Pesatnya pertumbuhan internet dan transaksi elektronik di Indonesia sebetulnya menunjukkan perlunya peran pemerintah dan pelaku usaha untuk membangun ekosistem ekonomi digital yang berorientasi pada perlindungan konsumen. Konsumen bukan hanya berperan sebagai objek dalam kegiatan ekonomi, melainkan juga sebagai subjek hukum yang memiliki hak-hak tertentu yang wajib dihormati oleh pelaku usaha. 

Konsumen memiliki hak-hak yang harus dijamin oleh pelaku usaha, baik dalam transaksi konvensional maupun digital. Di tengah maraknya model bisnis berbasis platform digital, tantangan dalam menegakkan perlindungan konsumen pun semakin kompleks. Oleh karena itu, peran negara, khususnya lembaga terkait pun sangat penting dalam menyikapi dinamika pengaduan yang penyelesaian sengketa konsumen yang semakin meningkat. 

Payung Hukum terkait Hak-Hak Konsumen di Indonesia 

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”) merupakan pijakan hukum utama yang menjamin hak-hak konsumen di Indonesia. Perlindungan terhadap konsumen merupakan bagian dari tanggung jawab sosial dan hukum yang harus dipenuhi oleh setiap pelaku usaha. Dalam hal ini, Pasal 4 UUPK menegaskan bahwa konsumen memiliki hak dasar yang wajib dilindungi, yaitu:

  1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
  2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
  4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
  5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
  6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
  7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur, serta tidak diskriminatif;
  8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
  9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. 

Hak-hak tersebut menjadi rujukan utama dalam menilai apakah sebuah korporasi telah menjalankan praktik bisnis yang bertanggung jawab. Misalnya, perusahaan makanan dan minuman harus memastikan produknya aman dikonsumsi dan mencantumkan informasi gizi secara transparan. Hal tersebut menjadi dasar bagi konsumen dalam menuntut keadilan apabila terjadi pelanggaran oleh pelaku usaha. Pelaku usaha wajib memastikan bahwa produk dan layanan yang diberikan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 

Peran BPKN dalam Penanganan Sengketa Konsumen

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) adalah lembaga negara yang berfungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen. Salah satu peran krusial BPKN adalah menangani dan menindaklanjuti pengaduan konsumen. Sepanjang tahun 2024, BPKN menerima 1.733 pengaduan dari berbagai sektor dengan potensi kerugian konsumen mencapai Rp424.256.065.321 dengan nilai kerugian konsumen yang terpulihkan sebesar Rp44.825.538.742. Pengaduan ini mencakup berbagai aspek, mulai dari transaksi e-commerce, perbankan, transportasi, hingga layanan publik. 

Dari data tersebut, terlihat bahwa sektor perumahan mendominasi aduan dengan 754 laporan, disusul oleh sektor jasa keuangan sebanyak 488 laporan. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan antara kekuatan pelaku usaha dan konsumen, terutama dalam hal akses terhadap keadilan dan informasi yang setara. Proses pengaduan di BPKN biasanya melibatkan tahapan sebagai berikut:

  • Penerimaan dan Verifikasi Aduan

Konsumen dapat menyampaikan aduan melalui kanal resmi BPKN, baik daring maupun luring.

  • Mediasi dan Rekomendasi

BPKN dapat mengundang para pihak untuk mediasi dan memberikan rekomendasi penyelesaian kepada pelaku usaha.

  • Penyampaian kepada Kementerian/Lembaga terkait

Dalam kasus-kasus tertentu, aduan diteruskan ke kementerian teknis untuk ditindaklanjuti.

Peran BPKN ini sangat penting, terutama bagi konsumen yang tidak memiliki akses terhadap bantuan hukum atau mekanisme pengaduan yang efisien. Oleh karena itu, pelaku usaha harus memperhatikan saran dan peringatan yang dikeluarkan oleh BPKN sebagai bagian dari kepatuhan terhadap prinsip perlindungan konsumen. Sebab di dalam Pasal 7 UUPK, diatur mengenai kewajiban pelaku usaha, di antaranya:

  1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
  2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;
  3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur, serta tidak diskriminatif;
  4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksinya dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
  5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
  6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. 

Ketentuan ini menunjukkan bahwa perlindungan konsumen bukan sekadar kewajiban moral atau bentuk corporate social responsibility, melainkan tanggung jawab hukum yang wajib dipenuhi oleh korporasi sebagai subjek hukum. Kegagalan dalam memenuhi kewajiban ini dapat mengakibatkan sanksi administratif, perdata, hingga pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (1) UUPK bahwa:

“Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.”

Upaya Penguatan Perlindungan Konsumen Bagi Korporasi

Tanggung jawab perusahaan tidak hanya terbatas pada pemenuhan kewajiban kontraktual dan kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga mencakup tanggung jawab sosial terhadap konsumen. Perusahaan harus menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dengan menjadikan perlindungan konsumen sebagai bagian dari tata kelola perusahaan. Beberapa langkah konkret yang dapat diambil korporasi dalam melindungi konsumen, antara lain:

  1. Menyediakan kanal pengaduan pelanggan yang responsif dan terintegrasi.
  2. Menyusun kode etik perlindungan konsumen dan melatih staf frontliner secara berkala.
  3. Melakukan audit berkala terhadap praktik layanan pelanggan dan kebijakan data pribadi.
  4. Membentuk unit khusus kepatuhan hukum konsumen di dalam struktur manajemen.

Perusahaan yang menjalankan prinsip perlindungan konsumen secara konsisten tidak hanya menghindari risiko hukum, tetapi juga memperkuat reputasi merek dan membangun loyalitas pelanggan dalam jangka panjang.***

Daftar Hukum:

Referensi: