Harga rumah di Indonesia yang kian melambung tinggi, namun tidak diiringi dengan kenaikan pendapatan masyarakat menjadi salah satu faktor berkurangnya minat masyarakat untuk memiliki hunian sesuai yang diinginkan. Di tengah kondisi tersebut, pemerintah merespon dengan menerbitkan kebijakan fiskal dalam bentuk perpanjangan fasilitas berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100% atas Pengadaan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60 Tahun 2025 tentang Insentif Tambahan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2025 (“PMK 60/2025”). Dengan diterbitkannya peraturan tersebut, pemerintah berharap agar daya beli masyarakat terhadap perumahan dapat meningkat sekaligus memberikan stimulus positif bagi sektor properti yang sempat lesu.
Jenis dan Definisi Rumah yang Mendapatkan Insentif PPN DTP 100%
Daya beli masyarakat terhadap perumahan kian menurun. Hal tersebut pun telah dikonfirmasi oleh Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengembangan Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Daniel Djumali. Ia mengatakan bahwa daya beli masyarakat terhadap perumahan lebih lesu jika dibandingkan pada masa Covid-19 karena ketidakstabilan ekonomi maupun penolakan SLIK OJK.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60 Tahun 2025 tentang Insentif Tambahan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2025 (“PMK 60/2025”), terdapat 2 (dua) jenis rumah yang mendapatkan insentif berupa PPN DTP 100%, yakni:
- Rumah Tapak
Menurut Pasal 2 ayat (2) PMK 60/2025, yang dimaksud dengan rumah tapak adalah bangunan gedung berupa rumah tinggal atau rumah deret baik bertingkat maupun tidak bertingkat, termasuk bangunan tempat tinggal yang sebagian dipergunakan sebagai toko atau kantor.
- Satuan Rumah Susun
Pada Pasal 2 ayat (3) PMK 60/2025 telah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan satuan rumah susun adalah satuan rumah susun yang berfungsi sebagai tempat hunian.
Meskipun pemerintah memberikan insentif PPN DTP 100% bagi masyarakat, akan tetapi perlu diketahui bahwa kebijakan tersebut dibatasi untuk hunian rumah dengan harga dan kondisi tertentu yang telah ditetapkan oleh Developer selaku pengelola sekaligus pengembang properti. Oleh karena itu, tidak semua rumah akan dibebaskan dari PPN, melainkan hanya beberapa perumahan yang masuk ke dalam kategori sebagaimana dijelaskan oleh ketentuan dalam PMK 60/2025.
Persyaratan bagi Pembeli agar Mendapatkan Insentif PPN DTP 100%
Tidak semua orang bisa mendapatkan insentif PPN DTP 100% dari pemerintah, melainkan hanya orang-orang tertentu yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan insentif tersebut. Maka dari itu, kita perlu mengetahui kriteria yang bisa mendapatkan fasilitas tersebut sebagaimana telah ditentukan oleh pemerintah, yakni: pertama, harga jual telah memenuhi syarat, yaitu maksimal Rp5 Miliar dan merupakan rumah yang diserahkan dalam kondisi siap huni. Kedua, kuota yang tersedia hanya bisa dimanfaatkan oleh 1 orang untuk 1 rumah dengan catatan orang tersebut adalah WNI yang memiliki NPWP/NIK maupun WNA yang memiliki NPWP selama memenuhi ketentuan pada peraturan perundang-undangan lainnya. Ketiga, calon pembeli harus melengkapi dokumentasi pembelian, termasuk akta perjanjian jual beli dan pembayaran. Keempat, transaksi pembelian rumah dilaksanakan pada periode tertentu, yakni sejak 1 Juli 2025 hingga 31 Desember 2025.
Kemudian, pada Pasal 7 ayat (1) PMK 60/2025 membahas mengenai ketentuan lain terhadap hunian yang mendapatkan insentif PPN DTP 100%, yakni hanya diberlakukan terhadap hunian dengan harga jual hingga Rp 2 Miliar bagi rumah tapak, sementara itu untuk hunian berupa rumah susun akan diberikan jika harga jual paling banyak Rp 5 Miliar.
