Pada masa pandemi COVID-19 terjadi peningkatan terhadap risiko gagal bayar obligasi. Berdasarkan laporan PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) tercatat, sebesar Rp 150,9 triliun surat utang jatuh tempo pada tahun 2022. 

Kondisi tersebut membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) khawatir akan terjadinya peningkatan risiko gagal bayar obligasi. Kondisi gagal bayar emiten terhadap utang pokok dan bunga obligasi bisa berakibat terganggunya arus kas para penanam modal.

Di kalangan investor, obligasi dipandang sebagai salah satu investasi berisiko rendah. Namun terjadinya risiko gagal bayar (default) yang dilakukan oleh emiten harus tetap menjadi perhatian bagi kalangan investor. 

Terdapat sejumlah bentuk perlindungan yang diberikan oleh undang-undang terhadap risiko gagal bayar, salah satunya menunjuk Wali Amanat sebagai pihak ketiga yang mewakili kepentingan investor sebagaimana diatur Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM). 

Wali amanat sebagai kepanjangan tangan investor dapat bertindak sebelum obligasi diproses dengan melakukan penilaian atas arus keuangan emiten. Pada saat proses pembentukan obligasi, Wali amanat dapat menentukan hak-hak pemegang obligasi (kreditur) seperti hak pembayaran bunga, pembayaran pokok utang, tanggal pembayaran, dan lain sebagainya.

Saat obligasi dilepas, Wali amanat akan melakukan pemantauan dan hasilnya akan dilaporkan kepada Badan Pengawas Pasar Modal atau Otoritas Jasa Keuangan/OJK dan Bursa Efek Indonesia (BEI). 

Wali amanat juga memiliki kewenangan untuk melakukan uji tuntas (due diligence) terhadap kemampuan dan kredibilitas emiten seperti diatur Peraturan OJK No. 20/POJK.04/2020 tentang Kontrak Perwaliamanatan Efek Bersifat Utang atau Sukuk. 

Selain  upaya preventif, upaya represif juga dapat dilakukan terhadap emiten gagal bayar, salah satunya melaporkan kepada Bapepam. Laporan ini  dapat diajukan paling lambat dua hari setelah ditemukan indikasi kelalaian emiten sebagaimana dimaksud dalam kontrak perwaliamanatan.

Adapun sanksi yang dapat dikenakan terhadap emiten gagal bayar berdasarkan Pasal 102 UUPM, berupa sanksi administratif, peringatan tertulis, denda, pembatasan/pembekuan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha.

Pihak yang merasa dirugikan juga dapat mengajukan gugatan perdata (wanprestasi), serta menuntut ganti rugi kepada pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya pelanggaran.

Bahkan, penerbit obligasi dapat mengajukan gugatan perdata dan permohonan kepailitan terhadap terjadinya gagal bayar emiten. Dalam hal ini pihak wali amanat dapat diberikan kuasa untuk mewakili kepentingan pemegang efek di dalam maupun di luar pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa sesuai Pasal 51 ayat (2) UUPM.

Artikel Asli : https://siplawfirm.id/perlindungan-hukum-bagi-investor-terhadap-gagal-bayar-obligasi/?lang=id