Dalam 5 tahun terakhir kasus cyber crime di Tanah Air semakin sering terjadi. Menurut data perusahaan cyber security Surf Shark, 1,04 juta akun membocorkan data di Tanah Air pada kuartal kedua 2022. Kebocoran data internet Indonesia pada kuartal kedua 2022 bahkan melonjak 143% dari kuartal pertama 2022.
Dalam upaya pencegahannya, Indonesia sudah memiliki sejumlah perangkat perundangan dan peraturan untuk menjerat pelaku kejahatan di dunia maya atau Cyber Law. Upaya penegakan hukum ini meliputi aspek orang perorangan atau subjek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet.
Ruang lingkup cyber law meliputi hak cipta, hak merek, pencemaran nama baik, penistaan, penghinaan, hacking, transaksi elektronik, pengaturan sumber daya internet, keamanan pribadi, kehati-hatian, kejahatan IT, pembuktian, penyelidikan, pencurian lewat internet, perlindungan konsumen dan pemanfaatan internet dalam keseharian.
Cyber Law juga erat kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana dan penanganan tindak pidana dan penegakan hukum terhadap kejahatan elektronik termasuk kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme.
Undang-undang yang mengatur mengenai Teknologi Informasi ini di antaranya:
1. Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,
2. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Sebelum terbitnya undang-undang ITE tahun 2008, Indonesia menggunakan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) dalam mengatasi masalah cyber crime. Tetapi sejak disahkannya undang-undang ITE, Indonesia mulai memberlakukan penggunaan undang-undang tersebut setiap terjadi kejahatan dunia maya.
Sebenarnya Indonesia sudah tertinggal jauh menangani masalah yang berkaitan dengan cyber crime. Negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunei dan Thailand sudah lama memiliki kebijakan dan udang-undang untuk mengatasi masalah kejahatan yang terjadi di dunia maya.
Karakteristikk kejahatan siber
Kejahatan siber atau kejahatan di dunia maya memiliki sejumlah karakteristik, yaitu:
– Bersifat global dan atau melintasi batas negara sehingga sulit untuk dideteksi dan menentukan hukum yang berlaku.
– Tidak menimbulkan kekacauan yang mudah terlihat, walaupun terkadang kejahatan ini dapat menimbulkan kerusakan yang lebih besar dibanding kejahatan konvensional.
– Pelaku kejahatan siber bersifat universal tak mengenal usia. Bahkan, tak jarang di antaranya masih anak-anak dan remaja.
– Menggunakan teknologi informasi yang sulit dimengerti oleh orang-orang yang tidak menguasai seluk beluk dunia siber.
Dapat menimbulkan kerugian material maupun nonmaterial, seperti waktu, uang, barang, kerahasiaan informasi, bahkan martabat dan harga diri. []