Baca juga: Pengaturan Hukum Pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR)
Dampak Hukum dan Implikasi terhadap Harga Pasar, Developer, dan Konsumen
Adanya pemberian insentif PPN DTP 100% dari pemerintah tentu memberikan berbagai dampak, khususnya terhadap perekonomian Indonesia yang melibatkan harga pasar, developer, serta konsumen. Adapun dampaknya dapat dijabarkan sebagai berikut:
- Dampak Insentif PPN DTP 100% terhadap Harga Pasar
Bagi harga pasar, keringanan PPN DTP 100% merupakan langkah yang baik untuk mengurangi beban harga yang ditetapkan oleh developer, sehingga membuat harga rumah yang sebelumnya bernilai tinggi menjadi relatif lebih terjangkau. Akan tetapi, secara teori tetap berpotensi munculnya harga perumahan yang tidak wajar yang mana ketika adanya peningkatan permintaan masyarakat terhadap rumah, developer dapat menaikkan harga jual dasar rumah untuk memanfaatkan kesempatan. Kondisi tersebut sangat memungkinankan menimbulkan permasalahan dikemudian hari. Maka dari itu, peran pengawasan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sangat diperlukan agar harga rumah tidak naik secara tidak wajar. Lebih jauh, jika dikaitkan dengan prinsip perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU PK”), konsumen berhak mendapatkan harga yang wajar dan informasi yang benar.
- Dampak Insentif PPN DTP 100% bagi Developer
Insentif PPN DTP 100% memberikan ruang bagi developer untuk meningkatkan penjualan di tengah lesunya daya beli masyarakat terhadap hunian. Berkaitan dengan hal tersebut, menurut perspektif hukum, developer pun memiliki kewajiban untuk memastikan seluruh transaksi sesuai dengan ketentuan PMK 60/2025. Selain itu, developer pun wajib melaporkan transaksi kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sesuai dengan regulasi yang berlaku, yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU HPP”). Dengan demikian, pemberian insentif ini tidak hanya memperkuat kesempatan bisnis, melainkan juga mempertegas tanggung jawab hukum untuk beroperasi secara transparan dan sah di mata hukum.
- Dampak Insentif PPN DTP 100% bagi Konsumen
Salah satu keuntungan menarik bagi konsumen selaku pembeli dari pemberian insentif PPN DTP 100% adalah mengurangi beban harga rumah yang seharusnya dibayar. Dengan tidak dikenakan kewajiban PPN, konsumen dapat mengalokasikan dana tersebut untuk kebutuhan lain, seperti renovasi, pembelian peralatan rumah tangga, dan lainnya. Meskipun demikian, secara hukum perdata, konsumen tetap terikat pada perjanjian jual-beli. Dalam hal ini, insentif hanya menghapus kewajiban pajak, namun tidak menghapus kewajiban hukum konsumen terhadap biaya lain. Maka dari itu, konsumen tetap berkewajiban membayar biaya administrasi lain, seperti balik nama sertifikat, perizinan bangunan, dan kewajiban lainnya yang melekat.
Kebijakan fiskal dari pemerintah mengenai pemberian insentif PPN DTP 100% bagi rumah tapak dan satuan rumah susun yang diterapkan hingga Desember 2025 merupakan suatu solusi untuk memecahkan permasalahan turunnya daya beli masyarakat terkait hunian rumah. Pada praktiknya, kebijakan tersebut tidak hanya memberikan keringanan bagi konsumen, tetapi juga menjadi stimulus bagi developer properti untuk meningkatkan penjualan. Dengan demikian, insentif PPN DTP 100% tidak hanya sebagai dukungan finansial, melainkan juga sebagai instrumen yuridis untuk menyeimbangkan hak dan kepentingan antara kepentingan publik, pemerintah, dan pelaku usaha di sektor properti.***
Baca juga: Panduan Lengkap Hak Roya bagi Pemilik Rumah KPR
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU HPP”).
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU PK”)
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60 Tahun 2025 tentang Insentif Tambahan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung pemerintah Tahun Anggaran 2025 (“PMK 60/2025”)
Referensi:
- Harga Rumah Melambung Tinggi, Gen Z Susah Memiliki Rumah. Perkim. (Diakses pada 2 Oktober 2025 Pukul 08.05 WIB).
- Perpanjang Insentif PPN DTP 100% Dorong Daya Beli Properti yang Lesu pada 2025. Kontan. (Diakses pada 2 Oktober 2025 Pukul 08.43 WIB).
- Beli Rumah Bebas Pajak Diperpanjang sampai Akhir 2025! Detik. (Diakses pada 2 Oktober 2025 Pukul 09.58 WIB).