Belakangan ini jagat maya dihebohkan oleh sebuah video viral yang memperlihatkan dua wanita berjoget saat lagu Indonesia Raya berkumandang. Video tersebut telah beredar luas dan memicu kecaman dari netizen karena dianggap tidak menghormati simbol negara salah satu lambang nasional yang paling sakral. Lagu kebangsaan merupakan simbol identitas dan kedaulatan suatu negara. Di Indonesia, lagu Indonesia Raya tidak hanya menjadi pengiring dalam upacara bendera dan acara kenegaraan, tetapi juga mencerminkan semangat nasionalisme dan persatuan bangsa.
Oleh karena itu, penghormatan terhadap lagu kebangsaan menjadi kewajiban moral dan hukum bagi setiap warga negara. Fenomena ini pun menimbulkan pertanyaan penting, apakah tindakan seperti dalam video tersebut hanya sekadar perilaku tidak etis atau bisa diposisikan sebagai pelanggaran hukum pidana? Lalu, bagaimana hukum di Indonesia memandang penghinaan dan penodaan terhadap lagu kebangsaan Indonesia Raya sebagai simbol negara?
Memahami Kedudukan Lagu Kebangsaan sebagai Simbol Negara
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (“UU 24/2009”) mengatur secara eksplisit mengenai kedudukan lagu kebangsaan sebagai salah satu simbol negara. Menurut Pasal 1 ayat (4) UU 24/2009:
“Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya.”
Sehingga secara hukum, Indonesia Raya bukan sekadar lagu nasional, melainkan simbol kenegaraan yang memiliki kedudukan formal dalam sistem hukum nasional yang berkedudukan setara dengan lambang negara lainnya seperti bendera Merah Putih dan lambang Garuda Pancasila.
Penetapan ini bukan sekadar formalitas secara hukum, melainkan pengakuan terhadap peran historis dan simbolik lagu tersebut dalam membentuk identitas nasional. Diciptakan oleh Wage Rudolf Supratman dan pertama kali diperdengarkan pada Kongres Pemuda II tahun 1928, Indonesia Raya menjadi pemantik semangat persatuan di tengah keberagaman suku, agama, dan budaya yang ada di Nusantara.
UU 24/2009 diharapkan mampu mengatasi berbagai masalah terkait dengan praktik dan aturan tentang berbagai hal mengenai penetapan dan tata cara penggunaan Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, termasuk di dalamnya diatur tentang ketentuan pidana bagi siapa saja yang sengaja melakukan pelanggaran. Adapun bentuk-bentuk penodaan terhadap lambang negara yaitu sebagai berikut:
- Menodai yaitu memiliki makna yang sama dengan menghina. Perbuatan menodai dapat dilakukan dengan beberapa macam, misalnya merobek-robek, membakar, mengubah Lagu Kebangsaan;
- Pelecehan, yaitu menghinakan, memandang rendah, mengabaikan suatu hal;
- Merendahkan kehormatan lambang negara seperti mencoret, menulis, menggambari, atau membuat rusak lambang negara.
Oleh karena itu, tindakan yang merendahkan, mempermainkan, atau memperlakukan lagu kebangsaan secara tidak pantas dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap norma hukum dan etika kenegaraan. Penghormatan terhadap lagu kebangsaan mencerminkan penghormatan terhadap negara itu sendiri, dan menjadi indikator penting dari kesadaran berbangsa dan bernegara yang sehat. Dalam konteks ini, setiap warga negara memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk menjaga martabat lagu kebangsaan sebagai bagian dari simbol kedaulatan nasional.
Aspek Etika dan Moral dalam Penghormatan Lagu Kebangsaan
Selain aspek formal simbol negara, UU 24/2009 juga mengatur sikap penghormatan terhadap lagu kebangsaan dari sudut etika atau moral kenegaraan. Dalam Bab V tentang Lagu Kebangsaan, terdapat ketentuan penggunaan dan larangan-larangan yang mengandung muatan etis, misalnya dalam Pasal 62 yang menyebutkan:
“Setiap orang yang hadir pada saat Lagu Kebangsaan diperdengarkan dan/atau dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat.”
Berdasarkan ketentuan ini, jelas bahwa ketika kita mendengarkan atau menyanyikan lagu Indonesia Raya, kita wajib menunjukkan sikap hormat sebagai bentuk penghargaan terhadap simbol kedaulatan bangsa. Dengan berdiri tegak dan bersikap hormat, setiap warga negara turut menegaskan kesetiaan dan kebanggaannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketentuan ini juga dimaksudkan agar masyarakat memahami bahwa lagu kebangsaan tidak boleh diperlakukan secara sembarangan, seperti dijadikan lelucon, hiburan, diubah maknanya, atau aktivitas lain yang mengaburkan dan menodai makna patriotiknya. Oleh karena itu, ketika lagu Indonesia Raya dikumandangkan di ruang publik, baik dalam upacara resmi, acara kenegaraan, maupun kegiatan sosial, setiap orang yang mendengar wajib menghentikan aktivitas sejenak, berdiri tegak, dan memberi penghormatan sesuai etika yang diatur dalam Pasal 62 UU 24/2009.
