Perkembangan ilmu kedokteran dan bioteknologi telah membawa perubahan besar dalam cara manusia memahami kesehatan dan penyakit. Salah satu terobosan yang paling penting dalam dekade terakhir adalah konsep precision medicine atau kedokteran presisi. Pendekatan ini tidak lagi memandang pengobatan sebagai solusi “satu resep untuk semua”, melainkan sebagai sistem medis yang disesuaikan dengan karakteristik unik setiap individu, baik dari sisi genetik, lingkungan, maupun gaya hidup. Precision medicine memungkinkan pengobatan menjadi lebih efektif, minim efek samping, dan berpotensi menekan biaya jangka panjang dalam sistem kesehatan.
Di Indonesia, precision medicine mulai mendapatkan perhatian serius, baik dari kalangan akademisi, praktisi kesehatan, maupun pemerintah. Kementerian Kesehatan telah menyusun strategi nasional untuk pengembangan genomik dan precision medicine seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan layanan kesehatan yang lebih personal dan berbasis data. Namun, penerapan precision medicine juga menimbulkan tantangan baru, terutama dalam aspek regulasi, perlindungan data pribadi, dan kesiapan infrastruktur kesehatan nasional.
Mengenal Lebih Jauh Precision Medicine
Secara sederhana, precision medicine (kedokteran presisi) adalah pendekatan dalam praktik kedokteran yang menyesuaikan pencegahan, diagnosis, dan terapi berdasarkan variabilitas individu dalam gen, lingkungan, dan gaya hidup. Pendekatan ini berangkat dari prinsip bahwa setiap orang memiliki susunan genetik yang unik, sehingga respons terhadap obat dan risiko penyakit pun berbeda. Dengan memahami faktor-faktor tersebut, tenaga medis dapat memberikan terapi yang lebih “tepat sasaran”.
Menurut Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM), kedokteran presisi mencakup integrasi antara data klinis, data genomik, dan informasi lingkungan untuk mengidentifikasi profil risiko serta menentukan intervensi yang optimal bagi pasien.
Pendekatan ini berbeda dengan pengobatan konvensional yang cenderung memberikan pengobatan yang sama untuk semua pasien dengan kondisi yang sama. Jika pengobatan konvensional mengandalkan pendekatan seragam untuk semua pasien, maka precision medicine justru menekankan individualitas. Inti dari konsep ini adalah bahwa setiap orang memiliki profil genetik, kondisi lingkungan, dan pola hidup yang berbeda, sehingga respons terhadap terapi medis pun tidak bisa disamaratakan. Precision medicine bekerja melalui beberapa tahapan utama, di antaranya:
- Analisis Genetik (Genomic Sequencing): Proses ini menganalisis DNA individu untuk mendeteksi variasi genetik yang berpotensi memengaruhi risiko penyakit atau respons terhadap obat.
- Identifikasi Biomarker: Biomarker merupakan penanda biologis yang dapat digunakan untuk menentukan kondisi kesehatan tertentu, misalnya kadar protein tertentu pada kanker.
- Pengolahan Data Klinis dan Lingkungan: Data dari rekam medis, pola hidup, dan faktor lingkungan dikombinasikan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh.
- Penerapan Terapi Tepat Sasaran: Setelah analisis menyeluruh, pasien akan mendapatkan terapi yang sesuai dengan profil genetik dan biologisnya.
Precision medicine telah banyak diimplementasikan pada kasus kanker, penyakit metabolik, gangguan autoimun, atau bahkan dalam kedokteran gigi. Kementerian Kesehatan RI juga menegaskan bahwa precision medicine merupakan bagian dari transformasi sistem kesehatan nasional. Dalam koordinasi penyusunan strategi nasional genomik dan precision medicine, pemerintah menekankan pentingnya integrasi data genomik dengan sistem pelayanan kesehatan, serta penguatan kapasitas laboratorium dan sumber daya manusia.
Baca juga:
Penerapan Precision Medicine di Indonesia
Indonesia mulai memasuki era precision medicine dengan sejumlah inisiatif nasional. Salah satunya adalah penyusunan Strategi Nasional Genomik dan Precision Medicine Indonesia yang dikoordinasikan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bekerja sama dengan lembaga riset dan universitas. Strategi ini mencakup pengembangan National Genome Database untuk mendukung riset genetik dan implementasi klinis berbasis genom. Tujuannya adalah agar pengobatan dapat disesuaikan dengan karakteristik genetik populasi Indonesia yang sangat beragam.
Penerapan precision medicine di Indonesia masih tahap awal, namun menunjukkan perkembangan yang menjanjikan. Salah satu contoh konkret adalah kolaborasi antara Kementerian Kesehatan, Rumah Sakit Kanker Dharmais, dan Cancer Research UK (CRUK) dalam mengembangkan layanan pengobatan presisi di bidang onkologi. Kolaborasi ini difokuskan pada pemetaan genomik pasien kanker untuk menentukan terapi yang paling efektif dan minim efek samping.
Pemetaan genom manusia pun memberikan manfaat dalam bidang kedokteran gigi. Guru Besar bidang ilmu Biokimia Penyakit Jaringan Periodontal Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Airlangga, Prof. Dr. Indeswati Diyatri menuturkan bahwa dalam kedokteran gigi, pemanfaatan data genetik melalui precision medicine berpotensi meningkatkan akurasi diagnosis, efektivitas perawatan, dan upaya pencegahan penyakit.
Selain itu, beberapa rumah sakit pendidikan seperti RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta telah mengembangkan layanan berbasis genomik untuk mendukung terapi kanker dan penyakit langka. Dalam bidang onkologi misalnya, pemeriksaan next-generation sequencing (NGS) mulai digunakan untuk menentukan mutasi gen tertentu yang menjadi dasar pemilihan terapi. Hal ini memungkinkan dokter untuk memberikan obat yang lebih efektif dan menghindari terapi yang tidak memberikan respons positif.
Namun, penerapan precision medicine di Indonesia tidak lepas dari tantangan besar. Salah satunya adalah keterbatasan infrastruktur laboratorium molekuler dan tingginya biaya pemeriksaan genomik, yang hingga kini masih sulit dijangkau sebagian besar masyarakat. Di samping itu, pengetahuan terkait genomik di kalangan tenaga kesehatan dan masyarakat umum juga perlu ditingkatkan agar hasil tes dapat diinterpretasikan secara tepat.
Dalam skala nasional, pemerintah melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Kemenkes tengah mendorong integrasi data biomedis dan genomik untuk mendukung riset kesehatan. Hal ini juga sejalan dengan perkembangan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang berperan penting dalam analisis data besar (big data) untuk mendeteksi pola genetik dan memprediksi efektivitas pengobatan.
Implementasi precision medicine juga membutuhkan kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan: pemerintah, akademisi, industri farmasi, dan penyedia layanan kesehatan. Di masa depan, Indonesia diharapkan memiliki pusat data genomik nasional yang aman dan dapat digunakan untuk penelitian serta pengembangan obat-obatan berbasis genetik yang sesuai dengan profil populasi masyarakat.
Baca juga:
Payung Hukum Precision Medicine di Indonesia
Aspek hukum menjadi faktor kunci dalam pengembangan precision medicine, terutama terkait dengan pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan data genetik individu. Data genomik merupakan bagian dari data pribadi yang bersifat sensitif, sehingga penggunaannya harus diatur secara ketat. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 351 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”) yakni:
“Pemrosesan data dan informasi Kesehatan yang menggunakan data Kesehatan individu wajib mendapatkan persetujuan dari pemilik data dan/atau memenuhi ketentuan lain yang menjadi dasar pemrosesan data pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan data pribadi.”
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (“UU PDP”) juga memberikan landasan hukum tambahan. Dalam Pasal 4 ayat (2) UU PDP, diatur bahwa data genetik dikategorikan sebagai data pribadi yang bersifat spesifik dan wajib mendapatkan perlindungan ekstra. UU PDP juga mengatur bahwa:
- Pengumpulan dan pemrosesan data genetik harus dilakukan dengan persetujuan eksplisit dari subjek data;
- Pengendali data wajib menjamin keamanan dan kerahasiaan data pribadi;
- Pelanggaran terhadap perlindungan data dapat dikenakan sanksi administratif dan pidana.
Penerapan precision medicine harus mematuhi peraturan untuk melindungi data pribadi pasien. Selain itu, etika yang perlu ditekankan adalah menghormati pribadi pasien dan harus memprioritaskan pasien dalam penggunaan data.
Regulasi ini juga memperkuat aspek bioetika dalam riset genomik. Data genetik bukan hanya informasi medis, tetapi juga menyangkut identitas biologis seseorang dan keluarganya. Oleh karena itu, pemanfaatan data tersebut harus memperhatikan prinsip informed consent dan confidentiality. Peneliti atau tenaga medis wajib menjelaskan kepada pasien mengenai potensi risiko, manfaat, dan penggunaan data secara rinci sebelum melakukan tes genomik.
Precision medicine membawa harapan besar bagi masa depan sistem kesehatan Indonesia. Dengan menggabungkan kekuatan bioteknologi, kecerdasan buatan, dan data genomik, kedokteran presisi membuka jalan menuju pengobatan yang lebih efektif, aman, dan personal. Namun, penerapannya memerlukan kesiapan infrastruktur, kebijakan hukum yang kokoh, serta peningkatan literasi genomik di berbagai lapisan masyarakat. Ke depan, tantangan terbesar adalah memastikan bahwa teknologi ini dapat diakses secara merata dan digunakan secara etis demi kesehatan seluruh rakyat Indonesia.***
Baca juga: Proses Pengaduan Disiplin Profesi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan berdasarkan Permenkes 3/2025
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”).
- Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (“UU PDP”)
Referensi:
- Memahami Kedokteran Presisi dalam Konteks Perkembangannya di Indonesia. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada. (Diakses pada 17 Oktober 2025 pukul 10.16 WIB).
- Precision Medicine, Sebuah Antonim dari One Size Fits All. Kumparan. (Diakses pada 17 Oktober 2025 pukul 10.19 WIB).
- Biomarkers and Their Impact on Precision Medicine. National Library of Medicine. (Diakses pada 17 Oktober 2025 pukul 10.39 WIB).
- Koordinasi Penyusunan Strategi Nasional Genomik dan Precision Medicine Indonesia. Kementerian Kesehatan. (Diakses pada 17 Oktober 2025 pukul 10.43 WIB).
- Hadirkan Pengobatan Presisi, Kemenkes Jalin Kolaborasi dengan RS Kanker Dharmais dan CRUK. Wartakota. (Diakses pada 17 Oktober 2025 pukul 11.34 WIB).
- Guru Besar FKG Ulas Peran Genomik dan Proteomik dalam Precision Medicine. Universitas Airlangga. (Diakses pada 17 Oktober 2025 pukul 12.47 WIB).
- Faisal Asadi. (2024). Studi Literatur Regulasi dan Etika Artificial Intelligence (AI) dalam Kebijakan Kedokteran Presisi (Precision Medicine). Jurnal Fasilkom, 14(1), 59–65. (Diakses pada 17 Oktober 2025 pukul 13.04 WIB).
