Secara umum, mekanisme penyelesaian kasus-kasus tindak pidana di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pada penanganan kasus pidana dilakukan dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu dan Integral yang dijalankan oleh empat unsur penegak hukum diantaranya Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan Lembaga Kemasyarakatan.
Selain empat unsur di atas, ada kewenangan khusus yang diberikan kepada pejabat penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) tertentu di lingkungan kementerian yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana diatur dalam perundang-undangan, salah satunya melakukan penyidikan tindak pidana paten yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten). Penyidik yang dimaksud adalah PPNS di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM (Dirjen KI) yang memiliki ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi Hak Kekayaan Intelektual.
Pejabat ini diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan atas laporan terjadinya tindak pidana di bidang paten. Di mana dalam struktur organisasi dan tata letak Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual didalamnya terdapat struktur khusus yang menangani proses penyidikan yaitu di Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa.
Dalam implementasi secara teknis menjalankan kewenangan tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. M. HH-01.H1.07.02 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Manajemen Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kekayaan Intelektual.
Pada prosesnya, penyidik ini bisa meminta keterangan dari pihak yang diduga melakukan tindak pidana paten, melakukan penggeledahan, hingga penyitaan terhadap bahan dan produk hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dibidang paten.
Wewenang khusus PPNS untuk melakukan penyidikan berdasarkan UU Paten, harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan profesional. Apabila hasil penyidikan menunjukkan adanya bukti telah terjadinya tindak pidana di bidang paten, selanjutnya perkara pidana dapat diproses pada tingkat penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Jika terbukti, tersangka atau terdakwa dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun bentuk-bentuk tindak pidana baik yang disengaja atau tanpa hak dalam bidang paten yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2016, dapat dikenakan ketentuan pidana, seperti pidana penjara atau denda.
Namun perlu diperhatikan selama melakukan proses mekanisme penyidikan tindak pidana paten berdasarkan UU 13 Tahun 2016, pejabat penyidik pegawai negeri sipil dapat meminta bantuan pejabat penyidik Kepolisian RI untuk kelancaran penyidikan dan pejabat penyidik pegawai negeri sipil memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum dengan tembusan kepada pejabat penyidik kepolisian. Hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh pejabat penyidik pegawai negeri sipil disampaikan kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik Polri. Adapun urgensi keberadaan PPNS dalam proses penyidikan tindak pidana ialah untuk memberikan bantuan yang bersifat fungsional kepada pihak kepolisian.
Bentuk-bentuk tindak pidana berupa perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak atau melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam UU Paten, perlu diterapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan efek jera terhadap pelaku perbuatan pidana dan merupakan suatu pembelajaran bagi pihak-pihak lain.