Di tengah maraknya digitalisasi dan ledakan konten kreatif, pelaku UMKM kini semakin aktif memanfaatkan berbagai karya visual, musik, desain, dan materi digital untuk memperkuat identitas merek dan menjangkau konsumen secara lebih luas. Platform seperti Instagram, TikTok, dan marketplace online telah menjadi panggung utama bagi promosi produk, di mana estetika dan daya tarik konten menjadi penentu keberhasilan. Namun, di balik kemudahan akses terhadap karya kreatif yang tersebar luas di internet, muncul tantangan serius, yakni bagaimana memastikan bahwa penggunaan karya tersebut tidak melanggar hak pencipta aslinya?
Fenomena ini semakin relevan ketika banyak pelaku usaha kecil menggunakan gambar dari Google, musik populer untuk latar video promosi, atau template desain tanpa memeriksa izin penggunaannya. Di satu sisi, kebutuhan akan konten berkualitas tinggi sangat mendesak; di sisi lain, ketidaktahuan atau kelalaian terhadap hak cipta dapat berujung pada konflik hukum, gugatan, atau bahkan sanksi pidana. Dalam konteks ini, penting bagi UMKM untuk memahami batasan dan etika penggunaan karya cipta agar tidak hanya kreatif, tetapi juga bertanggung jawab secara hukum dan sosial.
Hal Penting yang Harus Diketahui Pelaku Usaha yang Menggunakan Karya Cipta Milik Orang Lain
Penggunaan karya cipta orang lain dalam bisnis, seperti musik latar untuk konten promosi, desain grafis untuk kemasan produk, atau kutipan teks dalam materi edukasi, harus dilakukan dengan memperhatikan hak eksklusif pencipta. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU HC”) pencipta memiliki hak moral dan hak ekonomi atas ciptaannya. Hak ekonomi mencakup hak untuk memperbanyak, mendistribusikan, mengumumkan, dan menyewakan karya tersebut.
Pelaku usaha wajib memperoleh izin atau lisensi dari pemegang hak cipta sebelum menggunakan karya tersebut secara komersial. Izin ini dapat diperoleh langsung dari pencipta atau melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang ditunjuk untuk mengelola hak cipta secara kolektif. Dalam praktiknya, banyak UMKM yang tidak menyadari bahwa penggunaan lagu, gambar, atau video tanpa izin, meskipun hanya untuk promosi di media sosial, tetap tergolong pelanggaran hak cipta.
Selain itu, pelaku usaha perlu memahami bahwa tidak semua karya yang tersedia di internet bersifat bebas pakai. Karya yang dilindungi hak cipta tetap memerlukan izin, kecuali dinyatakan secara eksplisit berada dalam domain publik atau dilisensikan secara terbuka (misalnya melalui Creative Commons). Ketidaktahuan bukanlah alasan pembenar di mata hukum.
Jenis Pelanggaran Hak Cipta dalam Bisnis Digital Menurut UU Hak Cipta
Di industri yang semakin kompetitif, pelaku UMKM dituntut untuk lebih kreatif dalam menyampaikan nilai produk kepada konsumen, khususnya melalui media sosia. Konten visual, musik latar, desain kemasan, hingga materi konten menjadi elemen penting dalam membangun citra merek dan menjangkau pasar yang lebih luas. Sayangnya, dorongan untuk “cepat viral” sering kali membuat pelaku usaha memilih untuk menggunakan karya cipta yang ada tanpa mempertimbangkan izin atau hak pemiliknya.
Ketika karya cipta digunakan tanpa izin, pelaku usaha berisiko melanggar hak eksklusif pencipta yang dilindungi oleh hukum. Banyak UMKM yang belum memahami bahwa tindakan seperti mengunggah video promosi dengan musik populer, menggunakan ilustrasi dari situs pencarian gambar, atau mengadaptasi artikel untuk konten blog bisa tergolong pelanggaran hak cipta. Padahal, dalam ekosistem digital, jejak pelanggaran sangat mudah dilacak dan dapat berujung pada tuntutan hukum. Untuk itu, penting bagi pelaku usaha memahami jenis-jenis pelanggaran hak cipta yang diatur secara spesifik dalam peraturan perundang-undangan, khususnya Pasal 9 UU Hak Cipta yang mengatur bahwa:
- Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan:
- Penerbitan Ciptaan;
- Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
- Penerjemahan Ciptaan;
- Pengadaptasian, pengaransmenan, atau pentransformasian Ciptaan;
- Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
- Pertunjukan Ciptaan;
- Pengumuman Ciptaan;
- Komunikasi Ciptaan; dan
- Penyewaan Ciptaan.
- Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
- Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.
Pelanggaran terhadap salah satu hak ekonomi ini, terutama jika dilakukan secara komersial, dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam UU Hak Cipta.
Baca juga: Mengupas Kasus Pelanggaran Hak Cipta di Indonesia dan Dampak Hukumnya
Sanksi yang Menjerat Pelaku Usaha yang Abai Terhadap Hak Cipta Milik Orang Lain
Pasal 113 UU Hak Cipta memberikan ketentuan pidana bagi siapa pun yang melanggar hak ekonomi pencipta. Sanksi yang dikenakan bervariasi tergantung pada jenis pelanggaran:
- Pelanggaran terhadap hak penyewaan ciptaan (huruf i): penjara paling lama 1 tahun dan/atau denda maksimal Rp100 juta.
- Pelanggaran terhadap hak penerjemahan, pengadaptasian, pertunjukan, dan komunikasi ciptaan (huruf c, d, f, h): penjara paling lama 3 tahun dan/atau denda maksimal Rp500 juta.
- Pelanggaran terhadap hak penerbitan, penggandaan, pendistribusian, dan pengumuman ciptaan (huruf a, b, e, g): penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar.
- Jika pelanggaran dilakukan dalam bentuk pembajakan, pelaku dapat dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp4 miliar.
Sanksi ini menunjukkan bahwa pelanggaran hak cipta bukanlah pelanggaran ringan. Oleh karena itu, penting bagi pelaku usaha untuk melakukan audit konten secara berkala dan memastikan bahwa semua materi promosi, desain, dan produk digital telah memperoleh izin yang sah.
Kepatuhan terhadap hukum hak cipta bukanlah penghambat kreativitas, melainkan fondasi yang memperkuat integritas bisnis UMKM. Dengan memahami hak dan kewajiban dalam menggunakan karya cipta, pelaku usaha dapat membangun reputasi yang baik, menghindari sengketa hukum, dan bahkan membuka peluang kolaborasi dengan pencipta asli melalui lisensi atau kerja sama.
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) juga menyediakan berbagai fasilitas bagi UMKM untuk mendaftarkan karya cipta mereka sendiri, termasuk program pendampingan dan pembebasan biaya bagi pelaku usaha kecil. Dengan mendaftarkan karya cipta, UMKM tidak hanya melindungi aset kreatif mereka, tetapi juga meningkatkan nilai bisnis dan daya saing di pasar.***
Baca juga: Tips dan Pelindungan Hukum Hak Cipta Bagi Konten Kreator
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU HC”).