Di tengah arus globalisasi dan persaingan pasar yang semakin ketat, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal dituntut untuk memiliki strategi yang tidak hanya mempertahankan kualitas produk, tetapi juga mampu membangun identitas dan daya saing di tingkat internasional.
Produk-produk lokal Indonesia yang memiliki kekhasan berdasarkan asal geografisnya kerap kali menghadapi kesulitan dalam mempertahankan nilai tambahnya di kancah internasional karena persaingan yang ketat dan risiko eksploitasi tanpa izin yang dapat menggugurkan nilai keautentikan produk tersebut. Dalam hal ini, Indikasi Geografis berperan penting sebagai bentuk perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang menghubungkan produk dengan asal geografis dari berbagai daerah.
Melalui perlindungan hukum ini, produk yang memiliki ciri khas karena faktor geografis dan kearifan lokal dapat memperoleh pengakuan nasional hingga internasional. Bagi UMKM, Indikasi Geografis bukan sekadar label atau sertifikat, melainkan menjadi simbol dari reputasi, kualitas, serta warisan budaya suatu daerah yang dapat meningkatkan nilai tambah atau daya saing produk. Perlindungan Indikasi Geografis telah terbukti menjadi salah satu strategi efektif dalam mengangkat ekonomi daerah, serta mendorong UMKM untuk bertransformasi dari produsen lokal menjadi “pemain” di pasar global.
Memahami Lebih Dalam Indikasi Geografis di Indonesia
Indikasi Geografis (IG) adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (“UU MIG”).
Sementara dalam Pasal 22 ayat (1) Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (“TRIPs”) Indikasi Geografis didefinisikan sebagai:
“Indikasi geografis, dalam perjanjian ini merupakan indikasi yang mengidentifikasi suatu barang yang berasal dari wilayah suatu Anggota, atau suatu wilayah, atau daerah di wilayah tersebut, di mana kualitas, reputasi atau karakteristik lain dari barang tersebut pada dasarnya dapat diatribusikan pada asal geografisnya.”
Indikasi Geografis digunakan untuk menandakan suatu produk yang memiliki karakteristik khusus berasal dari daerah geografis tertentu. Label IG melekat pada suatu produk yang memiliki kualitas, karakteristik, dan reputasi tertentu yang dipengaruhi dari tempat asalnya. Kualitas dan karakteristik unik dari suatu produk IG ditentukan oleh kondisi lingkungan dan budaya, serta pengetahuan tradisional yang mendasari proses produksi di daerah asal geografisnya.
Dari ketentuan tersebut, jelas bahwa perlindungan Indikasi Geografis bersifat komunal, bukan individu. Artinya, hak Indikasi Geografis tidak dimiliki oleh satu pelaku usaha saja, melainkan oleh masyarakat atau asosiasi produsen di daerah tertentu yang menghasilkan produk tersebut. Contoh Indikasi Geografis adalah Kopi Gayo, Tenun Gringsing Bali, atau Garam Kusamba yang seluruhnya dilindungi melalui sertifikasi Indikasi Geografis.
Secara substantif, Indikasi Geografis merupakan Kekayaan Intelektual Komunal, tetapi secara administratif berbeda dengan Kekayaan Intelektual Komunal. Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2022 tentang Kekayaan Intelektual Komunal (“PP 56/2022”), Kekayaan Intelektual Komunal tidak memerlukan pendaftaran untuk mendapatkan perlindungan. Pencatatan pada sistem basis data sebagaimana diatur dalam Pasal 13 PP 56/2022 merupakan sistem perlindungan yang bersifat redeklaratif, sedangkan Indikasi Geografis memerlukan pendaftaran untuk mendapatkan perlindungan.
Namun, tak semua produk yang berkaitan dengan geografis dapat didaftarkan dan berisiko mengalami penolakan. Berdasarkan Pasal 56 ayat (1) dan (2) UU MIG, diatur bahwa:
- Permohonan Indikasi Geografis tidak dapat didaftar jika:
- bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum;
- menyesatkan atau memperdaya masyarakat mengenai reputasi, kualitas, karakteristik, asal sumber, proses pembuatan barang, dan/atau kegunaannya; dan
- merupakan nama yang telah digunakan sebagai varietas tanaman dan digunakan bagi varietas tanaman yang sejenis, kecuali ada penambahan padanan kata yang menunjukkan faktor indikasi geografis yang sejenis.
