Kian hari ekosistem kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) semakin berkembang pesat dan menjadi faktor pendorong lahirnya gelombang baru Perusahaan Startup di Indonesia. Minat investor terhadap Perusahaan Startup berbasis AI semakin meningkat pesat karena teknologi tersebut dianggap mampu menciptakan efisiensi bisnis, inovasi produk, hingga pasar baru.
Akan tetapi, investasi tersebut tidak dapat dilepaskan dari risiko hukum, dinamika regulasi, serta perbedaan kebijakan antarnegara yang turut memengaruhi struktur investasi, nilai perusahaan, hingga kepastian hukum bagi investor. Oleh sebab itu, pemahaman menyeluruh mengenai ekosistem regulasi AI menjadi suatu keharusan sebelum investor memantapkan hati untuk menanamkan modalnya pada Perusahaan Startup berbasis AI di Indonesia.
Tren Pendanaan Perusahaan Startup berbasis AI di Indonesia
Kecerdasan buatan (Artificial Intelligent/AI) kini tidak hanya dijadikan sebagai alat yang mampu memudahkan kinerja manusia, akan tetapi AI diprediksi akan menjadi teknologi masa depan yang mampu menyelesaikan pekerjaan yang selama ini sulit diselesaikan melalui cara konvensional. Prediksi tersebut menunjukkan adanya tren positif yang didukung dengan meningkatnya permintaan teknologi otomatisasi, model generatif, serta solusi AI pada sektor finansial, kesehatan, keamanan, dan pemasaran.
Disaat pendanaan sedang sulit bagi perusahaan yang belum terlalu mengedepankan teknologi, namun Perusahaan Startup yang telah mengadopsi teknologi AI justru mendapatkan peningkatan peningkatan secara signifikan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa total pendanaan yang berhasil dikumpulkan oleh Perusahaan Startup berbasis AI di Indonesia tercatat sebesar US$542,9 juta. Angka tersebut merupakan angka yang fantastis, mengingat pencapaian dana tersebut telah bertumbuh sebesar 141,5% sejak 2020 hingga 2024. Pertumbuhan ini mencerminkan optimisme pasar terhadap teknologi kecerdasan buatan, khususnya model generatif yang dinilai mampu meningkatkan efisiensi dan membuka peluang bisnis baru.
Bahkan, menurut East Ventures peningkatan bisnis yang akan mengadopsi Generative AI (GenAI) diperkirakan akan mengalami peningkatan hingga 50% pada 2027, sehingga kebutuhan pendanaan, infrastruktur data, dan inovasi teknologi akan semakin meningkat dalam beberapa tahun ke depan.
Dilansir melalui laman Investor Daily, berikut beberapa tips yang bisa diberikan bagi Perusahaan Startup berbasis AI di Indonesia untuk mendapatkan pendanaan, yakni:
- Pemahaman mendalam tentang pasar
Perusahaan startup perlu menunjukkan bahwa produk AI yang digunakan menjawab kebutuhan pasar secara nyata dan memiliki potensi pertumbuhan yang jelas. Dalam hal ini, investor berperan untuk menilai bahwa pemahaman pasar yang kuat mencerminkan kelayakan dan arah bisnis yang tepat.
- Memahami perspektif venture capital
Venture capital (VC) mencari bisnis yang skalabilitas, yakni memiliki potensi keuntungan besar, serta mampu bertahan dalam persaingan. Dengan memahami cara berpikir VC, perusahaan startup dapat menyusun strategi pitch dan model bisnis yang lebih meyakinkan.
- Persiapan presentasi dan penampilan
Pitch deck harus ringkas, jelas, serta mampu menjelaskan nilai AI secara mudah dipahami, bahkan bagi investor non-teknis. Selain itu, penampilan dan cara penyampaian yang profesional turut meningkatkan kredibilitas tim.
- Membangun dan memperluas koneksi
Koneksi yang kuat mampu memudahkan perusahaan startup untuk memperoleh akses ke investor, mentor, dan peluang kolaborasi. Pada beberapa kondisi, banyak pendanaan awal yang justru datang dari referensi jaringan dalam ekosistem perusahaan startup.
