Di dunia startup, ide seolah menjadi “mata uang” paling berharga. Banyak startup yang bermula dari ide cemerlang, namun hanya sedikit yang bertahan karena mampu mengamankan aset intelektualnya. Dalam iklim persaingan yang semakin sengit, menjaga hasil inovasi tidak lagi sekadar opsi, melainkan menjadi langkah strategis yang wajib diambil. Tanpa perlindungan yang memadai, aset seperti teknologi, desain produk, maupun identitas merek berisiko disalahgunakan atau ditiru oleh pesaing, yang dapat berujung pada kerugian hukum, hingga kerugian finansial. Di sinilah peran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai tameng hukum sekaligus perlindungan aset bisnis.

HKI hadir sebagai instrumen hukum yang memberikan perlindungan eksklusif atas karya dan inovasi. Bagi pelaku startup, HKI bukan sekadar proses administratif berupa pendaftaran semata, tetapi menjadi strategi menyeluruh yang menyangkut positioning bisnis di pasar, validasi orisinalitas di hadapan mitra dan konsumen, serta peningkatan daya tawar ketika berhadapan dengan investor dan pemberi dana. HKI membantu startup menjabarkan keunikan ide mereka secara terstruktur dan legal, sehingga bukan hanya tampak menarik secara komersial, tetapi juga memiliki legitimasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Lantas, Jenis HKI Apa Saja yang Penting Dipahami oleh Pengusaha Startup?

Setiap startup memiliki karakteristik produk atau jasa yang berbeda, sehingga pendekatan terhadap perlindungan HKI juga akan bervariasi. Berikut adalah jenis-jenis HKI yang paling umum dan relevan untuk sektor startup:

  • Paten

Paten melindungi invensi, baik berupa produk, metode, sistem, maupun proses—yang baru, mengandung langkah inventif, dan dapat diterapkan secara industri. Startup berbasis teknologi (tech startup) sangat bergantung pada perlindungan paten agar tidak direplikasi oleh pemain besar. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten) dijelaskan bahwa:

“Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.”

Terdapat dua jenis paten: (1) paten biasa yang berlaku selama 20 tahun, dan (2) paten sederhana untuk invensi yang bersifat lebih sederhana (misalnya modifikasi dari produk atau proses yang telah ada), dengan masa perlindungan 10 tahun.

  • Merek

Startup membutuhkan identitas yang kuat untuk menembus pasar dan membangun kepercayaan pelanggan di tengah persaingan bisnis yang dinamis. Identitas ini tidak sekadar berwujud nama usaha atau logo, tetapi merupakan representasi dari nilai, visi, dan diferensiasi produk yang ditawarkan. Di sinilah peran merek menjadi krusial. Perlindungan merek menghindarkan dari risiko pembajakan nama usaha yang bisa mengaburkan reputasi dan kepercayaan konsumen.

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG), merek adalah “tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk dua dimensi dan/atau tiga dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari dua atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.”

Merek memberikan perlindungan hukum atas elemen-elemen visual dan verbal seperti nama dagang, simbol, slogan, dan warna khas yang membedakan startup dari kompetitor. Dengan merek yang terdaftar, startup memiliki hak eksklusif untuk menggunakan identitas tersebut secara sah dan melarang pihak lain yang mencoba meniru atau mengambil keuntungan darinya. 

Tanpa perlindungan merek, startup rentan terhadap pembajakan atau penjiplakan nama dan logo, yang bukan hanya menimbulkan konflik hukum tetapi juga berisiko merusak reputasi, membingungkan pasar, dan mengikis kepercayaan konsumen yang telah dibangun dengan susah payah.

  • Hak Cipta

Dalam sektor digital, produk seperti software, karya grafis, musik, video, hingga desain UI/UX dapat dilindungi oleh hak cipta. Perlindungan hak cipta bersifat otomatis sejak karya diwujudkan dalam bentuk nyata dan orisinal, tanpa perlu dilakukan pendaftaran terlebih dahulu. Namun, dalam praktik bisnis dan hukum, pencatatan hak cipta secara formal di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual sangat dianjurkan untuk memperkuat posisi hukum pencipta. Di Indonesia, perlindungan hak cipta diatur melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta).

Pendaftaran ini berfungsi sebagai alat bukti yang sah ketika terjadi sengketa, pembajakan, atau klaim kepemilikan oleh pihak lain. Lebih dari itu, pencatatan hak cipta juga dapat memperkuat portofolio kekayaan intelektual startup, meningkatkan kredibilitas di mata investor, dan membuka peluang komersialisasi seperti lisensi atau waralaba.

  • Desain Industri

Perlindungan hukum melalui desain industri memberikan hak eksklusif kepada startup atas tampilan visual produk mereka, seperti bentuk, konfigurasi, komposisi warna, atau gabungan unsur estetika lain yang digunakan dalam produk fisik maupun digital. Dalam startup, hal ini sangat relevan untuk melindungi kemasan barang konsumen, desain perangkat keras seperti wearable atau gadget, tampilan UI/UX aplikasi, serta elemen visual dari produk fesyen atau alat medis yang memiliki nilai komersial dan daya tarik pasar. 

Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (UU Desain Industri), desain yang baru dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dapat didaftarkan dan memperoleh perlindungan hukum selama 10 tahun sejak tanggal penerimaan permohonan. Pendaftaran desain industri membantu mencegah penjiplakan bentuk produk oleh kompetitor, memperkuat identitas visual startup, serta memberikan potensi komersialisasi melalui lisensi atau ekspansi bisnis secara waralaba, menjadikannya salah satu strategi penting dalam pengelolaan aset kekayaan intelektual startup yang bersifat estetika.

  • Rahasia Dagang

Perlindungan hukum melalui rahasia dagang memberikan lapisan keamanan strategis bagi startup terhadap informasi bisnis yang bersifat rahasia dan memiliki nilai ekonomi, seperti formula produk, algoritma teknologi, strategi pemasaran, data pelanggan, hingga metode operasional yang belum dipublikasikan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (UU Rahasia Dagang), informasi tersebut dilindungi selama dijaga kerahasiaannya dan tidak diketahui oleh umum, tanpa perlu proses pendaftaran formal. 

Dalam praktiknya, startup dapat melindungi rahasia dagang melalui perjanjian kerahasiaan (NDA), pembatasan akses internal, serta sistem keamanan digital. Produk yang umum dilindungi meliputi resep makanan dan minuman, algoritma aplikasi, rencana ekspansi pasar, hingga database pengguna, semuanya menjadi aset tak berwujud yang krusial untuk mempertahankan keunggulan kompetitif dan mencegah penyalahgunaan oleh pihak lain.

Selain memahami jenis HKI yang tepat untuk bisnismu, pemilik usaha juga harus mengetahui strategi tepat dalam perlindungan dan pendaftaran HKI.

Strategi Perlindungan dan Pendaftaran HKI di Indonesia

Prinsip first to file merupakan fondasi utama dalam sistem perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia, khususnya dalam konteks pendaftaran merek dan paten. Dalam sistem ini, hak eksklusif atas suatu merek atau invensi tidak diberikan kepada pihak yang pertama kali menggunakan atau menciptakan, melainkan kepada pihak yang lebih dahulu mengajukan permohonan resmi dan mendapat persetujuan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). 

Konsekuensinya, siapa pun dapat kehilangan hak atas karya atau inovasi mereka jika terlambat dalam melakukan pendaftaran, bahkan meskipun telah digunakan secara aktif dalam kegiatan bisnis. Hal ini menjadikan strategi pendaftaran HKI sebagai prioritas utama yang harus dipahami dan diterapkan oleh pelaku startup, sejak tahap awal pengembangan ide, produk, atau layanan. Dengan menyusun peta aset intelektual dan melakukan pendaftaran secara sistematis, startup dapat menghindari potensi konflik hukum, memperkuat klaim kepemilikan, dan mengamankan daya saing bisnis di pasar. Selain itu, pendaftaran HKI secara dini juga membuka jalan untuk komersialisasi, lisensi, dan akses pembiayaan berbasis kekayaan intelektual.

Baca juga: Tips Memilih Konsultan HKI untuk Pengurusan Paten

HKI sebagai Aset Bisnis dan Permodalan

Lebih dari sekadar perlindungan hukum, HKI adalah aset tak berwujud (intangible asset) yang dapat memberikan nilai ekonomi nyata. Startup yang memiliki portofolio HKI terkelola dengan baik akan memiliki daya tarik tinggi di mata investor, serta peluang lebih besar untuk ekspansi dan pendanaan.

Sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif (PP 24/2022), pemerintah membuka peluang bagi pelaku usaha kreatif (termasuk startup) untuk menggunakan HKI sebagai jaminan fidusia. Ini menjadi peluang besar bagi startup yang memiliki paten atau merek terdaftar untuk mengakses pembiayaan dari perbankan dan lembaga keuangan. Dalam Pasal 7 ayat (1) dan (2) PP 24/2022 dijelaskan bahwa:

  • Pembiayaan berbasis Kekayaan Intelektual diajukan oleh Pelaku Ekonomi Kreatif kepada lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan nonbank;
  • Persyaratan pengajuan Pembiayaan berbasis Kekayaan Intelektual paling sedikit terdiri atas:
  • proposal Pembiayaan;
  • memiliki usaha Ekonomi Kreatif;
  • memiliki perikatan terkait Kekayaan Intelektual produk Ekonomi Kreatif; dan
  • memiliki surat pencatatan atau sertifikat Kekayaan Intelektual.

Bagi startup, ini membuka jalan baru untuk memperoleh modal kerja tanpa harus mengandalkan aset fisik seperti properti atau inventaris. Dengan adanya sertifikat atau surat pencatatan HKI yang sah, pelaku usaha dapat mengajukan pembiayaan melalui skema fidusia, yang memungkinkan lembaga keuangan melakukan verifikasi, penilaian nilai HKI, dan pencairan dana sesuai dengan perjanjian. Hal ini memperlihatkan bahwa HKI bukan semata dokumen hukum, melainkan fondasi strategis yang menentukan daya saing, keberlanjutan, dan pertumbuhan startup. Pengusaha rintisan harus sejak awal mampu mengidentifikasi, mendaftarkan, dan mengelola kekayaan intelektualnya dengan pendekatan yang sistematis.***

Baca juga: Pahami Hakmu, Lindungi Karyamu! Ini Pentingnya Hak Moral dan Hak Ekonomi bagi Pencipta

Daftar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten). 
  • Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG).
  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta).
  • Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (UU Desain Industri).
  • Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (UU Rahasia Dagang).
  • Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif (PP 24/2022).

Referensi: