Di tengah percepatan transformasi digital, sektor kesehatan menjadi salah satu bidang yang paling terdampak sekaligus paling menjanjikan untuk berinovasi. Perkembangan teknologi blockchain mulai merambah di berbagai sendi kehidupan manusia, termasuk dalam dunia kesehatan. Salah satu aspek krusial dalam transformasi ini adalah pengelolaan rekam medis yang selama ini identik dengan tumpukan dokumen fisik dan sistem informasi yang terfragmentasi. Salah satu penerapan utamanya ada pada sistem rekam medis elektronik (electronic medical records/EMR).

Namun, digitalisasi data kesehatan juga menimbulkan tantangan baru, khususnya dalam hal perlindungan privasi dan keamanan informasi pasien. Seiring dengan meningkatnya kekhawatiran akan risiko kebocoran dan penyalahgunaan data medis, keunggulan teknologi blockchain hadir sebagai solusi potensial yang menawarkan pendekatan baru dalam menjaga keamanan informasi kesehatan. Dengan karakteristik desentralisasi, transparansi, dan ketidakberubahan data, blockchain menawarkan pendekatan baru dalam pengelolaan rekam medis yang lebih aman, efisien, dan berorientasi pada kendali pasien. 

Mengenal Teknologi Blockchain dan Relevansinya dalam Rekam Medis 

Salah satu keunggulan utama teknologi blockchain terletak pada kemampuannya dalam menjaga keamanan data secara menyeluruh. Teknologi ini menyimpan informasi dalam rangkaian blok yang saling terhubung dan dilindungi oleh enkripsi, di mana setiap blok harus melalui proses validasi sebelum ditambahkan ke jaringan. Mekanisme ini membuat upaya modifikasi atau perusakan data menjadi hampir mustahil tanpa terdeteksi. Dalam rekam medis, hal ini memungkinkan penyimpanan informasi pasien, seperti hasil diagnosis, riwayat pengobatan, hingga resep obat akan aman dari manipulasi. Tingkat keamanan ini pun tak hanya melindungi data dari ancaman eksternal seperti peretasan, tetapi juga membangun kepercayaan antara pasien dan tenaga kesehatan. 

Selain soal keamanan dan perlindungan data yang kuat, teknologi blockchain juga mendukung kemudahan pertukaran informasi kesehatan antara fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) seperti rumah sakit, klinik, apotek, dan penyedia layanan lainnya. Dalam sistem konvensional, data pasien kerap tersebar di berbagai tempat yang sulit diakses secara cepat saat dibutuhkan. Melalui blockchain, seluruh informasi medis dapat diakses secara lebih mudah oleh pihak-pihak yang telah memperoleh persetujuan dari pasien, seperti dokter, apotek, maupun pihak perusahaan asuransi. 

Penggunaan teknologi blockchain memberikan rasa aman yang lebih besar bagi pasien karena informasi medis mereka terlindungi dari akses pihak-pihak yang tidak berwenang, sekaligus memungkinkan tenaga medis dan fasilitas kesehatan untuk memperoleh data yang dibutuhkan secara cepat dan efisien dalam proses diagnosis maupun perawatan. 

Lalu, Bagaimana Legalitas Penerapan Blockchain dalam Rekam Medis di Indonesia?

Hingga saat ini, belum terdapat peraturan perundang-undangan di Indonesia yang secara eksplisit mengatur atau melarang penggunaan teknologi blockchain dalam sistem rekam medis. Artinya, blockchain masih memungkinkan diterapkan dalam sektor kesehatan selama tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, khususnya terkait penyelenggaraan rekam medis elektronik atau pun perlindungan data pribadi. 

Terlebih, melalui Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis (Permenkes 24/2022), pemerintah pun telah mewajibkan rekam medis elektronik diterapkan dalam fasilitas pelayanan kesehatan yakni sebagai berikut:

  1. Tempat praktik mandiri dokter, dokter gigi, dan/atau Tenaga Kesehatan lainnya;
  2. Puskesmas;
  3. Klinik;
  4. Rumah sakit;
  5. Apotek;
  6. Laboratorium kesehatan;
  7. Balai; dan
  8. Fasilitas Pelayanan Kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Kewajiban ini menunjukkan bahwa pemerintah mendorong adopsi sistem digital yang terintegrasi dan aman dalam pengelolaan data medis. Selama teknologi blockchain dapat memenuhi prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam Permenkes 24/2022 seperti keamanan, kerahasiaan, keutuhan, dan interoperabilitas data, maka penggunaannya dalam sistem rekam medis dapat dianggap sah secara hukum.

Namun, penerapan blockchain juga harus memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), yang mengatur hak-hak subjek data dan kewajiban pengendali data, terutama dalam konteks data kesehatan yang dikategorikan sebagai data pribadi yang bersifat spesifik. Oleh karena itu, meskipun belum diatur secara eksplisit, penggunaan blockchain tetap harus tunduk pada prinsip-prinsip perlindungan data pribadi dan tata kelola sistem informasi kesehatan yang berlaku di Indonesia.

Baca juga: Menelisik Keamanan Data Pribadi Pasien di Era Digital Melalui Rekam Medis Elektronik

Mengapa Keamanan Data Medis Itu Penting?

Data medis mencakup informasi pribadi yang sangat sensitif, mulai dari riwayat penyakit, hasil pemeriksaan laboratorium, hingga catatan pengobatan yang menjadi dasar pengambilan keputusan klinis. Ketika data ini bocor atau disalahgunakan, konsekuensinya bisa sangat merugikan. Risiko yang muncul tidak hanya sebatas pencurian identitas untuk klaim asuransi palsu, tetapi juga manipulasi informasi medis yang dapat membahayakan keselamatan pasien, serta eksploitasi data untuk kepentingan komersial tanpa persetujuan yang sah.

Di tengah semakin kompleksnya ekosistem layanan kesehatan digital, perlindungan terhadap keamanan dan kerahasiaan data medis menjadi hal yang sangat penting. Tingkat kepercayaan pasien terhadap sistem kesehatan sangat ditentukan oleh kemampuan penyedia layanan dalam menjaga data pribadi dari akses yang tidak sah. Oleh karena itu, menjaga kerahasiaan informasi medis tidak hanya menjadi kewajiban yang diatur oleh hukum, tetapi juga mencerminkan komitmen etis dan tanggung jawab institusional dalam memberikan layanan yang aman dan terpercaya. 

Selain itu, belum adanya regulasi khusus yang mengatur tata kelola blockchain dalam sistem kesehatan menimbulkan ketidakpastian hukum. Hal ini mencakup aspek tanggung jawab hukum apabila terjadi pelanggaran data, mekanisme audit dan pengawasan, serta standar interoperabilitas dengan sistem nasional seperti SATU SEHAT. Menurut Wahyu Andrianto, seorang konsultan hukum kesehatan, tantangan regulasi menjadi penghalang utama dalam adopsi blockchain di sektor kesehatan, meskipun teknologi ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan integritas dan keamanan data pasien secara menyeluruh.

Dengan demikian, meskipun secara prinsip hukum blockchain tidak dilarang, penerapannya dalam sektor kesehatan membutuhkan kerangka regulasi yang lebih spesifik dan teknis. Pemerintah, regulator, dan pelaku industri perlu berkolaborasi untuk merumuskan pedoman tata kelola blockchain yang sejalan dengan prinsip perlindungan data pribadi, sekaligus mendorong inovasi teknologi yang aman dan bertanggung jawab.***

Baca juga: Implementasi dan Regulasi Teknologi Blockchain di Indonesia

Daftar Hukum:

  • Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis (Permenkes 24/2022).
  • Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

Referensi:

  • Blockchain untuk Keamanan Data Rekam Medis. Klikmedia. (Diakses pada 10 Juli 2025 pukul 10.04 WIB). 
  • Ramadhani, K. (2024). Penerapan Teknologi Blockchain dalam Sistem Manajemen Kesehatan Elektronik. Jurnal Sosial Dan Teknologi (SOSTECH), 4(2), 116–119.  (Diakses pada 10 Juli 2025 pukul 10.04 WIB). 
  • Penggunaan Teknologi Blockchain dalam Rekam Medis Elektronik. Binus University. (Diakses pada 10 Juli 2025 pukul 10.11 WIB). 
  • Blockchain untuk Keamanan Data Medis Melindungi Privasi di Era Kesehatan Digital. RekamMedis.id. (Diakses pada 10 Juli 2025 pukul 12.04 WIB). 
  • Blockchain sebagai Revoluasi Data Kesehatan dan Tantangan Regulasinya. Kumparan. (Diakses pada 10 Juli 2025 pukul 10.41 WIB).