- Rencana bisnis yang kuat
Investor membutuhkan rencana bisnis yang realistis, mencakup: model pendapatan, proyeksi keuangan, serta strategi produk. Pada Perusahaan Startup berbasis AI, rencana bisnis harus menegaskan bagaimana teknologi menghasilkan nilai dan dapat dipasarkan.
- Bangun dan tunjukkan tim yang solid
Tim yang kompeten dan komplementer menunjukkan kemampuan nyata untuk mengeksekusi visi perusahaan dikarenakan pada umumnya investor menilai kualitas tim sebagai faktor penentu keberhasilan Perusahaan Startup berbasis AI.
Dampak Regulasi AI di Indonesia
Sampai detik ini, kerangka hukum di Indonesia belum mengatur mengenai regulasi AI. Meskipun dasar inisiasi pembentukan regulasi sudah mulai dipublikasikan melalui Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial (“SE Menkominfo 9/2023”), akan tetapi beberapa peraturan undang-undang lainnya bisa dijadikan sebagai dasar hukum dalam rangka memanfaatkan teknologi berupa AI sebagaimana hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (“UU PDP”) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”), dan regulasi lainnya.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (“UU PDP”)
Dalam Pasal 4 UU PDP telah dijelaskan bahwa ada 2 jenis data pribadi seseorang, yakni data pribadi bersifat spesifik dan data pribadi bersifat umum. Untuk memproses data pribadi seseorang, Pasal 5 UU PDP telah menegaskan bahwa subjek data pribadi harus memperoleh informasi secara jelas mengenai data pribadinya. Pada konteks AI, ketentuan tersebut memberikan arahan bahwa siapa saja yang ingin memproses data pribadi seseorang yang dilakukan melalui teknologi berupa AI, tetap harus mendapatkan persetujuan dari orang yang bersangkutan karena hal tersebut merupakan hak privasi seseorang, sekaligus sebagai persyaratan hukum. Apabila tidak dilaksanakan sesuai ketentuan perundang undangan, maka pelaku berisiko dikenakan sanksi administratif maupun diancam oleh sanksi pidana sebagaimana hal tersebut telah diatur dalam UU PDP.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”)
Pada Pasal 15 UU ITE telah menyebutkan bahwa:
“Setiap penyelenggaraan sistem elektronik harus menyelenggarakan sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya.”
Berdasarkan ketentuan pada Pasal 15 UU ITE di atas, seluruh Perusahaan Startup yang menggunakan AI sebagai basisnya memiliki suatu kewajiban untuk memastikan bahwa seluruh tindakan maupun hasil yang didapatkan oleh AI tetap berada batas wajar yang keseluruhannya dapat dipertanggungjawabkan. Apabila tidak, maka akan berisiko dikenakan sanksi pidana sebagaimana telah ditetapkan dalam UU ITE, khususnya pada Pasal 34 hingga Pasal 37 UU ITE. Selain dikenakan sanksi pidana, pelaku pun dapat digugat secara perdata melalui jalur hukum, arbitrase, ataupun lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya.
Selain UU PDP dan UU ITE, terdapat regulasi lain yang turut memengaruhi kebijakan mengenai AI pada sektor lain, seperti: Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”) yang secara khusus mengatur terkait inovasi teknologi di bidang kesehatan khususnya pada Bab X dalam Pasal 334 hingga Pasal 344 UU Kesehatan, serta Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Inovasi Teknologi sektor Keuangan (“POJK 3/2024”) yang membahas secara khusus mengenai perkembangan teknologi pada sektor keuangan.
Baca juga: Begini Penerapan Aturan Anti Pencucian Uang Terbaru OJK di Era AI dan Digital Lending
Perbedaan Kebijakan AI Global Yang Memengaruhi Investasi Cross-Border.
