan pedoman pemidanaan, rumusan terpenuhinya tindak pidana serta pertanggungjawabannya. “Dalam KUHP paradigma baru,  tindak pidana, pemidanaan, tujuan pedoman pemidanaan dijelaskan. Apakah konsekuensinya dipenjara atau diganti pengawasan. Hukuman penjara bisa diganti kerja sosial sesuai dengan syarat dan ketentuan yang ada,” papar Topo.

Di luar soal pemidanaan, kata Topo,  banyak aspek  tindak pidana yang sudah tidak dianggap sesuai dengan kondisi saat ini lalu dihilangkan. Hal-hal terkait perkembangan teknologi informasi, ekonomi ditampung di KUHP baru.