Peran arbiter dalam menyelesaikan kasus di luar pengadilan diatur Undang‑Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Peran ini diatur dalam pasal-pasal sebagai berikut :
Pasal 15
(1) Penunjukan dua orang arbiter oleh para pihak memberi wewenang kepada dua arbiter tersebut untuk memilih dan menunjuk arbiter yang ketiga
(2) Arbiter ketiga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diangkat sebagai ketua majelis arbitrase.
(3) Apabila dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah pemberitahuan diterima oleh pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 91), dan salah satu pihak tidak menunjuk seseorang yang akan menjadi anggota majelis arbitrase, arbiter yang ditunjuk oleh pihak lainnya akan bertindak sebagai arbiter tunggal dan putusannya mengikat kedua belah pihak.
(4) Dalam hal kedua arbiter yang telah ditunjuk masing‑masing pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhasil menunjuk arbiter ketiga dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah arbiter yang terakhir ditunjuk, atas permohonan salah satu pihak, Ketua Pengadilan negeri dapat mengangkat arbiter ketiga.
(5) Terhadap pengangkatan arbiter yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), tidak dapat diajukan upaya pembatalan.
Pasal 16
(1) Arbiter yang ditunjuk atau diangkat dapat menerima atau menolak penunjukan atau pengangkatan tersebut.
(2) Penerimaan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib memberitahukan secara tertulis kepada pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penunjukan atau pengangkatan.
Pasal 17
(1) Dengan ditunjuknya seorang arbiter atau beberapa arbiter oleh para pihak secara tertulis dan diterimanya penunjukan tersebut oleh seorang arbiter atau beberapa arbiter secara tertulis, maka antara pihak yang menunjuk dan arbiter yang menerima penunjukan terjadi suatu perjanjian perdata.
(2) Penunjukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mengakibatkan bahwa arbiter atau para arbiter akan memberikan putusannya secara jujur, adil, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan para pihak akan menerima putusannya secara final dan mengikat seperti yang telah diperjanjikan bersama.
Pasal 18
(1) Seorang calon arbiter yang diminta oleh satu pihak untuk duduk dalam majelis arbitrase, wajib memberitahukan kepada pihak tentang hasil yang mungkin akan mempengaruhi kebebasannya atau menimbulkan keberpihakan putusan yang akan diberikan.
(2) Seorang yang menerima penunjukan sebagai arbiter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus memberitahukan kepada para pihak mengenai penunjukannya.
Pasal 19
(1) Dalam hal arbiter telah menyatakan menerima penunjukan atau pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, maka yang bersangkutan tidak dapat menarik diri, kecuali atas persetujuan para pihak.
(2) Dalam hal arbiter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang telah menerima penunjukan atau pengangkatan, menyatakan menarik diri, maka yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada para pihak.
(3) Dalam hal para pihak dapat menyetujui permohonan penarikan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka yang bersangkutan dapat dibebaskan dari tugas sebagai arbiter.
(4) Dalam hal permohonan penarikan diri mendapat persetujuan para pihak, pembebasan tugas arbiter ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri.
Pasal 20
Dalam hal arbiter atau majelis arbitrase tanpa alasan yang sah tidak memberikan putusan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, arbiter dapat dihukum untuk mengganti biaya dan kerugian yang diakibatkan karena kelambatan tersebut kepada para pihak.
Pasal 21
Arbiter atau majelis arbitrase tidak dapat dikenakan tanggung jawab hukum apapun atas segala tindakan yang diambil selama proses persidangan berlangsung untuk menjalankan fungsinya sebagai arbiter atau majelis arbitrase, kecuali dapat dibuktikan adanya itikad tidak baik dari tindakan tersebut.