Investasi pada Perusahaan Startup berbasis AI tidak hanya menjangkau pada skala nasional, melainkan kini semakin bersifat lintas negara (cross-border) karena model AI, dataset, dan infrastruktur komputasi yang digunakan seringkali melibatkan penyedia di berbagai yurisdiksi, sehingga menimbulkan berbagai perbedaan kebijakan AI di tingkat global yang mampu dijadikan sebagai faktor penentu dalam strategi melaksanakan investasi.
Regulasi pertama di dunia yang mengatur mengenai AI diawali oleh Uni Eropa yang telah mengesahkan EU Artificial Intelligence Act pada 13 Maret 2024. Regulasi tersebut menerapkan pendekatan AI berbasis risiko. Peraturan tersebut mengklasifikasikan Sistem AI menjadi 3, yaitu: risiko yang tidak dapat diterima (unacceptable risk), risiko tinggi (high risk), serta persyaratan transparansi (transparency requirements).
Sementara itu, Amerika Serikat memiliki pendekatan yang lebih terdesentralisasi. Prioritas kebijakan berfokus pada inovasi dan etika AI melalui The Executive Order on the Safe, Secure, and Trustworthy Development and Use of Artificial Intelligence yang menekankan pengujian model, transparansi risiko, serta perlindungan konsumen. Meskipun kurang komprehensif dibanding Uni Eropa, namun regulasi AS menekankan tanggung jawab perusahaan untuk menilai potensi penyalahgunaan model AI, termasuk pada sektor keamanan dan kesehatan.
Oleh karena itu, dengan kata lain regulasi AI bukan hanya sekedar isu domestik, tetapi juga isu geopolitik yang memengaruhi strategi investasi global.
Investasi pada Perusahaan Startup berbasis AI menawarkan peluang besar, tetapi menuntut pemahaman mendalam mengenai tren pendanaan, regulasi lokal, serta perbedaan kebijakan global. Saat ini, Indonesia masih berada pada tahap awal pengembangan kerangka hukum AI, namun regulasi yang sudah berlaku seperti UU PDP dan UU ITE telah memberikan batasan yang jelas mengenai pengelolaan data, keamanan sistem, dan akuntabilitas penyedia layanan digital. Sebelum memberikan pendanaan, investor harus memastikan bahwa Perusahaan Startup berbasis AI yang dipilih untuk diberikan pendanaan memiliki tata kelola teknologi dan data yang baik, termasuk dokumentasi model, mekanisme audit algoritma, serta kepatuhan privasi yang ketat. Dalam konteks investasi lintas negara, standar global seperti EU AI Act, regulasi AS turut memengaruhi kemampuan Perusahaan Startup berbasis AI untuk melakukan ekspansi. Hingga pada akhirnya, keberhasilan investasi di sektor AI tidak hanya ditentukan oleh inovasi teknologi, tetapi juga didukung dengan kemampuan perusahaan dalam memenuhi standar hukum, etika, dan keamanan yang terus berkembang.***
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”)
- Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (“UU PDP”)
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”)
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Inovasi Teknologi sektor Keuangan (“POJK 3/2024”)
- Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial (“SE Menkominfo 9/2023”)
Referensi:
- Pendanaan Startup AI Indonesia Melonjak 141%. Investor Daily. (Diakses pada 5 Desember 2025 Pukul 13.49 WIB).
- Membaca Peluang Investasi untuk Startup berbasis AI di Indonesia. East Ventures. (Diakses pada 5 Desember 2025 Pukul 14.03 WIB).
- Kesenjangan Regulasi Artificial Intelligence (AI) di Indonesia: Teknologi Melesar, Hukum Jalan di Tempat (Diakses pada 5 Desember 2025 Pukul 14.21 WIB).
- EU AI Act: First Regulation on Artificial Intelligence. European Parliament. (Diakses pada 5 Desember 2025 Pukul 14.41 WIB).
- Peraturan AI Biden yang Penting: Menyeimbangkan Inovasi dan Keamanan. Skyhigh Security. (Diakses pada 5 Desember 2025 Pukul 15.00 WIB).
- Overview of ‘The Executive Order on the Safe, Secure, and Trustworthy Development and Use of Artificial Intelligence’. PWC. (Diakses pada 5 Desember 2025 Pukul 15.10 WIB).
