Teknologi digital yang terus berkembang telah diadopsi di hampir setiap lini kehidupan masyarakat. Salah satu dampaknya adalah perubahan perilaku masyarakat, seperti meningkatnya transaksi jual beli secara online. Moda jual berbasis digital ini telah memudahkan masyarakat dalam kegiatan komersial ini.
Meski teknologi digital telah memberikan dampak positif bagi masyarakat, namun ada te dampak negatif penggunaan teknologi digital juga tidak dapat dielakkan yang menimbulkan kerugian bagi diri kita. Di sektor kesehatan, misalnya, maraknya peredaran berbagai jenis dan golongan obat-obatan secara bebas di platform e-commerce dapat mengancam kesehatan dan jiwa penggunanya.
Selama ini izin peredaran atau penjualan obat-obatan secara daring hanya diberikan kepada pihak yang sudah mengantongi izin yang dikeluarkan oleh instansi terkait, seperti Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF), Pedagang Besar Farmasi, Pedagang Besar Farmasi Cabang atau Apotek yang menggunakan Sistem Elektronik (PSE).
Penggunaan obat yang tidak tepat dan tidak sesuai anjuran dokter akan membahayakan nyawa serta berpotensi menimbulkan penyalahgunaan. Terlebih jika obat yang dijual tidak memiliki izin edar.
Pada hakekatnya, penjualan obat-obatan dengan jenis dan golongan tertentu tidak dapat dilakukan secara bebas tanpa disertai resep dokter. Hal ini juga berlaku bagi penjualan obat melalui e-commerce.
Untuk melindungi masyarakat dari resiko yang ditimbulkan dari peredaran obat palsu atau obat illegal, para penyedia layanan farmasi secara daring dituntut untuk melakukannya sesuai ketentuan sebagaimana diatur pada Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No. 8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan Yang Diedarkan Secara Daring dengan memperhatikan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
Ketentuan peredaran obat secara daring berdasarkan Peraturan BPOM No. 8 Tahun 2020, adalah sebagai berikut:
- Peredaran obat secara daring dilakukan oleh Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Pedagang Besar Farmasi Cabang dan Apotek harus dengan menggunakan Sistem Elektronik.
- Peredaran obat secara daring dilarang melalui media sosial, daily deals dan classified ads.
- Obat yang diedarkan wajib memiliki izin edar serta memenuhi persyaratan cara pembuatan dan distribusi obat yang baik, memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu.
- Peredaran obat secara daring hanya dapat dilaksanakan untuk obat yang termasuk dalam golongan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat keras dengan ketentuan bahwa obat keras wajib berdasarkan resep asli dokter.
- Penyerahan Obat secara daring yang dilakukan oleh apotek dapat menggunakan Sistem Elektronik Apotek atau yang disediakan oleh PSEF berizin sesuai dengan ketentuan.
- Penyerahan obat yang diedarkan secara daring dapat dilaksanakan secara langsung kepada pasien atau dikirim kepada pasien, dimana pengiriman dapat dilaksanakan secara mandiri oleh apotek atau bekerja sama dengan pihak ketiga yang berbentuk badan hukum. Dalam proses penyerahan ini apotek harus bertanggung jawab terhadap keamanan dan mutu obat, menyertakan informasi produk, memberi etiket berisikan informasi penggunaan obat, menjaga kerahasiaan isi pengiriman, memastikan obat yang dikirim tepat tujuan dan mendokumentasikan pengiriman obat.
- Pengiriman obat secara daring oleh apotek kepada pasien dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pengiriman barang dan jasa dalam perdagangan Sistem Elektronik.
- Apotek dan/atau PSEF dilarang mengedarkan secara daring obat yang termasuk dalam:
- Obat keras yang termasuk dalam obat-obat tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Obat yang mengandung prekursor farmasi.
- Obat disfungsi.
- Sediaan injeksi selain insulin.
- Sediaan implant.
- Obat yang termasuk golongan Narkotika dan Psikotropika.
Pemerintah memberikan sanksi tegas terhadap para pelaku usaha, PSE dan PSEF yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pengedaran obat secara daring sebagaimana diatur Pasal 32 Ayat (1) PBPOM No. 8 Tahun 2020. Sanksi yang diberikan mulai dari peringatan hingga penutupan atau pemblokiran sistem penjualan elektronik. Sanksi pencabutan izin hingga penarikan obat yang dijual dapat dikenakan terhadap sejumlah pihak termasuk fasilitas pelayanan kefarmasian.
Selain sanksi adminitratif, praktik penjualan obat illegal baik yang dilakukan secara daring atau luring dapat dikenakan sanksi pidana dengan ancaman sebagaimana diatur pasal-pasal sebagai berikut;
Pasal 197 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009;
“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat Kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud pada Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,- (satu miliar lima ratus juta rupiah)”.
Pasal 106 ayat (1)
“ (1) Sediaan farmasi dan alat Kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.”
Penindakan ini merupakan salah satu aksi nyata dalam menghadapi kemajuan era digital dalam menyikapi perkembangan transaksi jual beli obat secara online.
Untuk itu, para pelaku usaha penyelenggara platform digital kesehatan atau platform e–commerce yang menyediakan layanan farmasi secara daring harus lebih berhati-hati dalam memasarkan obat serta memastikan terpenuhinya persyaratan perizinan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Author / Contributor:
Asdel Fira, S.H., CHRP Senior Associate Contact: Mail : fira@siplawfirm.id Phone : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975 |