Dalam sistem hukum pidana Indonesia, terdapat mekanisme pengampunan hukum yang menjadi hak prerogatif Presiden, yaitu amnesti dan abolisi. Keduanya sering kali muncul dalam diskursus politik dan hukum, terutama ketika menyangkut tokoh publik atau kasus kasus yang menyita perhatian nasional, namun tidak sedikit masyarakat yang masih rancu dalam membedakan antara amnesti dan abolisi, mengingat keduanya sama-sama berdampak pada penghapusan konsekuensi hukum atas suatu tindak pidana. Padahal, secara hukum, kedua konsep ini memiliki perbedaan yang signifikan, baik dari segi makna, waktu pemberian, maupun dampaknya terhadap pelaku tindak pidana.
Perlu dipahami bahwa pemahaman terhadap kedua instrumen ini bukan hanya penting bagi kalangan hukum, melainkan juga bagi masyarakat umum. Apalagi keduanya kerap digunakan sebagai bentuk respons terhadap dinamika hukum dan kebijakan nasional. Oleh karenanya, mengenali definisi, perbedaan, serta tata cara pemberian amnesti dan abolisi akan membantu membentuk pemahaman masyarakat terkait bagaimana sistem hukum pidana Indonesia bekerja dalam kerangka kewenangan Presiden, dan terkait dengan mekanisme pengawasan oleh lembaga legislatif dan yudikatif. SIP Law Firm akan menguraikan lebih dalam melalui artikel berikut ini!
Pengertian Amnesti dan Abolisi Menurut Hukum Indonesia
Amnesti dan abolisi memiliki dasar hukum yang jelas dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi (“UU Darurat 11/1954”) menyebutkan bahwa:
“Presiden, atas kepentingan Negara, dapat memberikan amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang telah melakukan sesuatu tindakan pidana. Presiden memberi amnesti dan abolisi ini setelah mendapatkan nasihat tertulis dari Mahkamah Agung yang menyampaikan nasihat itu atas permintaan Menteri Kehakiman.”
Sementara itu, dalam Pasal 14 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD NRI 1945”) yang telah mengalami amandemen, diatur secara eksplisit mengenai kewenangan Presiden dalam memberikan pengampunan hukum. Pasal yang semula terdiri dari satu ayat yang berbunyi, “Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi”, kini berubah menjadi dua ayat, yaitu:
- Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
- Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Ketentuan ini menunjukkan bahwa pemberian amnesti dan abolisi bukanlah tindakan sepihak dari Presiden, melainkan harus melalui proses deliberatif yang melibatkan lembaga legislatif. Hal ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dan mencegah penyalahgunaan hak prerogatif. Selain itu, dalam praktiknya, pemberian amnesti dan abolisi juga memerlukan nasihat tertulis dari Mahkamah Agung, sebagaimana diatur dalam UU Darurat 11/1954, yang menyebutkan bahwa nasihat tersebut disampaikan atas permintaan Menteri Kehakiman (saat ini Menteri Hukum dan HAM).
Dengan demikian, Pasal 14 UUD NRI 1945 pasca amandemen memperkuat prinsip checks and balances dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, memastikan bahwa keputusan Presiden dalam memberikan pengampunan pidana tetap berada dalam koridor hukum dan pengawasan institusional.
Secara definisi, amnesti berasal dari bahasa Yunani amnestian yang berarti melupakan. Amnesti dapat dipahami sebagai tindakan Presiden yang menghapus seluruh akibat hukum pidana dari suatu tindak pidana, baik yang telah dijatuhi putusan maupun yang masih dalam proses hukum. Artinya, amnesti tidak hanya menghapus hukuman, tetapi juga memulihkan status hukum individu yang bersangkutan seolah-olah ia tidak pernah melakukan tindak pidana.
Sebaliknya, abolisi adalah tindakan penghentian proses hukum atas tindak pidana yang telah dilakukan, yang berasal dari kata abolition dalam Bahasa Inggris yang artinya penghapusan tuntutan. Dengan kata lain, abolisi hanya menghentikan proses pidana tanpa memberikan penghapusan secara menyeluruh terhadap akibat hukum yang melekat. Hal ini sebagaimana tertera dalam Pasal 4 UU Darurat 11/1954 yang mengatur bahwa:
“Dengan pemberian amnesti semua akibat hukum pidana terhadap orang-orang termaksud dalam pasal 1 dan 2 dihapuskan. Dengan pemberian abolisi maka penututan terhadap orang-orang yang termaksud dalam pasal 1 dan 2 ditiadakan.”
Baca juga: Sanksi Pidana bagi Pelaku Korupsi di Indonesia
Perbedaan antara Amnesti dan Abolisi
Amnesti merupakan bentuk pengampunan yang diberikan kepada perseorangan maupun kelompok yang telah menerima putusan hukuman, khususnya dalam perkara pidana yang mengandung dimensi politik atau sosial. Pengampunan ini bersifat menyeluruh dan memiliki efek menghapus seluruh konsekuensi hukum dari tindak pidana yang dilakukan.
