Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor tentang insentif fiskal super tax deduction untuk pengusaha tinggal diteken oleh Presiden Joko Widodo. Peraturan ini merupakan rancangan perubahan dari PP Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan. Targetnya, beleid ini akan dirilis pada akhir Juni 2019.
Kebijakan super deductible tax menjadi salah satu upaya pemerintah dalam menumbuhkan iklim usaha yang kondusif bagi pertumbuhan sektor industri Tanah Air.
Jika aturan tersebut berlaku, maka pengusaha yang berkontribusi dalam program penciptaan tenaga kerja terampil (vokasi) akan mendapatkan pengurangan pajak yang besar. Intensif pajak yang diberikan mencapai 200 persen dari nilai investasi riset dan pengembangan (R&D) yang dilakukan perusahaan. Besarannya mencapai 300 persen.
Upaya tersebut merupakan strategi menangkap peluang bonus demografi yang masih akan dialami Indonesia hingga 15 tahun ke depan. Momentum tumbuhnya jumlah angkatan kerja yang produktif ini diyakini bisa menggenjot kinerja dan daya saing industri manufaktur nasional.
Selain itu, fasilitas super tax deduction juga akan diberlakukan untuk investasi riset dan pengembangan (R&D) yang dilakukan perusahaan. Besarannya mencapai 300 persen. Simulasinya, misalkan perusahaan yang menjalin kerja sama dengan SMK dalam bentuk pelatihan dan pembinaan vokasi, penyediaan alat industri, hingga kegiatan pemagangan.
Bila kegiatan itu menghabiskan biaya Rp 1 miliar, maka pemerintah akan memberikan pengurangan terhadap penghasilan kena pajak sebesar Rp 2 miliar kepada perusahaan tersebut.
Sementara bagi perusahaan yang membangun pusat inovasi (R&D) di Indonesia dengan nilai investasi sebesar Rp1 miliar, pemerintah akan memberikan pengurangan terhadap penghasilan kena pajak Rp 3 miliar.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga akan mengeluarkan aturan turunan dari perubahan PP tersebut. Bentuknya berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Namun, PMK tersebut masih difinalisasi oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.
Kendati begitu, sambung Iskandar, perubahan PP dan PMK baru mengatur soal pemberian insentif bagi perusahaan yang berinvestasi melalui pendidikan vokasi. Sementara itu, ketentuan pemberian insentif untuk perusahaan yang mengembangkan riset di Indonesia masih terus dikaji.
Oleh karena itu, pemerintah akan menerbitkan PMK terpisah untuk pemberian insentif pajak bagi perusahaan yang mengembangkan riset di Tanah Air. Perusahaan yang mengajukan insentif tersebut bakal dianalisis terlebih dahulu oleh pemerintah.
Sumber: