Penyelesaian sengketa melalui arbitrase sifatnya terikat dan memiliki dasar hukum. Berikut landasan hukum yang digunakan sebagai dasar penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase:
1. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Bahwa semua peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini. Demikian pula HIR yang diundang pada zaman Kolonial Hindia Belanda masih tetap berlaku, karena hingga saat ini belum diadakan pengantinya sesuai dengan Peraturan Peralihan UUD 1945 tersebut.
2. Pasal 377 HIR, ketentuan arbitrase dalam HIR tercantum dalam Pasal 377 HIR atau Pasal 705 RBG yang menyatakan jika orang Indonesia atau orang timur asing menghendaki perselisihan mereka diputus oleh juru pisah atau arbitrase, mereka wajib memenuhi peraturan pengadilan yang berlaku bagi orang Eropa.
3. Pasal 615 s/d 651 RV Peraturan mengenai arbitrase dalam RV tercantum dalam Buku ke Tiga Bab Pertama Pasal 615 s/d 651 RV, yang meliputi:
a. Persetujuan arbitrase dan pengangkatan para arbiter (Pasal 615 s/d 623 RV)
b. Pemeriksaan di muka arbitrase (Pasal 631 s/d 674 RV)
c. Putusan Arbitrase (Pasal 631 s/d 674 RV)
d. Upaya-upaya terhadap putusan arbitrase (Pasal 641 s/d 674 RV)
e. Berakhirnya acara arbitrase (Pasal 648-651 RV)
4. Penjelasan Pasal 3 ayat 1 UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman setelah Indonesia merdeka memuat pengaturan lembaga arbitrase dapat kita temukan dalam memori penjelasan Pasal 3 ayat 1 UU Nomor 14 Tahun 1970. Bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit atau arbitrase tetap diperbolehkan.
5. Pasal 80 UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung satu-satunya undang-undang tentang Mahkamah Agung yang berlaku di Indonesia sama sekali tidak mengatur mengenai arbitrase. Dalam hal ini kita perlu merujuk kembali UU Nomor 1 Tahun 1950 tentang Susunan Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia. UU Nomor 1 Tahun 1950 menunjuk Mahkamah Agung sebagai pengadilan yang memutus dalam tingkat yang kedua atas putusan arbitrase mengenai sengketa yang melibatkan sejumlah uang lebih dari Rp25.000 (Pasal 15 jo. Pasal 108 UU Nomor 1 Tahun 1950).
6. Pasal 22 ayat 2 dan 3 UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dalam hal ini Pasal 22 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1967 menyatakan jikalau di antara kedua belah pihak tercapai persetujuan mengenai jumlah, macam, dan cara pembayaran kompensasi tersebut, akan diadakan arbitrase yang putusannya mengikat kedua belah pihak.
Pasal 22 ayat 3 UU Nomor 1 Tahun 1967 menyatakan, badan arbitrase terdiri atas tiga orang yang dipilih oleh pemerintah dan pemilik modal masing-masing satu orang dan orang ketiga sebagai ketuanya dipilih bersama-sama oleh pemerintah dan pemilik modal. UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing kemudian dicabut dan digantikan dengan UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pada Pasal 32 menyatakan bahwa dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanaman modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat.
7. UU Nomor 5 Tahun 1968 tentang Pengesahan Persetujuan Atas Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan Antara Negara dan Warga Asing Mengenai Penanaman Modal atau sebagai ratifikasi atas International Convention On the Settlement of Investment Disputes Between States and Nationals of Other States. Dengan undang-undang ini dinyatakan, pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan persetujuan agar suatu perselisihan mengenai penanaman modal asing diputus oleh International Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSD) di Washington.
8. Keppres Nomor 34 Tahun 1981 Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Convention On the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards disingkat New York Convention (1958), yaitu Konvensi Tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Luar Negeri yang diadakan pada 10 Juni 1958 di New York dan diprakarsai oleh PBB.
9. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990. Selanjutnya dengan pengesahan Konvensi New York dengan Keppres Nomor 34 Tahun 1958, Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, pada 1 Maret 1990 yang berlaku sejak tanggal dikeluarkan.