Surat keterangan sakit yang ditandatangani dokter ternyata memiliki implikasi hukum. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memperingatkan, oknum yang menyalahgunakan surat sakit bisa dipidanakan. Dikutip dari Kompas.com, Ketua Bidang Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) PB IDI Dr. Beni Satria menerangkan, surat sakit yang dikeluarkan oleh dokter seharusnya berdasar pada kondisi kesehatan pasien. 

Beni mengatakan, dalam prakteknya di lapangan pasien yang kondisinya baik, masih bisa beraktivitas, setelah melakukan pemeriksaan minta dibuatkan surat keterangan sakit. Beni mengatakan,  baik pasien maupun dokter yang mengeluarkan surat sakit palsu bisa terkena hukum pidana paling tinggi 4 tahun penjara. 

Pasien yang menggunakan surat sakit bersalah karena memberikan keterangan palsu . Sementara dokter bersalah karena sengaja membuat surat keterangan tidak sesuai dengan kebenaran. “Keduanya bisa terkena pasal 267 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan hukuman karena ada keterangan palsu,” terang Beni. 

Hukum pidana juga bisa menjerat oknum pasien yang meminta surat sakit dengan identitas palsu. “Saya punya pengalaman, pasien tidak menunjukkan KTP, dia hanya menyampaikan nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat. Kemudian dia minta surat keterangan. Tetapi dia bukan pasien,” ujar Beni.

Beni mengungkapkan,  telemedicine yang banyak bermunculan saat ini rawan disalahgunakan. “Melalui telemedicine bagaimana platform melakukan verifikasi bahwa pasien itu benar sesuai dengan identitas aslinya bisa berhubungan dengan hukum,” ungkapnya.