Di sisi lain, abolisi bersifat lebih spesifik dan individual, ditujukan untuk menghentikan proses penegakan hukum terhadap seseorang. Meskipun demikian, abolisi tidak meniadakan kenyataan bahwa tindakan yang bersangkutan tetap tergolong sebagai pelanggaran hukum.
Lebih lanjut, perbedaan antara amnesti dan abolisi dapat dilihat melalui tabel berikut ini:
Aspek | Amnesti | Abolisi |
Waktu pemberian | Amnesti dapat diberikan sebelum, selama, atau setelah proses hukum berlangsung, termasuk setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. | Abolisi umumnya diberikan ketika proses hukum sudah berjalan atau setelah putusan dijatuhkan, dengan tujuan menghentikan penuntutan atau pelaksanaan putusan tersebut. |
Sifat | Bersifat kolektif, yang bisa untuk kelompok besar ataupun individu. | Bersifat individual dan diberikan untuk kasus tertentu. |
Akibat hukum | Hukuman dan akibat hukum dihapuskan sepenuhnya. | Proses hukum dihentikan, seolah tidak pernah terjadi. |
Lalu, Bagaimana Prosedur Pemberian Amnesti dan Abolisi?
Prosedur pemberian amnesti dan abolisi juga mengikuti mekanisme tertentu. Berdasarkan UU Darurat 11/1954, pemberian amnesti atau abolisi dimulai dari:
- Pengusulan oleh Presiden
Presiden dapat mengusulkan pemberian abolisi atau amnesti, baik atas permintaan Menteri Hukum dan HAM maupun berdasarkan pertimbangan politik. - Nasihat Mahkamah Agung (MA)
Sesuai UU Darurat No. 11 Tahun 1954, Presiden wajib memperoleh nasihat tertulis dari MA sebelum mengeluarkan keputusan. - Pertimbangan DPR
DPR memberikan persetujuan atas usulan Presiden. Tanpa persetujuan DPR, pemberian abolisi dan amnesti tidak sah secara konstitusional. - Keputusan Presiden (Keppres)
Setelah mendapat persetujuan DPR dan nasihat MA, Presiden menerbitkan Keppres yang menyatakan pemberian abolisi atau amnesti.
Pemberian amnesti dan abolisi merupakan tindakan hukum yang tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan harus didasarkan pada pertimbangan yang matang dan relevan dengan kondisi sosial, politik, serta prinsip keadilan. Salah satu alasan utama pemberian pengampunan ini adalah pertimbangan politik dan upaya menjaga stabilitas. Dalam konteks ini, amnesti sering diberikan kepada kelompok separatis atau aktivis politik sebagai langkah rekonsiliasi untuk meredakan ketegangan dan menciptakan perdamaian sosial. Selain itu, abolisi juga dapat diberikan sebagai bentuk koreksi terhadap proses hukum yang dinilai tidak adil atau sarat dengan muatan politis.
Pemberian amnesti dan abolisi dapat terlihat dari kasus Tom Lembong dan Hasto di tahun 2025 yang diberikan dengan pertimbangan tertentu dengan mempertimbangkan situasi kondusif negara, khususnya pada seluruh elemen dan kekuatan politik di Indonesia. Pada kasus ini, pemberian amnesti dan abolisi juga mempertimbangan faktor subjektif, di mana Tom Lembong dan Hasto memiliki kontribusi atau prestasi untuk negara.
Dengan memahami bagaimana pemberian amnesti dan abolisi terjadi di Indonesia, publik bisa lebih kritis menilai keputusan politik dan hukum yang diambil negara. Ini bukan hanya soal pengampunan, tapi soal menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap sistem kenegaraan.***
Baca juga: Pemberian Fasilitas Hukum kepada Terpidana sebagai Saksi Pelaku berdasarkan PP 24/2025
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi (“UU Darurat 11/1954”).
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD NRI 1945”).
Referensi:
- Apa Itu Abolisi dan Amnesti, Dua Hak Presiden di Kasus Tom Lembong dan Hasto. HukumOnline. (Diakses pada 4 Agustus 2025 pukul 09.10 WIB).
- Isi Bunyi Pasal 14 UUD 1945, Sebelum dan Sesudah Amandemen. Tirto.id. (Diakses pada 4 Agustus 2025 pukul 09.27 WIB).
- Amnesti, Rehabilitasi, Abolisi, dan Grasi. HukumOnline. (Diakses pada 4 Agustus 2025 pukul 09.44 WIB).
- Apa Perbedaan Abolisi dan Amnesti? Ini Penjelasan Lengkapnya. Kompas.com. (Diakses pada 4 Agustus 2025 pukul 10.04 WIB).
- Apa Perbedaan Mendasar antara Amnesti dan Abolisi. Tempo. (Diakses pada 4 Agustus 2025 pukul 10.42 WIB).
- Alasan Prabowo-DPR Setuju Beri Abolisi untuk Tom Lembong dan Amnesti untuk Hasto. Kompas.com. (Diakses pada 4 Agustus 2025 pukul 11.24 WIB).