Dalam beberapa dekade terakhir, dunia industri tengah menghadapi tantangan besar, bagaimana mempertahankan produktivitas tanpa mengorbankan lingkungan? Di tengah krisis iklim global, polusi udara, dan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, muncul kebutuhan mendesak untuk bertransformasi menuju praktik yang lebih berkelanjutan. Salah satu solusi yang semakin relevan adalah penerapan energi hijau, energi yang bersumber dari sumber daya terbarukan dan ramah lingkungan. Industri hijau menitikberatkan pada efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, mulai dari bahan baku hingga energi dan limbah yang menjadi opsi penting.
Konsep ini tidak hanya menghadirkan solusi lingkungan, tetapi juga membuka peluang inovasi dan daya saing ekonomi di tengah meningkatnya tekanan global terhadap emisi karbon dan kelestarian alam. Indonesia sebagai negara berkembang dengan sektor industri yang terus tumbuh memiliki peluang besar untuk memimpin transisi ini. Pemerintah telah menetapkan berbagai regulasi dan insentif untuk mendorong industri hijau, termasuk penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT). Adopsi energi hijau, seperti energi surya, angin, biomassa, dan energi bersih lainnya dalam sektor industri menawarkan berbagai keuntungan strategis. Mulai dari penurunan biaya operasional, hingga peningkatan citra perusahaan.
Mengenal Konsep Industri Hijau dan Cara Penerapannya
Industri hijau adalah model industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, dengan tujuan menjaga kelestarian fungsi lingkungan dan memberi manfaat bagi masyarakat sekitar. Konsep ini tidak hanya berfokus pada pengurangan limbah dan emisi, tetapi juga mendorong inovasi teknologi rendah karbon dan penggunaan energi terbarukan. Penerapan konsep ini bertujuan untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta memberikan kontribusi positif bagi kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
Dalam sektor manufaktur, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong penerapan prinsip industri hijau melalui pengembangan ekosistem yang diharapkan dapat selaras antara berdaya saing global, sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan dan memenuhi pencapaian target dekarbonasi. Terlebih lagi, Indonesia menunjukkan komitmen yang tinggi dalam mendukung inisiatif global untuk mempercepat peralihan menuju energi bersih.
Komitmen tersebut tercermin dalam penetapan target Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC), yakni dokumen resmi mengenai kontribusi aksi iklim yang telah disampaikan kepada dunia internasional pada tahun 2022. Dalam dokumen tersebut, Indonesia meningkatkan target penurunan emisi gas rumah kaca menjadi 32 persen, dari sebelumnya 29 persen dengan upaya sendiri, dan 43 persen melalui bantuan internasional, dari yang sebelumnya 41 persen.
Penerapan industri hijau menjadi langkah strategis untuk mewujudkan komitmen tersebut. Untuk mewujudkan hal tersebut, terdapat 3 (tiga) pendekatan utama yang dapat diterapkan oleh pelaku industri sebagai acuan dalam transformasi menuju praktik industri hijau, di antaranya:
- Pemilihan bahan baku: Menggunakan bahan yang dapat diperbarui, menghemat air dan energi, serta memastikan keamanan bagi manusia dan lingkungan.
- Penggunaan energi dan teknologi: Mengadopsi teknologi rendah karbon, memanfaatkan energi alternatif seperti tenaga surya dan angin, serta menerapkan konservasi energi.
- Pengelolaan limbah: Menerapkan produksi bersih, daur ulang, dan efisiensi bahan baku untuk mengurangi limbah.
Contoh nyata dari penerapan industri hijau dapat terlihat dari banyaknya perusahaan yang mulai berinvestasi dalam pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, seperti tenaga surya dan biomassa, untuk mendukung operasional pabrik secara mandiri dan ramah lingkungan. Di sektor kelapa sawit dan semen, limbah produksi dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif, mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Industri tekstil di Jawa Barat juga telah mengadopsi teknologi hemat energi dan sistem daur ulang air limbah untuk menekan konsumsi sumber daya.
Selain itu, penggunaan panel surya di atap pabrik menjadi tren di kawasan industri modern, memberikan kontribusi signifikan terhadap pengurangan emisi karbon dan biaya operasional. Tak hanya itu, beberapa pabrik makanan dan minuman memanfaatkan limbah organik untuk menghasilkan biogas yang digunakan kembali dalam proses produksi. Langkah-langkah ini mencerminkan komitmen industri nasional dalam mendukung transisi energi bersih dan menciptakan ekosistem produksi yang lebih berkelanjutan.
Keuntungan Menggunakan Energi Hijau di Industri
Transformasi menuju energi hijau bukan hanya soal kepedulian terhadap lingkungan, tetapi juga strategi bisnis yang cerdas. Berikut adalah beberapa keuntungan utama:
- Efisiensi Biaya Operasional
Menurut Kementerian Perindustrian, sektor manufaktur yang menerapkan energi hijau berhasil menghemat biaya energi hingga Rp3,2 triliun pada tahun 2022. Penggunaan teknologi hemat energi dan sistem pengelolaan limbah yang efisien memungkinkan pengurangan konsumsi listrik, air, dan bahan baku secara berkelanjutan.
- Pengurangan Emisi dan Dampak Lingkungan
Energi hijau seperti tenaga surya, angin, dan biomassa menghasilkan emisi karbon yang jauh lebih rendah dibandingkan bahan bakar fosil, sehingga menjadi solusi strategis dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Sumber energi ini tidak hanya mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar konvensional yang bersifat polutan, tetapi juga mendukung terciptanya sistem energi yang lebih bersih, berkelanjutan, dan ramah lingkungan.
