Dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai perwakilan diplomatik di suatu negara, perwakilan diplomatik diberikan hak kekebalan dan keistimewaan yang dibenarkan oleh hukum internasional sebagaimana disepakati oleh negara-negara berdaulat pada Konvensi Wina Tahun 1961 (Vienna Convention on Diplomatic Relations, 1961). Hak kekebalan dan keistimewaan itu antara lain adalah kekebalan kantor perwakilan dan tempat kediaman, kekebalan dalam menjalankan tugas kedinasan dan keistimewaan (privileges) berupa pembebasan dari iuran, pajak, bea cukai negara penerima, pembebasan dari pemeriksaan barang, jaminan sosial, pelayanan sosial dan wajib militer.

Tujuan diberikannya hak kekebalan dan keistimewaan kepada perwakilan diplomatik tersebut bukanlah untuk kepentingan atau keuntungan individu, namun untuk melindungi kepentingan negara pengirim di wilayah negara penerima dan warga negara yang diwakilinya.  Selain itu, pemberian hak kekebalan dan keistimewaaan kepada perwakilan diplomatik tersebut bertujuan untuk mendorong pengembangan hubungan persahabatan, ekonomi, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan antar kedua negara.

Dalam menjalankan fungsinya di negara penerima, perwakilan diplomatik negara pengirim tidak hanya mempekerjakan tenaga kerja yang berasal dari negaranya.  Mereka juga mempekerjakan tenaga kerja lokal yang biasanya ditempatkan pada sektor-sektor pekerjaan yang tidak bersinggungan langsung dengan pekerjaan pokok diplomatik. Hal ini mengacu pada Pasal 8 ayat 2  Konvensi Wina 1961 yang menyebutkan bahwa tenaga kerja yang bekerja pada perwakilan diplomatik tidak seluruhnya merupakan warga dari negara pengirim, melainkan juga tenaga kerja lokal di negara penerima.

Dalam kaitannya dengan ketenagakerjaan, perwakilan negara asing di Indonesia yang mempekerjakan tenaga kerja lokal telah memenuhi unsur-unsur pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 Angka 4 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang  berbunyi:

“Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain”

Inilah yang dipandang sebagai salah satu dasar bahwa meskipun perwakilan diplomatik memiliki kekebalan dan keistimewaan yang tidak dapat diganggu gugat serta adanya asas teritorial pasif yang berlaku terhadap hubungan diplomatik, hal tersebut tidak berlaku atau ditanggalkan dalam hubungan kerjanya dengan tenaga kerja lokal di Indonesia. Dengan kata lain, perwakilan diplomatik yang mempekerjakan tenaga kerja lokal merupakan pemberi kerja yang wajib tunduk dan patuh terhadap ketentuan ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia.

Guna melindungi dan memberikan kepastian hukum kepada tenaga kerja lokal, Mahkamah Agung melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 4 Tahun 2016 menyatakan bahwa Pengadilan Hubungan Industrial memiliki kompetensi untuk memeriksa dan memutus perselisihan dalam hubungan kerja antara tenaga kerja/pekerja/pegawai/staf lokal dan perwakilan negara asing (Kedutaan Besar, Kuasa Usaha, dan lain-lain) yang ada di Indonesia karena perwakilan negara asing adalah pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sehingga ketentuan mengenai Hukum Ketenagakerjaan Indonesia berlaku dalam hubungan kerja tersebut.

Perlindungan serta kepastian hukum yang diberikan oleh Mahkamah Agung ini dibuktikan dengan salah satu kasus yang dijadikan Putusan-Putusan Terpilih (Landmark Decision) oleh Mahkamah Agung, yakni Putusan MA RI No. 376 K/Pdt.Sus-PHI/2013 yang menguatkan Putusan Pengadilan Industrial Jakarta untuk menghukum Kedutaan Besar Brazil untuk Indonesia di Jakarta dengan keharusan membayar kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebesar hampir Rp 500 juta kepada seorang mantan stafnya yang merupakan tenaga kerja lokal.

Dengan landasan-landasan hukum tersebut, perwakilan diplomatik diharapkan memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia terkait ketenagakerjaan, seperti pembuatan Perjanjian Kerja, Peraturan Internal, serta Pengakhiran Hubungan Kerja guna meminimalisir terjadinya perselisihan dengan tenaga kerja lokal dalam hubungan industrial.

 

Author / Contributor:

Asdel Fira, S.H., CHRP

Senior Associate

Contact:

Mail       : fira@siplawfirm.id

Phone    : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975