Startup yang dimiliki sebagian besar pelaku usaha khususnya UMKM masih memandang legalitas sebagai hal yang dapat ditunda atau bahkan tidak perlu diperhatikan. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM, tercatat bahwa sekitar 60 juta UMKM di Indonesia masih menjalankan bisnisnya tanpa legalitas resmi. Tanpa status hukum yang jelas, bisnis akan berisiko menghadapi berbagai kendala, seperti kesulitan dalam memperoleh pendanaan, tantangan dalam membangun kemitraan strategis, serta kemungkinan terhenti akibat ketidaksesuaian dengan regulasi yang berlaku. 

Legalitas usaha bukan sekadar kebutuhan formalitas administratif, melainkan sebagai bentuk pengakuan negara terhadap eksistensi suatu entitas bisnis. UMKM seperti startup yang telah memiliki legalitas tidak hanya memperoleh kepercayaan dari investor dan mitra bisnis, tetapi juga mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan kegiatan usahanya. 

Legalitas Usaha sebagai Perlindungan Hukum bagi Startup

Legalitas usaha menjadi payung hukum bagi startup, terutama dalam bentuk pendirian badan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT). Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”) sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (“UU Cipta Kerja”).  

Pendirian PT memberikan perlindungan hukum yang konkret kepada startup yang telah berbentuk PT. Dengan status badan hukum, startup memiliki entitas hukum tersendiri, sehingga tanggung jawab perusahaan terbatas pada kekayaan perseroan, bukan kekayaan pribadi pemilik. Diatur dalam Pasal 109 ayat (1) angka (1) UU Cipta Kerja bahwa:

“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau badan hukum perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai usaha mikro dan kecil.”

Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia dan memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada Menteri Hukum dan HAM dan mendapat bukti pendaftaran, sebagaimana diatur dalam Pasal 109 ayat (2) UU Cipta Kerja. 

Selain itu, pemilik usaha juga harus memiliki Perizinan Berusaha yang disesuaikan dengan tingkat risiko usaha, baik rendah, menengah rendah, menengah tinggi, dan tinggi. Diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (“PP 5/2021”) bahwa Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. Pemilik usaha wajib mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Sertifikat Standar sebelum menjalankan usahanya agar sesuai dengan regulasi yang berlaku. 

Manfaat Legalitas bagi Startup

Mengurus legalitas usaha sejak awal memberikan sejumlah kelebihan strategis bagi startup, baik dalam aspek bisnis, operasional, maupun akses permodalan. Legalitas membuka peluang lebih luas untuk menjalin kerja sama dengan pihak ketiga, termasuk investor, lembaga keuangan, hingga pemerintah.

Pertama, legalitas usaha meningkatkan kredibilitas startup di mata investor. Banyak investor, baik lokal maupun asing, yang mensyaratkan status badan hukum dan dokumen legal sebagai prasyarat pendanaan. Tanpa legalitas, peluang mendapatkan pendanaan akan semakin kecil.

Kedua, startup yang berbadan hukum dapat membuka rekening bank atas nama perusahaan, mengakses fasilitas pinjaman usaha, serta mengikuti tender proyek pemerintah. Hal ini sangat penting bagi startup yang ingin memperluas skala bisnis dan menjangkau pasar yang lebih besar.

Ketiga, legalitas juga mempermudah dalam pengelolaan internal, seperti pengangkatan direksi, pengaturan kepemilikan saham, serta pengendalian struktur organisasi. UU PT memberikan kerangka yang jelas mengenai struktur dan wewenang dalam perseroan, sehingga meminimalkan konflik antar pendiri startup.

Keempat, legalitas membuka akses terhadap berbagai insentif dan program dari pemerintah yang ditujukan untuk mendukung pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), termasuk startup. Beberapa program memerlukan Nomor Induk Berusaha (NIB), Izin Usaha, dan dokumen hukum lainnya sebagai syarat utama.

Aspek Penting HKI bagi Startup

Selain aspek legalitas badan usaha, perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan elemen penting lainnya dalam membangun fondasi hukum yang kokoh bagi startup. Identitas bisnis startup seperti nama dagang, logo, slogan, produk inovatif, hingga perangkat lunak memerlukan perlindungan hukum melalui pendaftaran HKI.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 1 angka 1 menyebutkan:

“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk dua dimensi dan/atau tiga dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari dua atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.”

Startup yang tidak mendaftarkan merek usahanya berisiko tinggi menghadapi sengketa merek, seperti penggunaan nama usaha oleh pihak lain atau pemalsuan produk. Pendaftaran merek memberikan hak eksklusif dan perlindungan hukum terhadap penggunaan identitas bisnis yang telah didaftarkan.

Selain itu, banyak startup berbasis teknologi yang menciptakan perangkat lunak, aplikasi, atau sistem baru. Produk semacam ini dapat dilindungi melalui hak cipta, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pendaftaran hak cipta atas perangkat lunak memberikan perlindungan hukum terhadap pembajakan dan penggunaan ilegal oleh pihak lain.

HKI juga memainkan peran penting dalam valuasi bisnis. Investor akan lebih percaya berinvestasi pada startup yang telah memiliki portofolio HKI, karena menunjukkan adanya aset tidak berwujud yang bernilai ekonomi dan dapat dikomersialisasikan.

Legalitas usaha bagi startup merupakan pondasi penting dalam membangun bisnis yang berkelanjutan, terpercaya, dan terlindungi secara hukum. Melalui pendirian badan hukum seperti berbentuk PT, startup mendapatkan pengakuan hukum, perlindungan terhadap tanggung jawab pribadi, serta kemudahan dalam mengakses permodalan dan kerja sama bisnis. Pengurusan legalitas juga mencerminkan profesionalisme dan komitmen pendiri startup terhadap pertumbuhan usaha yang sehat.

Di samping itu, perlindungan HKI menjadi instrumen vital dalam menjaga keunikan dan orisinalitas identitas bisnis startup. Pendaftaran merek, hak cipta, dan kekayaan intelektual lainnya memberikan perlindungan dari sisi hukum dan ekonomi, serta memperkuat posisi startup di pasar dan hadapan investor.***

Daftar Hukum:

Referensi: