Oleh: Wikanto Arif Nugroho, S.H.

 

Pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang mengubah sebagian ketentuan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), perusahaan dan pekerja/buruh perlu mencermati pengaturan terbaru tentang penyerahan oleh perusahaan atas sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain, yakni sebagaimana termuat pada UU Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah pelaksana UU Cipta Kerja yakni Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 yang di Undangkan pada Februari 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja (“PP 35/2021”), dimana melalui ketentuan tersebut Pemerintah juga mengubah istilah Outsourcing menjadi Alih Daya.

Ketentuan mengenai Outsourcing sebelumnya diatur dalam Pasal 64 sampai dengan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan. Pasal 64 UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui dua jenis/tipe alih daya (outsourcing) yaitu pemborongan pekerjaan (job supply) atau penyediaan jasa pekerja/buruh (labor supply). Pasal 65 dan Pasal 66 kemudian membahas pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh secara berturut-turut termasuk jenis dan syarat pekerjaan penunjang yang dapat diborongkan atau kegiatan jasa penunjang yang dapat dilakukan penyediaan jasa pekerja/buruh. Pasal 65 dan Pasal 66 juga mengatur konsekuensi dari tidak dipenuhinya persyaratan penyerahan sebagian pekerjaan, yaitu beralihnya hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

Lebih lanjut, pembatasan dan persyaratan kegiatan/jasa penunjang yang dapat dilakukan secara Outsourcing sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain sebagaimana diubah kedua kalinya dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. (“Permenaker Outsourcing”)

Merujuk kepada UU Ketenagakerjaan dan Peraturan mengenai Outsourcing sebelum berlakunya UU Cipta Kerja dan PP 35/2021, untuk pemborongan pekerjaan, maka perusahaan harus melaporkan terlebih dahulu jenis kegiatan penunjang yang akan diserahkan ke perusahaan penerima pemborongan pekerjaan kepada Dinas Tenaga Kerja daerah tempat pekerjaan dilakukan (“Disnaker”), setelah itu perjanjian pemborongan pekerjaan perlu didaftarkan ke Disnaker. Sedangkan untuk penyediaan jasa pekerja/buruh, pengusaha hanya dapat menyerahkan sebagian kegiatan penunjang mereka kepada pengusaha penyedia jasa pekerja/buruh untuk 5 jenis kegiatan penunjang yaitu: jasa keamanan; catering; angkutan bagi pekerja/buruh; cleaning services; dan kegiatan jasa penunjang dalam sektor perminyakan dan pertambangan, kemudian pengusaha perlu melakukan pendaftaran perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh kepada Disnaker untuk dilakukan pemantauan. Selain itu, perusahaan pemborongan hanya dapat menerima pengalihan pekerjaan untuk kegiatan penunjang (non-core) yang ditetapkan berdasarkan alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan oleh asosiasi sektor usaha yang bersangkutan. Terkait izin, perusahaan alih daya baik pemborongan atau penyedia jasa pekerja/buruh harus mendapatkan izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

Pasca berlakunya UU Cipta Kerja dan PP 35/2021, apa yang berubah? Pasal 64 dan Pasal 65 UU Ketenagakerjaan dihapuskan dan pengaturan penyediaan jasa pekerja/buruh dalam pasal 66 diubah menjadi pengaturan tentang hubungan kerja antara perusahaan Alih Daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya, dengan demikian UU Cipta Kerja menghapus pembagian Alih Daya ke dalam jenis pemborongan pekerjaan atau jenis penyediaan jasa pekerja/buruh. UU Cipta Kerja juga menghapuskan pasal-pasal dalam UU Ketenagakerjaan yang mengatur tentang syarat serta pembatasan jenis pekerjaan penunjang dan/atau kegiatan jasa penunjang yang dapat secara sebagian diserahkan kepada perusahaan lain.

Namun, apakah lantas semua jenis kegiatan menjadi terbuka untuk dilakukan Alih Daya? Ternyata kita perlu melihat bagaimana status Permenaker Outsourcing setelah UU Cipta Kerja dan PP 35/2021. Peraturan perundang-undangan hanya mungkin dicabut oleh peraturan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi. Apakah UU Cipta Kerja dan PP 35/2021 mencabut Permenaker Outsourcing? Dalam ketentuan penutup, baik UU Cipta Kerja dan PP 35/2021, tidak pernah mencabut Permenaker Outsourcing maka Pelaku Usaha dan pihak yang berkepentingan masih perlu untuk memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Permenaker tersebut dalam pelaksanaan menyerahkan sebagaian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan Alih Daya.

Bagaimana dengan isi PP 35/2021?

PP 35/2021 mengatur Alih Daya dalam Bab III Pasal 18 sampai dengan Pasal 20. PP 35/2021 mengatur tentang hubungan kerja antara perusahaan Alih Daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakan, yang didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PWKT) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) yang dibuat secara tertulis. PP 35/2021 juga mengatur tentang upah, kesejahteraan, syarat kerja, dan perselisihan yang timbul dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan Alih Daya. PP 35/2021 juga mengatur tentang syarat pengalihan perlindungan hak bagi pekerja/buruh yang berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) apabila terjadi pergantian perusahaan Alih Daya dan sepanjang objek pekerjaannya tetap ada. Syarat pengalihan pelindungan hak tersebut merupakan jaminan atas kelangsungan bekerja bagi pekerja/buruh yang tanggung jawabnya ada pada perusahaan Alih Daya. PP 35/2021 juga mengatur bahwa perusahaan Alih Daya wajib berbentuk Badan Hukum dan wajib memenuhi perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.

Perihal perizinan, sebelumnya diatur bahwa izin perusahaan Alih Daya (job supply/labor supply) diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, sedangkan setelah UU Cipta Kerja dan PP 35/2021, izin perusahaan Alih Daya, dalam bentuk perizinan berusaha, diberikan oleh Pemerintah Pusat berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria perizinan berusaha yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat (NSPK).

Untuk lebih memudahkan, dapat dilihat pada tabel berikut mengenai perbandingan pengaturan Alih Daya pada UU Ketenagakerjaan sebelum dan sesudah UU Cipta Kerja dan PP 35/2021.

Sebelum UU Cipta Kerja dan PP 35/2021Setelah UU Cipta Kerja dan PP 35/2021
Syarat pekerjaan yang diserahkan/dialih dayakan

1.      Pemborongan pekerjaan:

a.      Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;

b.      Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;

c.       Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan

d.     Tidak menghambat proses produksi secara langsung;

2.      Penyedia jasa pekerja/buruh:

a.      Dilarang untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi

b.      Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

c.       Perjanjian kerja adalah PKWT yg memenuhi syarat pada UU Ketenagakerjaan (sebelum  diubah dalam UU Cipta Kerja) atau PKWTT yang dibuat secara tertulis;

d.     Syarat perlindungan upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta tanggung jawab atas perselisihan yang timbul pada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan

e.      Perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis.

Syarat alih daya (beban ada pada perusahaan alih daya):

a.    Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakan, didasarkan pada PKWT atau PKWTT secara tertulis;

b.   Perlindungan pekerja/buruh, upah, kesejahteraan, syarat kerja, dan perselisihan yang timbul dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya (diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama); dan

c.    Apabila PKWT, maka perusahaan alih daya dalam perjanjiannya dengan pekerja/buruh wajib mencantumkan syarat pengalihan perlindungan hak-hak bagi buruh ketika terjadi penggantian perusahaan alih daya sepanjang obyek pekerjaannya masih ada.

Izin diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaanPerizinan berusaha diterbitkan oleh Pemerintah Pusat

 

Baca Juga: Catatan Penting Sektor Ketenaga Kerjaan setelah pengesahan UU  Cipta Kerja

 

 

Referensi

  1. Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
  2. Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksana Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.
  4. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Trasmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja.