Presiden Joko Widodo mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) mengenai moratorium perizinan sawit selama tiga tahun. Melalui Instruksi Presiden nomor 8 tahun 2018 tentang penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit yang terbit pada 19 September lalu, terjadi penundaan dalam pemberian izin kepada pemohon lahan sawit. Inpres ini bertujuan untuk mendukung kebijakan pemerataan dan reformasi agraria dan sejumlah kebijakan terdahulu terkait ketelusuran sawit dan pembukaan lahan sawit.

Dalam inpres tersebut terdapat instruksi pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengonversi 20% area hutan untuk perkebunan sawit. Kemudian, Kementerian Pertanian diberikan instruksi untuk menekankan pelaksanaan wajib pengusaha perkebunan budidaya kelapa sawit untuk memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat minimal 20% dari total area lahan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan.

Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengapresiasi terbitnya Instruksi Presiden nomor 8 tahun 2018 tersebut. SPKS berharap dengan moratorium tiga tahun tersebut, pemerintah dapat melakukan pembenahan petani sawit terutama pada tingkat petani swadaya.

Mansuetus Darto selaku ketua SPKS menyatakan bahwa inpres tersebut terfokus pada evaluasi dan peningkatan produktivitas tidak menyentuh masalah dasar petani swadaya karena tidak membedakan segmen ini dengan petani plasma yang sudah bermitra dengan industri sawit.

Secara umum, terdapat 4 juta petani sawit, yang mana sebanyak 3 juta merupakan petani swadaya dan sisanya merupakan petani inti plasma. Oleh karena itu, Mansuetus berharap ini jadi kesempatan bagi kementerian terkait untuk mengembangkan petani swadaya.

Khalisah Khalid selaku Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Nasional menilai bahwa inpres tersebut menjadi langkah awal pemerintah untuk membenahi tata kelola perkebunan sawit. Khalisah yang dikutip dalam hukumonline.com menyatakan bahwa terdapat sedikitnya 4 langkah penting yang perlu dilakukan pemerintah setelah menerbitkan inpres tersebut.

Langkah pertama adalah meninjau kembali perizinan yang telah diterbitkan untuk perusahaan yang mengelola kebun kelapa sawit. Perizinan yang ditinjau itu untuk seluruh lahan konsesi, yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan. Setelah itu pemerintah harus melakukan audit lingkungan.

Langkah kedua adalah jika dalam peninjauan itu ditemukan pelanggaran, pemerintah harus melakukan penegakan hukum. Khalisah menilai bahwa pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap izin tersebut masih sangat lemah karena jumlah pengawas terbatas.

Langkah ketiga adalah pemerintah perlu membuka informasi perizinan terkait pengelolaan perkebunan kelapa sawit kepada publik.

Langkah keempat adalah membangun komunikasi yang baik antara pemerintah pusat dan kepala daerah mengingat tidak sedikit izin yang diterbitkan daerah.

Kemudian Khalisah mengusulkan agar kebijakan moratorium ini berjalan selaras dengan reforma agrarian. Kedua kebijakan itu harus mendorong penyelesaian konflik agrarian, khususnya yang terjadi di perkebunan kelapa sawit.

 

Sumber:

https://industri.kontan.co.id/news/inpres-moratorium-sawit-bisa-bangun-kelembagaan-petani-swadaya

https://nasional.kontan.co.id/news/menko-perekonomian-inpres-moratorium-sawit-untuk-pemerataan-dan-reforma-agraria

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5ba98c5eef859/4-langkah-penting-setelah-terbit-inpres-moratorium-sawit