- Permohonan Indikasi Geografis ditolak jika:
- Dokumen Deskripsi Indikasi Geografis tidak dapat dibuktikan kebenarannya; dan/atau
- Memiliki persamaan pada keseluruhannya dengan Indikasi Geografis yang sudah terdaftar.
Lalu, Apa Sebenarnya Manfaat Indikasi Geografis bagi UMKM?
Manfaat utama Indikasi Geografis bagi UMKM tidak hanya terletak pada perlindungan hukum, tetapi juga pada aspek pemasaran, ekonomi, dan sosial budaya. Dilansir dari Kompas.id, disebutkan bahwa perlindungan Indikasi Geografis mampu memperkuat posisi tawar produk lokal di pasar karena menjamin kualitas dan keaslian produk yang dihasilkan.
Pertama, dari sisi ekonomi, Indikasi Geografis memberikan nilai tambah. Produk yang telah memiliki sertifikat Indikasi Geografis umumnya mengalami peningkatan harga karena reputasinya sebagai produk otentik dan berkualitas. Contohnya Kopi Arabika Kintamani Bali yang telah ditetapkan sebagai produk dengan Indikasi Geografis sejak tahun 2008 yang kini lebih mudah diterima di pasar ekspor Eropa, Jepang, dan negara lainnya karena asal-usulnya terjamin dan mutu kopi yang konsisten, sehingga mendapat harga yang tinggi di pasar dunia.
Kedua, dari sisi pemasaran, Indikasi Geografis dapat menjadi alat promosi yang kuat. Label Indikasi Geografis memberikan jaminan kepada konsumen, terutama di pasar global, bahwa produk tersebut benar-benar berasal dari daerah dengan karakteristik tertentu. Hal ini meningkatkan kepercayaan konsumen dan membuka peluang kerja sama dengan importir luar negeri yang mengutamakan aspek keaslian produk.
Ketiga, dari sisi budaya, perlindungan Indikasi Geografis turut menjaga kearifan lokal, serta mendorong pelestarian budaya tradisional. Perlindungan Indikasi Geografis membantu masyarakat daerah untuk tetap melestarikan cara produksi tradisional sekaligus mendapatkan manfaat ekonomi dari warisan leluhurnya. Indikasi Geografis bukan sekadar simbol pada kemasan produk, tetapi wujud pengakuan terhadap hubungan erat antara suatu produk dengan kekayaan geografis, tradisi, dan keahlian masyarakat lokal.
Secara keseluruhan, manfaat Indikasi Geografis bagi UMKM dapat dirangkum dalam 3 aspek penting, yakni:
- Perlindungan hukum atas reputasi produk;
- Peningkatan nilai tambah dan daya saing di pasar
- Pelestarian budaya dan penguatan identitas daerah.
Baca juga: Menghindari Pelanggaran Hak Cipta dalam Bisnis Kreatif dan UMKM
Strategi Pemanfaatan Indikasi Geografis untuk Menembus Pasar Global
Untuk dapat memperoleh perlindungan hukum, pelaku UMKM, asosiasi tertentu, ataupun pemerintah perlu mendaftarkan produk mereka ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual di bawah Kementerian Hukum. Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) UU MIG merupakan:
- Lembaga yang mewakili masyarakat di kawasan geografis tertentu yang mengusahakan suatu barang dan/atau produk berupa:
- Sumber daya alam;
- Barang kerajinan tangan; atau
- Hasil industri.
- Pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota.
Tata cara yang harus dilakukan untuk mendaftarkan Indikasi Geografis yakni sebagai berikut:
- Tahap pertama, mengajukan permohonan dengan melampirkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan, seperti yang tertera dalam laman DJKI.
- Tahap kedua, pemeriksaan administratif. Pada tahap ini, berkas administrasi akan dicek untuk dilihat apabila adanya kekurangan persyaratan yang diajukan. Apabila terdapat kekurangan, maka akan diberikan masa waktu 3 (tiga) bulan untuk memperbaiki.
- Tahap ketiga, pemeriksaan substansi. Di tahap ini, permohonan akan diperiksa dengan tipe produk yang berbeda-beda oleh Tim Ahli.
- Tahap keempat, pengumuman. Dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari sejak tanggal disetujuinya Indikasi Geografis untuk didaftarkan maupun ditolak, Direktorat Jenderal mengumumkan keputusan tersebut dalam Berita Resmi Indikasi Geografis selama 3 (tiga) bulan.
- Tahap kelima, oposisi pendaftaran. Setiap orang yang memperhatikan Berita Resmi Indikasi dapat mengajukan oposisi dengan membuat keberatan disertai dengan alasan-alasannya dan pihak pendaftar/pemohon dapat mengajukan sanggahan atas keberatan tersebut.
- Tahap keenam, pendaftaran. Terhadap permohonan Indikasi Geografis disetujui dan tidak ada opisisi atau sudah adanya keputusan final atas oposisi untuk tetap didaftarkan.
- Tahap ketujuh, pengawasan terhadap pemakaian Indikasi Geografis.
- Tahap kedelapan, banding. Permohonan banding dapat diajukan kepada Komisi Banding Merek oleh Pemohon/kuasanya terhadap penolakan permohonan dengan membayar biaya yang ditetapkan.
Selanjutnya, berbeda dengan hak kekayaan intelektual lainnya yang memiliki masa berlaku tertentu, Indikasi Geografis dilindungi selama reputasi, kualitas, dan karakteristik produk tetap terjaga. Artinya, perlindungan Indikasi Geografis bersifat dinamis dan bergantung pada konsistensi pemangku kepentingan dalam menjaga standar produksi dan citra produk.
Setelah terdaftar, tantangan berikutnya adalah pengelolaan hak dan promosi produk. Pemegang hak IG harus membentuk organisasi atau lembaga yang bertugas mengawasi kualitas produk, memberikan izin kepada pemakai IG, dan melakukan promosi secara kolektif. Strategi promosi dapat mencakup:
- Sertifikasi dan pelabelan produk Indikasi Geografis;
- Partisipasi dalam pameran Internasional;
- Kolaborasi dengan platform e-commerce global;
- Pengembangan narasi branding berbasis warisan budaya.
Penting bagi UMKM untuk tidak hanya mengandalkan Indikasi Geografis sebagai label, tetapi juga sebagai cerita yang menghubungkan produk dengan identitas lokal. Narasi ini menjadi nilai tambah yang sangat dihargai di pasar global yang semakin mengutamakan keberlanjutan dan keaslian.
Indikasi Geografis adalah peluang emas bagi UMKM lokal untuk naik kelas dan menembus pasar global. Dengan memanfaatkan Indikasi Geografis secara maksimal, UMKM tidak hanya melindungi produk mereka secara hukum, tetapi juga membangun reputasi, memperluas pasar, dan melestarikan warisan budaya. Pemerintah, lembaga masyarakat, dan pelaku usaha perlu bersinergi dalam mendorong pendaftaran Indikasi Geografis dan pengelolaan produk berbasis Indikasi Geografis agar Indonesia semakin dikenal sebagai negara dengan kekayaan produk lokal yang berkelas dunia.***
Baca juga: Bisakah UMKM Dinyatakan Pailit? Ini Telaah Hukum dan Alternatif Penyelesaiannya
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (“UU MIG”).
- Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (“TRIPs”).
- Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2022 tentang Kekayaan Intelektual Komunal (“PP 56/2022”).
Referensi:
- Ika Saputri, & Tongat. (2024). Hak Kekayaan Intelektual Kolektif dan Indikasi Geografis: Tantangan dan Peluang Bagi Produk Khas Indonesia di Pasar Internasional. Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum, 13(2), 210–222. (Diakses pada 16 Oktober 2025 pukul 13.41 WIB).
- Adyatma, E. F., Palar, M. R. A., & Rafianti, L. (2025). Pelindungan Hukum dan Upaya Optimalisasi Potensi Ekonomi Indikasi Geografis Kopi Robusta Java Bogor. Media Hukum Indonesia (MHI), 2(5), 201–209. (Diakses pada 16 Oktober 2025 pukul 13.55 WIB).
- Ayu Palar, M. R., Rafianti, L., & Muchtar, H. N. (2023). Inclusive Rights to Protect Communal Intellectual Property: Indonesian Perspective on Its New Government Regulation. Cogent Social Sciences, 9(2). (Diakses pada 16 Oktober 2025 pukul 14.06 WIB).
- Indikasi Geografis: Menjaga Warisan, Meningkatkan Daya Saing Produk Lokal. Kompas.id. (Diakses pada 16 Oktober 2025 pukul 14.23 WIB).
- Kopi Kintamani Bali: Sejarah Cita Rasa dan Proses Budidaya. Kampus Kopi. (Diakses pada 16 Oktober 2025 pukul 14.30 WIB).
- Alur Bisnis Proses Pendaftaran Indikasi Geografis. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). (Diakses pada 16 Oktober 2025 pukul 14.40 WIB).
