Dalam era digital yang semakin berkembang pesat, penggunaan teknologi membawa manfaat luar biasa bagi masyarakat maupun dalam dunia bisnis. Namun, di balik dampak positif tersebut, sengketa terkait teknologi semakin sering terjadi dan memerlukan mekanisme penyelesaian. Penyelesaian sengketa non-litigasi menjadi solusi yang lebih efisien dibandingkan dengan proses litigasi.

Terdapat sejumlah alternatif penyelesaian sengketa teknologi yang dapat dipilih melalui non-litigasi dan mampu menjadi jalan keluar yang lebih efisien dibandingkan dengan proses peradilan yang cenderung memakan waktu lebih lama.

Macam-macam Sengketa Teknologi

Sengketa teknologi dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan melibatkan berbagai pihak, seperti individu, perusahaan ataupun pemerintah. Sengketa teknologi mencakup berbagai jenis permasalahan yang muncul dari penggunaan atau pengembangan teknologi, beberapa di antaranya:

  • Sengketa Teknologi dalam Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

HKI memiliki peranan penting dalam melindungi inovasi teknologi, seperti perangkat lunak, algoritma, desain perangkat keras, dan berbagai elemen teknologi lainnya. Sengketa dalam HKI sering terjadi karena adanya konflik kepentingan antara pihak-pihak yang mengklaim kepemilikan, penggunaan, atau pun eksploitasi teknologi tersebut. Beberapa contoh sengketa yang sering muncul seperti:

    1. Pelanggaran paten teknologi, di mana pihak lain menggunakan teknologi yang dipatenkan tanpa izin, seperti meniru atau memproduksi produk teknologi yang serupa. Perlindungan terkait paten di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten”).
    2. Hak cipta perangkat lunak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU HC”) bahwa perangkat lunak dilindungi oleh hak cipta. Namun, batasan dan kepemilikan hak cipta perangkat lunak atau software ini sering menjadi sumber konflik, seperti adanya peniruan kode sumber (source code) atau menciptakan perangkat lunak serupa dengan fitur yang sangat mirip.
    3. Pelanggaran merek dagang, logo, nama, atau pun simbol yang berkaitan dengan produk teknologi mendapatkan perlindungan atas merek yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (“UU MIG”). Sengketa akan timbul jika terdapat pihak lain yang menggunakan merek serupa yang dapat merugikan perusahaan.
  • Sengketa Perlindungan Data dan Privasi

Di era digital yang serba terkoneksi, perlindungan data dan privasi menjadi isu penting, terutama dengan meningkatnya penggunaan teknologi seperti media sosial, layanan cloud, dan aplikasi berbasis internet. Sengketa terkait data dan privasi sering kali muncul sebagai akibat dari penyalahgunaan data, pelanggaran privasi pengguna, atau ketidaksesuaian dengan hukum perlindungan data yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (“UU PDP”).

  • Sengketa dalam Ruang Siber

Ruang siber telah menjadi arena penting dalam kehidupan modern, tetapi juga membawa tantangan hukum yang kompleks. Sengketa dalam ruang siber sering kali melibatkan pelanggaran hak digital, penyalahgunaan teknologi, dan konflik terkait transaksi elektronik. Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) menjadi dasar hukum utama untuk mengatur aktivitas di ruang siber.

Penyelesaian Sengketa Teknologi Non-Litigasi dan Keunggulannya

Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU 30/1999”).

Dalam Pasal 1 angka 1 UU 30/199 dijelaskan bahwa alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. 

  • Arbitrase 

Arbitrase adalah metode penyelesaian sengketa di luar pengadilan di mana pihak-pihak yang bersengketa sepakat untuk menyerahkan penyelesaian kepada arbiter atau lembaga arbitrase. Pada umumnya lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan dengan lembaga peradilan. Kelebihan tersebut antara lain:

    1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak;
    2. Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif;
    3. Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil;
    4. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
    5. Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan. 
  • Mediasi

Mediasi melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral sebagai mediator untuk membantu para pihak mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Keunggulannya yakni:

    1. Menjaga hubungan baik antar pihak;
    2. Proses yang fleksibel dan tidak formal;
    3. Biaya yang relatif lebih rendah dibandingkan litigasi;
  • Konsiliasi

Konsiliasi mirip dengan mediasi, namun konsiliator memiliki peran lebih aktif dalam memberikan rekomendasi penyelesaian sengketa. Keunggulannya:

    1. Proses yang terstruktur dan cepat jika dibandingkan dengan arbitrase;
    2. Rekomendasi penyelesaian yang dapat diterima oleh kedua pihak.
  • Negosiasi 

Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang melibatkan diskusi langsung antara pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan tanpa bantuan pihak ketiga. Keunggulannya:

    1. Penuh kendali oleh pihak-pihak yang bersengketa;
    2. Proses yang sangat fleksibel dan sesuai dengan keinginan pihak terkait.

Penyelesaian sengketa teknologi non-litigasi menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya adalah kurangnya pemahaman para pihak mengenai mekanisme penyelesaian alternatif seperti arbitrase, mediasi, dan konsiliasi. Hal ini sering kali menyebabkan ketidakpercayaan terhadap efektivitas metode tersebut. Solusinya adalah dengan memperluas edukasi dan sosialisasi tentang manfaat serta prosedur penyelesaian sengketa non-litigasi kepada masyarakat umum dan pihak-pihak yang bersengketa. ***

Daftar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten”).

https://peraturan.bpk.go.id/Details/306515/uu-no-65-tahun-2024 

  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU HC”).

https://peraturan.bpk.go.id/Details/38690 

  • Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (“UU MIG”). 

https://www.regulasip.id/regulasi/1039 

  • Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (“UU PDP”).

https://peraturan.bpk.go.id/Details/229798/uu-no-27-tahun-2022 

  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”).

https://www.regulasip.id/regulasi/21620 

  • Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU 30/1999”).

https://www.regulasip.id/book/8677/read 

Referensi:

  • Litigasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Hukumonline. (Diakses pada 25 Maret 2025 pukul 13.02 WIB). 

https://www.hukumonline.com/klinik/a/litigasi-dan-alternatif-penyelesaian-sengketa-di-luar-pengadilan-lt52897351a003f/