- Peningkatan Citra dan Daya Saing
Industri yang menerapkan praktik berkelanjutan cenderung memiliki reputasi yang lebih baik di mata konsumen dan investor. Hal ini dikarenakan industri tersebut menunjukkan komitmen terhadap tanggung jawab lingkungan, sosial, dan tata kelola yang transparan. Di era meningkatnya kesadaran publik terhadap isu keberlanjutan, konsumen kini lebih memilih produk dari perusahaan yang peduli terhadap dampak ekologis dan sosial dari operasional bisnisnya.
Dari sisi investor, perusahaan yang mengintegrasikan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dianggap lebih mampu mengelola risiko jangka panjang dan menjaga keberlanjutan bisnis. Hal ini menjadikan reputasi berkelanjutan sebagai aset strategis yang tidak hanya meningkatkan loyalitas pelanggan, tetapi juga memperkuat daya tarik terhadap modal dan kemitraan bisnis.
- Kemudahan Perizinan/Insentif
Sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai target bauran energi sebesar 23% pada tahun 2025, pemerintah telah merancang berbagai insentif fiskal dan non-fiskal guna mendorong investasi di sektor Energi Baru dan Terbarukan (EBT), termasuk untuk pelaku industri yang ingin beralih ke sumber energi bersih.
Baca juga: Strategi Pajak dalam Mendorong Transisi Energi Baru Terbarukan di Indonesia
Regulasi Pemerintah Indonesia Terkait dengan Pengembangan Industri Hijau
Pasal 80 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (“UU Perindustrian”) menegaskan bahwa standar industri hijau merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan industri. Pada pasal tersebut telah ditegaskan bahwa Pemerintah tidak hanya mendorong, tetapi juga mewajibkan pelaku industri untuk menerapkan prinsip keberlanjutan dalam proses produksi dan operasionalnya. Secara substansi, pasal ini memberi kewenangan kepada Menteri Perindustrian untuk menyusun dan menetapkan standar industri hijau yang mencakup efisiensi penggunaan sumber daya, pengurangan emisi, pengelolaan limbah, dan penerapan teknologi ramah lingkungan.
Dalam Pasal 80 ayat (4) UU Perindustrian juga tegas menyatakan bahwa Perusahaan Industri yang tidak memenuhi ketentuan standar Industri Hijau dikenai sanksi administratif berupa:
- peringatan tertulis;
- denda administratif;
- penutupan sementara;
- pembekuan izin usaha industri; dan/atau
- pencabutan izin usaha industri.
Penerapan energi baru dan terbarukan (EBT) dalam sektor industri tidak hanya menjadi bentuk kepatuhan terhadap regulasi lingkungan, tetapi juga membuka akses terhadap berbagai insentif yang disediakan oleh pemerintah. Industri yang berkomitmen pada transisi energi bersih berpeluang memperoleh manfaat fiskal dan non-fiskal yang signifikan, termasuk pengurangan pajak, pembebasan bea masuk, dan kemudahan perizinan.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (“Perpres 112/2022”), insentif fiskal sebagai wujud dukungan pemerintah dapat berupa:
- fasilitas pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
- fasilitas impor berupa pembebasan bea masuk impor dan/atau pajak dalam rangka impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan kepabeanan;
- fasilitas pajak bumi dan bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
- dukungan pengembangan panas bumi; dan/atau
- dukungan fasilitas pembiayaan dan/atau penjaminan melalui badan usaha milik negara yang ditugaskan pemerintah.
Industri yang berpartisipasi dalam pengembangan ini dapat memperoleh insentif berupa tax allowance (pengurangan pajak penghasilan hingga 30% dari nilai investasi), tax holiday (pembebasan pajak hingga 20 tahun), serta pembebasan bea masuk untuk impor mesin dan peralatan produksi berbasis EBT.
Lebih lanjut, perusahaan yang aktif dalam pengembangan teknologi energi bersih juga berpeluang mendapatkan akses ke pembiayaan hijau, carbon credit, dan program kemitraan internasional yang mendukung inovasi dan efisiensi energi. Dengan demikian, penerapan EBT bukan hanya memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga menjadi strategi bisnis yang menguntungkan secara jangka panjang dan berkontribusi terhadap pembangunan industri yang berkelanjutan.***
Baca juga: Investasi Hijau, Peluang Emas di Balik Regulasi Energi Baru Nasional
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (“UU Perindustrian”).
- Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan (“Perpres 112/2022”).
Referensi:
- Kemenperin: AIGIS 2025 Wujud Kolaborasi Menuju Transformasi Industri Hijau. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. (Diakses pada 20 Agustus 2025 pukul 10.08 WIB).
- Pengertian Industri Hijau: Penerapan, Konsep, dan Contohnya. Tirto.id. (Diakses pada 20 Agustus 2025 pukul 10.16 WIB).
- Terapkan Industri Hijau, Sektor Manufaktur Hemat Energi Hingga Rp3,2 Triliun. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. (Diakses pada 20 Agustus 2025 pukul 10.26 WIB).
- Penerapan ESG Pengaruhi Daya Tarik Investasi Global di Industri Tambang. Investor.id. (Diakses pada 20 Agustus 2025 pukul 10.42 WIB).