Baca juga: Pidana atas Konten Deepfake, Tantangan Baru Penegakan Hukum di Era AI
Ketentuan Pidana atas Penodaan Lagu Kebangsaan
Dalam UU 24/2009 tidak terdapat ketentuan pidana secara eksplisit yang mengatur sanksi terhadap aktivitas yang menodai lagu kebangsaan seperti berjoget saat lagu Indonesia Raya diperdengarkan, sebagaimana seperti video viral yang beredar. Namun, UU 24/2009 mengatur beberapa larangan sebagaimana tertera dalam Pasal 64, bahwa setiap orang dilarang:
- mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, kata-kata, dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan;
- memperdengarkan, menyanyikan, ataupun menyebarluaskan hasil ubahan Lagu Kebangsaan dengan maksud untuk tujuan komersial; atau
- menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan dengan maksud untuk tujuan komersial.
Meskipun Pasal 64 tidak secara eksplisit mengatur tindakan seperti berjoget atau bersikap tidak hormat ketika lagu kebangsaan diperdengarkan, esensi moral dan etika dalam penghormatan tetap berlaku. Tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai penghormatan terhadap lagu kebangsaaan dapat dinilai sebagai bentuk penodaan, walaupun tidak serta merta memenuhi unsur delik pidana. Dalam hal ini, sanksi sosial atau pun administratif sering kali menjadi bentuk konsekuensi yang lebih relevan dibandingkan sanksi pidana.
Dengan demikian, tindakan seperti dalam video viral tersebut lebih tepat dipandang sebagai pelanggaran terhadap etika kenegaraan, bukan tindak pidana, meskipun tetap menimbulkan keprihatinan publik karena menunjukkan rendahnya kesadaran nasionalisme dan penghormatan terhadap simbol negara.
Lebih lanjut, pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 64 dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 70 UU 24/2009 yang menyatakan:
“Setiap orang yang mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, kata-kata, dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Sementara sanksi yang menjerat dalam Pasal 64 huruf (b) dan © diatur dalam Pasal 71 UU 24/2009 yang berbunyi:
- Setiap orang yang dengan sengaja memperdengarkan, menyanyikan, ataupun menyebarluaskan hasil ubahan Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
- Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi setiap orang yang dengan sengaja menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tindakan berjoget saat lagu Indonesia Raya berkumandang, sebagaimana yang terlihat dalam video viral, memang tidak secara eksplisit diatur sebagai tindak pidana dalam UU 24/2009. Namun, perbuatan tersebut tetap mencerminkan pelanggaran terhadap etika dan moral kenegaraan yang diamanatkan oleh undang-undang.
Lagu kebangsaan Indonesia Raya memiliki kedudukan sakral sebagai simbol kedaulatan dan identitas bangsa, sehingga setiap warga negara berkewajiban menunjukkan sikap hormat saat lagu tersebut diperdengarkan. Oleh karena itu, kesadaran dan pendidikan mengenai penghormatan terhadap simbol negara perlu terus diperkuat agar nilai-nilai nasionalisme tetap terjaga di tengah dinamika sosial masyarakat modern.***
Baca juga: Pertanggungjawaban Pidana atas Tindakan AI: Siapa yang Bertanggung Jawab?
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (“UU 24/2009”).
Referensi:
- Viral Emak-Emak Joget Saat Lagu Indonesia Raya Berkumandang, Netizen Geram. iNews. (Diakses pada 3 November 2025 pukul 10.45 WIB).
- Safrina, L. (2017). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Ancaman Pidana Bagi Pelaku Penodaan Lambang Negara RI (Analisis Pasal 66 dan 68 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009). LEGITIMASI, VI(24), 213–231. (Diakses pada 3 November 2025 pukul 11.23 WIB).
- Dipidanakah Orang yang Berjoget Saat Menyanyikan Lagu Indonesia Raya?. BPSDM Kemenkum. (Diakses pada 3 November 2025 pukul 12.34 WIB).
- Saisab, A. F. W., Sumilat, V. V., & Muaja, H. S. (2023). Pemberlakuan Ketentuan Pidana Apabila Melakukan Tindak Pidana Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Lex Privatum, XI(2), 1–10. (Diakses pada 3 November 2025 pukul 13.05 WIB).
