Harga minyak goreng tengah naik drastis. Kenaikan itu sudah nampak sejak bulan Oktober 2021. Secara bersamaan para produsen kompak menaikan harga dengan dalih menyesuaikan dengan harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar global.

Alhasil, harga minyak goreng di dalam negeri tak terkendali dan menyebabkan kelangkaan. Ironis, peristiwa ini terjadi di Indonesia, sebuah negara produsen minyak sawit mentah terbesar di dunia.

Ada sejumlah faktor penyebab menurunnya produksi minyak sawit mentah di dalam negeri, diantaranya gangguan cuaca, keterbatasan pupuk, dan kurangnya tenaga kerja. Di sisi lain, terjadi tren lonjakan permintaan CPO. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat kenaikan komsumsi minyak sawit dalam negeri 2021 mencapai 18,422 juta ton atau 6 persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya 2020 sebesar 17,349 juta ton .

Guna mengatasi hal itu, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menerapkan kebijakan DMO (Domestic Market Obligation) yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 170 Tahun 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri (DMO) dan Harga Penjualan di Dalam Negeri (Domestic Price Obligation/DPO) yang berlaku mulai 10 Maret 2022.

Bersamaan dengan itu pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng curah sebesar Rp.14.000 per liter.

Namun langkah itu nampaknya kurang efektif menurunkan harga minyak goreng karena tidak diikuti oleh para pelaku usaha. Kondisi ini diperburuk dengan munculnya permainan para distributor yang mengambil kesempatan dengan menimbun minyak goreng dan melakukan praktik tying-in and bundling atau pembelian bersyarat dan mengubah minyak goreng curah menjadi minyak goreng kemasan dengan harapan bisa meraup keuntungan lebih besar.

Praktik tying-in and bundling diharamkan dalam hukum anti persaingan usaha tidak sehat atau antimonopoli. Tindakan ini merupakan hal yang diancam untuk dikenai sanksi dalam hukum antimonopoli.

Praktik tying-in adalah upaya yang dilakukan pihak penjual yang mensyaratkan konsumen untuk membeli produk kedua saat mereka membeli produk pertama, atau paling tidak konsumen sepakat untuk tidak membeli produk kedua di tempat lain. Sedang praktik bundling adalah upaya penjualan beragam produk dalam satu paket secara bersama-sama.

Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) melaporkan sembilan perusahaan besar eksportir CPO Sumatera ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dugaan permainan ekspor besar-besaran minyak goreng sehingga menyebabkan kelangkaan. LSM antikorupsi ini menaksir dari total kegiatan ekspor itu nilainya mencapai Rp.1,1 triliun.

Dugaan itu diperkuat dengan pernyataan KPPU yang menyatakan bahwa terdapat delapan perusahaan yang menguasai 70 persen pangsa pasar minyak goreng. Praktik kartel ini diduga telah melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Sejak memulai investigasi pada 26 Januari 2022, KPPU menemukan satu alat bukti  sehingga statusnya ditingkatkan ke tahap Penyelidikan. Berdasarkan siaran pers No.17.KPPU-PR/III/2022 setidaknya ditemukan dugaan pelanggaran yang diatur Pasal 5 tentang Penetapan Harga, Pasal 11 tentang Kartel, dan Pasal 19 huruf c tentang Penguasaan Pasar melalui Pembatasan Peredaran Barang/Jasa.

Penerapan Undang-Undang No.5 Tahun 1999

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat  mengatur mengenai jenis-jenis praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang berdampak merugikan konsumen dan pelaku usaha lainnya. Undang-undang ini juga mengatur di antaranya Larangan Perjanjian Penetapan Harga, Kartel dan Larangan Kegiatan Penguasaan Pasar berupa Pembatasan Barang/Jasa yang dapat menimbulkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

Larangan Perjanjian Penetapan Harga didefinisikan dalam Pasal 5 sebagai larangan bagi pelaku usaha untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha yang menjadi pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang yang harus dibayar konsumen.

Kartel merupakan larangan perjanjian antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan/atau pemasaran barang sebagaimana Pasal 11.

Terakhir, Larangan Kegiatan Penguasaan Pasar berdasarkan Pasal 19 oleh satu pelaku usaha ataupun bersama pelaku usaha lainnya berupa pembatasan peredaran dan/atau penjualan barang/jasa pada pasar bersangkutan.

Dalam proses pemeriksaan, KPPU harus merujuk pada pedoman untuk membuktikan terjadinya praktik kartel dan penetapan harga. Bukti yang didapatkan KPPU akan berupa indirect evidence atau bukan. Namun pembuktian indirect evidence masih diragukan keabsahannya menyusul terbitnya Putusan No.294 K/Pdt.SUS/2021.

Pemeriksaan perkara persaingan usaha mengakui dua jenis pembuktian yaitu langsung (direct evidence) dan tidak langsung (indirect evidence). Penerapan dua jenis bukti tersebut karena sulitnya mendapatkan bukti langsung seperti keterangan saksi, keterangan pelaku usaha dan surat atau dokumen yang membuktikan terjadinya pelanggaran persaingan usaha khususnya kartel.

Adapun dalam hal pelaku usaha terbukti melakukan perjanjian penetapan harga, kartel atau penguasaan pasar, KPPU dapat menjatuhkan pelaku usaha sanksi administratif berupa penetapan pembatalan perjanjian dan/atau pengenaan denda minimal Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan maksimal Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) sesuai dengan Pasal 47, dan dapat pula dikenakan sanksi pidana pokok dengan denda berkisar minimal Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) hingga maksimal Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) sesuai dengan Pasal 48.

Selain pidana pokok, berdasarkan Pasal 49 KPPU juga dapat mengenakan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha, atau penghentian kegiatan yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.

Kesimpulan

Tindakan KPPU yang memulai pemeriksaan terhadap dugaan praktek kartel minyak goreng merupakan wujud nyata peran KPPU sebagai salah satu lembaga independen yang khusus dibentuk untuk memerangi larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Adapun dalam pemeriksaannya, KPPU harus berhati-hati dalam menerapkan pedoman KPPU terutama terkait Kartel dan Penetapan Harga.

Selanjutnya, kita menunggu sepak terjang dan kesungguhan KPPU dalam memerangi kartel minyak goreng yang telah menyebabkan kerugian bagi masyarakat. Rakyat juga memiliki andil dalam memerangi praktik tersebut setidaknya dengan memonitor proses yang tengah dilakukan oleh KPPU.*

Author / Contributor:

 Hanna Kathia Septianti, S.H.

Senior Associate

Contact:

Mail       : hanna@siplawfirm.id

Phone    : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975