Akhir-akhir ini, kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) makin meresahkan. Mulai dari perlakuan fisik, psikis, hingga kehilangan nyawa yang dilakukan keluarga/orang dekat bahkan di antaranya dilakukan dengan cara sadis. Berdasarkan data yang dicatat oleh Komnas Perempuan, sepanjang tahun 2023 terdapat 401.975 kasus dan 399 ribu aduan kasus KDRT. Sementara itu, berdasarkan data kepolisian terdapat 21.768 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak (PPA) yang terjadi sepanjang tahun 2023.

Menurut psikolog klinis forensik A. Kasandra Putranto, perempuan kerap menjadi korban KDRT dikarenakan beberapa faktor, di antaranya anggapan perempuan lebih lemah dibandingkan laki-laki, adanya ketergantungan terkait finansial, emosional, atau sosial, serta pengaruh dari pola asuh keluarga.

KDRT merupakan tindakan yang menimbulkan penderitaan dalam lingkup keluarga karena kekerasan fisik, psikologis, ataupun penelantaran dalam rumah tangga. Ada beberapa tindakan yang masuk dalam katagori KDRT sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU KDRT) yakni:

  1. Kekerasan fisik, yakni, segala kekerasan dalam bentuk non-verbal yang mengakibatkan luka fisik pada korban;
  2. Kekerasan psikis, yaitu kekerasan dalam bentuk verbal yang mengakibatkan hilangnya rasa percaya diri, ketakutan yang berlebih, rasa tidak berdaya, maupun penderitaan dalam bentuk psikis pada korban;
  3. Kekerasan seksual, yakni tindakan kekerasan seksual terbagi secara lebih luas jika dibandingkan dengan kekerasan fisik dan psikis, diantaranya adalah kekerasan secara verbal dan non-verbal, serta dapat dilakukan melalui perantara (online) maupun kekerasan secara langsung (offline);
  4. Penelantaran rumah tangga, ketika seorang suami/istri tidak bertanggung jawab dalam melaksanakan kewajibannya terhadap orang yang berada dalam lingkup keluarganya.

Lalu apa yang dilakukan oleh pemerintah untuk membantu korban KDRT untuk memulihkan penderitaan korban? Pemerintah telah menyiapkan sarana yang bisa digunakan untuk membantu korban KDRT sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PP KDRT).

Pasal ini menjelaskan, pemerintah memiliki beberapa fasilitas yang dapat diberikan oleh lembaga pemerintah di antaranya mencakup ruang pelayanan khusus di jajaran kepolisian, tenaga ahli dan profesional, pusat pelayanan dan rumah aman, serta sarana dan prasarana lain demi pemulihan korban. Selain itu, korban pun berhak atas pelayanan dari tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani.

Sementara itu, pemerintah juga membuat kebijakan yang mengatur KDRT untuk memberikan perlindungan secara maksimal. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Peraturan Presiden Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak.

Ada berbagai pendekatan yang bisa dilakukan untuk membantu korban KDRT terutama dari lingkungan terdekat yakni keluarga. Sebagai orang terdekat yang memiliki hubungan darah dan terikat hubungan batin dengan korban, peran keluarga sangat dibutuhkan untuk membantu meringankan beban korban KDRT. Adapun beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk membantu korban KDRT adalah memberikan rasa kehangatan, dukungan, dan kasih sayang sebagai bentuk peduli demi pemulihan mental korban KDRT.

Dukungan tetangga/rekan/sahabat sebagai orang terdekat dalam suatu lingkup masyarakat juga dibutuhkan. Mereka bisa berperan dalam memberikan rasa aman dan pertolongan darurat, membantu melaporkan kejadian ke kepolisian, serta membantu pengajuan permohonan penetapan perlindungan korban.

Kemudian yang tak kalah penting adalah peran pemerintah yang bisa dilakukan melalui implementasi pelaksanaan undang-undang dengan membuat rumusan, menjalankannya, dan mengawasi kebijakan terkait perlindungan korban KDRT. Secara khusus, pemerintah memberikan fasilitas kepada korban KDRT dengan membentuk lembaga untuk melindungi korban dan pemenuhan hak-hak korban, serta memberikan pendampingan kepada korban. Beberapa lembaga yang telah terbentuk hingga saat ini adalah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), dan Komisi Perlindungan Anak (KPAI).

Hal yang menjadi perhatian pemerintah adalah kasus KDRT dengan korban anak-anak. Untuk itu pemerintah telah membuat strategi sebagai optimalisasi dan efektivitas pemenuhan hak-hak anak dengan membentuk Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak (Stranas PKTA). Pada Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak (Perpres Stranas PKTA) disebutkan, tujuan Stranas PKTA antara lain mewujudkan lingkungan yang aman bagi anak, penegakan penghapusan kekerasan terhadap anak, dan memastikan anak mampu melindungi dirinya dari kekerasan.

Korban dari kasus KDRT tidak hanya mengalami luka fisik dan batin, bahkan harus kehilangan nyawa. Upaya pencegahan KDRT bisa dilakukan dengan sosialisasi pentingnya memiliki sikap terbuka dalam keluarga, kerjasama yang baik di antara keluarga, masyarakat dan negara dan membangun kesadaran bahwa tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan dan KDRT bukan solusi menyelesaikan masalah. 

Baca Juga: Jenis KDRT dan Ancaman Hukumannya

Sumber: