Di banyak yurisdiksi, putusan arbitrase memiliki peluang untuk diajukan kasasi ke pengadilan termasuk Mahkamah Agung (MA). Namun menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase), putusan arbitrase memiliki peluang yang sangat terbatas untuk diajukan kasasi ke pengadilan.
Hal ini sejalan dengan prinsip bahwa arbitrase adalah cara alternatif untuk penyelesaian sengketa yang dipilih oleh para pihak dan biasanya dianggap sebagai bentuk penyelesaian akhir.
Hal ini seperti tercermin dalam upaya hukum luar biasa PT Pertamina EP dan PT Pertamina (Persero) terhadap putusan arbitrase International Chamber of Commerce (ICC). Mahkamah Agung menyatakan menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Pertamina EP dan PT melawan PT Lirik Petroleum, pada tahun 2012 silam.
Pada putusannya, Mahkamah Agung merujuk ketentuan Pasal 72 ayat (4) UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase. Dalam pertimbangannya Majelis Hakim Agung berpendapat Undang-undang Arbitrase tidak mengenal upaya hukum luar biasa atau PK.
Berdasarkan Pasal 70 UU Arbitrase memberikan peluang para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase jika putusannya mengandung salah satu dari tiga unsur. Pertama, surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu.
Kedua, setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan. Ketiga, putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
Jika Anda berada dalam situasi ingin meninjau kembali putusan arbitrase, maka perlu berkonsultasi dengan ahli hukum yang berpengalaman dalam yurisdiksi yang relevan.