Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana telah menandatangani dua peraturan terkait Pegawai Negeri Sipil (PNS), yakni Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 2 Tahun 2019 dan Peraturan BKN Nomor 5 Tahun 2019.
Bima menandatangani Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 2 Tahun 2019 tentang Tata Cara Masa Persiapan Pensiun pada 26 Maret lalu. Aturan ini dbuat dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 350 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dan untuk mempersiapkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) agar menikmati masa setelah pensiun dengan produktif, sehat, dan bahagia.
Peraturan ini menyebutkan bahwa PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun (BUP) sebelum diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan hak pensiun dapat mengambil masa persiapan pensiun dan dibebaskan dari Jabatan ASN (Aparatur Sipil Negara).
Selama masa persiapan pensiun tersebut PNS yang bersangkutan mendapat uang masa persiapan pensiun sebesar 1 (satu) kali penghasilan PNS terakhir yang diterima. Namun dalam hal alasan kepentingan dinas yang mendesak, permohonan masa persiapan pensiun dapat ditolak atau ditangguhkan.
Permohonan untuk dapat mengambil masa persiapan pensiun dapat diusulkan secara tertulis kepada:
a. Presiden melalui PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian) bagi PNS yang menduduki jabatan pimpinan tinggi utama, jabatan pimpinan tinggi madya, dan jabatan fungsional ahli utama, atau
b. melalui PPK melalui Pejabat yang Berwenang (PyB) bagi PNS yang tidak menduduki jabatan pimpinan tinggi utama, jabatan pimpinan tinggi madya, dan jabatan fungsional ahli utama.
Selanjutnya, Presiden atau PPK dapat menetapkan pemberian, penolakan, atau penangguhan masa persiapan pensiun. Sebelum Presiden atau PPK menetapkan pemberian masa persiapan pensiun, PPK/PyB memastikan bahwa PNS yang mengajukan permohonan masa persiapan pensiun:
a. tidak sedang dalam proses pemeriksaan pelanggaran disiplin;
b. tidak sedang dalam proses peradilan karena diduga melakukan tindak pidana kejahatan; dan
c. telah menyelesaikan pekerjaan atau tidak terdapat kepentingan dinas mendesak yang harus dilaksanakan oleh PNS yang bersangkutan.
Peraturan yang kedua adalah Peraturan BKN Nomor 5 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Mutasi yang ditandatangani pada 4 April 2019. Aturan ini dibuat dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 197 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Mutasi dapat dilakukan atas dasar kesesuaian antara kompetensi PNS dengan persyaratan jabatan, klasifikasi jabatan dan pola karier dengan memperhatikan kebutuhan organisasi, dan dengan memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan.
Aspek yang perlu diperhatikan oleh Intansi Pemerintah dalam menyusun perencanaan mutasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungannya, antara lain:
a. kompetensi;
b. pola karier;
c. pemetaan pegawai;
d. kelompon rencana suksesi (talent pool);
e. perpindahan dan pengembangan karier;
f. penilaian prestasi kerja/kinerja dan perilaku kerja;
g. kebutuhan organisasi; dan h. sifat pekerjaan teknis atau kebijakan tergantung pada klasifikasi jabatan.
Adapun jenis mutasi, antara lain: a. mutasi PNS dalam satu Instansi Pusat atau Instansi Daerah; b. mutasi PNS antar kabupatan/kota dalam satu provinsi; c. mutasi PNS antar kabupatan/kota antar provinsi, dan antar provinsi; d. mutasi PNS provinsi/kabupaten/kota ke Intansi Pusat atau sebaliknya; e. mutasi PNS antar Instansi Pusat; dan f. mutasi ke perwakilan NKRI di luar negeri.
Selain mutasi karena tugas dan/atau lokasi sebagaimana dimaksud, menurut Peraturan ini, PNS dapat mengajukan mutasi tugas dan/atau lokasi atas permintaan sendiri.
Sumber: