Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayarann Utang (PKPU) terdapat asas yang dinamakan “going concern”. Istilah ini biasa digunakan dalam bidang akuntansi yang berkaitan dengan laporan keuangan (financial statement) suatu perusahaan (entity) yang dibuat oleh akuntan publik.

Para ahli umumnya sependapat bahwa keadaan going concern dalam praktik bisnis digunakan sebagai parameter dalam memperkirakan kemampuan suatu entitas untuk mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu tertentu. Ketentuan ini juga memungkinkan kelanjutan atau mempertahankan perusahaan Debitur berdasarkan usulan yang diajukan oleh Kreditor atau Kurator sebagaimana diatur dalam Pasal 179 Ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang PKPU.

Pada hakikatnya, kepailitan berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 tentang PKPU, adalah suatu kondisi dimana harta suatu perusahaan dinyatakan dalam sita umum yang pengurusan dan pemberesannya menjadi kewenangan Kurator atau Balai Harta Peninggalan (BHP) atau perseorangan yang diangkat oleh pengadilan, dibawah pengawasan Hakim Pengawas.

Dengan kata lain, kepailitan adalah suatu upaya untuk mengatasi permasalahan yang timbul jika harta kekayaan Debitur tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban kepada Kreditur dengan memberikan penyelesaian secara adil, seimbang, bermanfaat, dan memberikan jaminan kepastian hukum bagi para Kreditur.

Michael C. Dennis dalam artikel “The Going Concern and The Auditor’s Opinion Letter” mengemukakan 9 indikator bagi para akuntan untuk tidak memberikan opini going concern jika ditemukan kondisi-kondisi sebagai berikut ;

  1. arus uang kas minus;
  2. mengalami kerugian secara signifikan;
  3. penurunan serius dalam penjualan dan permintaan;
  4. tidak dapat membayar utang kepada kreditur separatis;
  5. pelanggaran kesepakatan perjanjian pinjaman;
  6. ada kewajiban besar yang harus dilaksanakan pembayarannya sebelum jatuh tempo;
  7. terjadi pengembalian produk secara massal;
  8. hak gadai pajak yang ditanggung perusahaan;
  9. ada gugatan hukum yang diajukan terhadap perusahaan, khususnya gugatan cedera pribadi

Berbeda dengan ketentuan Pasal 180 ayat 1 UU 37 Tahun 2004 tentang PKPU, Kurator tidak membutuhkan ahli untuk menilai apakah usaha Debitur masih bisa dilanjutkan atau tidak. Adanya usulan going concern yang disampaikan oleh Kurator atau Kreditur hanya membutuhkan persetujuan dari Kreditor yang mewakili lebih dari setengah seluruh jumlah piutang yang diakui dan diterima sementara, yang tidak dijamin hak agunan atas kebendaan.

Berita acara rapat Kreditor terhadap persetujuan atas usulan going concern dapat dilihat para pihak yang berkepentingan di bagian Kepaniteraan Pengadilan setelah 7 hari pelaksanaan rapat Kreditor.

Pada praktiknya, permintaan going concern dapat diajukan oleh Debitur atas pertimbangan subjektif Debitur dengan mempertimbangkan kelayakan usahanya. Upaya ini dilakukan agar Debitor dapat lebih optimal membayar utangnya kepada para Kreditor.

Going concern dalam proses kepailitan pada dasarnya dilakukan sebagai upaya menjaga dan/atau meningkatkan harta pailit, khususnya aset-aset milik Debitur. Hal ini dilakukan agar nilai aset Debitur dapat meningkat atau tidak mengalami penyusutan. Khususnya apabila banyak dari aset-aset Debitur yang bersifat aset dengan special purpose.

Aset special purpose adalah aset dominan pada saat perusahaan itu beroperasi, misalnya mesin-mesin produksi. Aset special purpose ini nilainya bergantung fungsi mesin-mesin tersebut.

Upaya going concern dilaksanakan agar aset-aset Debitur tetap berfungsi dengan baik dan bernilai. Apabila Hakim Pengawas menyatakan bahwa hasil dari going concern Debitor Pailit memiliki cukup uang tunai, maka Kurator diperintahkan untuk membagikannya kepada seluruh Kreditur dengan asas  pari passu pro rata parte.  Penjelasan Pasal 176 huruf a UU 37 Tahun 2004 tentang PKPU menerangkan bahwa yang dimaksud “pro rata” adalah pembayaran menurut besar kecilnya piutang masing-masing Kreditur.

Kapan going concern berakhir? Undang-undang tidak mengatur mengenai jangka waktu pelaksanaan going concern. Namun apabila ternyata dilanjutkannya perusahaan Debitur justru merugikan harta pailit, going concern dapat dihentikan atas permintaan Kreditor atau Kurator dan atas perintah Hakim Pengawas berdasarkan Pasal 183 ayat 1 UU 37/2004.

Dengan dihentikannya going concern, maka proses pemberesan kepailitan (dalam hal ini penjualan) kembali dilanjutkan oleh Kurator. Hasil penjualan itu akan dibagikan kepada para Kreditur dengan memuat dafar rincian penerimaan dan pengeluaran termasuk upah Kurator dan jumlah yang diterima masing-masing Kreditur sesuai sifat piutangnya  berdasarkan Pasal 189 ayat 2 UU 37/2004.

 

Author / Contributor:

 Caesar Aidil Fitri, S.H., CLA

Senior Associate

Contact:

Mail       : caesar@siplawfirm.id

Phone    : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975