Oleh: R. Yudha Triarianto Wasono, S.H., M.H.
Kelahiran regulasi di Indonesia yang mengatur transaksi perdagangan elektronik atau yang biasa dikenal dengan e-commerce sudah ditunggu-tunggu sejak beberapa tahun terakhir. Puncaknya, pada bulan November 2019 pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 (PP 80/2019) tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP PMSE). Pembentukan Peraturan Pemerintah ini memang sudah dimandatkan sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU 7/2014), tepatnya diatur dalam Pasal 66.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup pengaturan dalam PP 80/2019 dapat dikatakan cukup luas, karena tidak hanya terfokus pada kegiatan transaksi e-commerce, tetapi sampai pada ranah perlindungan data pribadi. Sebagai catatan, pada saat terbitnya PP 80/2019 belum ada Undang-Undang (UU) tentang Perlindungan Data Pribadi namun masih dalam tahap pembahasan draft UU oleh pemerintah.
Pengaturan dalam PP 80/2019 tidak hanya terkait jual-belinya, melainkan juga mencakup mekanisme pengiriman, payment, iklan, kontrak elektronik, dll. Dengan demikian, pendekatan dalam implementasi PP 80/2019 perlu dilakukan secara komprehensif karena menyangkut banyak aspek.
Pelaku Usaha
PP 80/2019 mendefinisikan Pelaku Usaha PMSE (Pelaku Usaha) adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang dapat berupa Pelaku Usaha dalam negeri dan Pelaku Usaha luar negeri dan melakukan kegiatan usaha di bidang PMSE.
Pasal 7 PP 80/2019 mengatur bahwa Pelaku Usaha luar negeri yang secara aktif melakukan kegiatan PMSE dan/atau penawaran kepada konsumen di wilayah hukum Republik Indonesia (NKRI) dan memenuhi kriteria tertentu, wajib menunjuk perwakilan yang bertindak sebagai dan atas nama Pelaku Usaha tersebut. Kriteria yang dimaksud dalam PP 80/2019 berupa jumlah transaksi, nilai transaksi, jumlah paket pengiriman, dan/atau jumlah traffic atau pengakses. Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria tertentu ini akan diatur dalam Peraturan Menteri, yang hingga artikel ini dibuat belum diterbitkan.
Namun pemerintah perlu menaruh perhatian dalam menerapkan ketentuan Pasal 7 ini, mengingat data PPMESE luar negeri akan membagi informasinya kepada pemerintah. Begitu juga defisini “secara aktif” juga perlu diperjelas, mengingat banyak juga konsumen dalam negeri yang dengan inisiatif sendiri melakukan transaksi pada platform e-commerce luar negeri. Tentu tidak mudah bagi pemerintah untuk melakukan intervensi, jika salah tindakan justru dapat memberi hambatan bagi PPMSE luar negeri dalam kegiatan PMSE.
Perizinan
Setiap Pelaku Usaha (termasuk Pedagang) yang melakukan PMSE wajib memenuhi persyaratan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Persyaratan umum yang dimaksud antara lain izin usaha, izin teknis, Tanda Daftar Perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak, kode etik bisnis (business conduct)/perilaku usaha (code of practices), standardisasi produk Barang dan/atau Jasa dan hal-hal lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut, Pasal 17 ayat (1) PP 80/2019 juga menegaskan PPMSE dalam negeri maupun luar negeri dilarang menerima Pedagang dalam negeri dan luar negeri yang tidak memenuhi syarat yang diatur dalam peraturan di Indonesia.
Perlu dicermati ketentuan ini dapat berdampak negatif pada pertumbuhan Pelaku Usaha PMSE, khususnya Pedagang perorangan. Saat ini kehadiran platform e-commerce memberi peluang bagi siapa saja untuk memulai usaha dagang secara online, termasuk para reseller maupun drop shipper yang bertindak selaku makelar atau broker dari produsen atau pedagang yang sebenarnya. Tentunya persyaratan perizinan akan sulit untuk dipenuhi bagi kalangan Pedangan perorangan semacam reseller maupun drop shipper.
Dalam Penjelasan Pasal 5 PP 80/2019 juga membedakan bahwa penjual barang dan/atau jasa secara temporal dan tidak komersial tidak termasuk Pedagang. Namun tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang “temporal”, apakah terkait berapa banyak transaksi atau berapa lama usia akun Pedagang. Begitu juga penjelasan tentang “tidak komersial”, mengingat setiap perdagangan pastinya memiliki tujuan komersil yang bersifat finansial.
Domain
PP 80/2019 juga mensyaratkan PPMSE dalam negeri dan/atau luar negeri mengutamakan penggunaan nama domain tingkat tinggi Indonesia (dot id) bagi sistem elektronik yang berbentuk situs internet. Walapun konteksnya “diutamakan”, jika ketentuan ini menjadi syarat yang harus diimplementasikan tentu tidak mudah, terutama bagi para PPMSE existing yang sudah menggunakan domain dot com. Biaya sosialisasi perubahan domain tentu tidak murah, dan pelaksanaan teknisnya juga tidak sederhana.
Perlindungan Konsumen
Kehadiran PP 80/2019 dapat dikatakan menaruh perhatian yang besar kepada aspek perlindungan konsumen. Pelaku Usaha e-commerce diwajibkan untuk melindungi hak-hak konsumen, mulai dari kegiatan penawaran elektronik, iklan, kontrak elektronik, penukaran & pembatalan, sampai dalam ranah pengiriman barang dan/atau jasa.
Bahkan dalam pengiriman barang dan/atau jasa yang menggunakan jasa kurir, Pelaku Usaha harus memastikan ketepatan waktu pengiriman barang dan/atau jasa kepada konsumen. Pedagang dan PPMSE dalan negeri dan luar negeri juga diwajibkan memberikan jangka waktu paling sedikit 2 (dua) hari kerja untuk penukaran barang dan/atau jasa, atau pembatalan pembelian, terhitung sejak diterima oleh konsumen. Satu sisi ketentuan ini sangat berpihak kepada konsumen, namun dari sisi Pedagang dan PPMSE dapat dirugikan.
PP 80/2019 juga mengatur jika kegiatan PMSE merugikan konsumen, maka konsumen dapat melaporkan kerugiannya kepada Menteri (yang menyelenggarakan urusan di bidang Perdagangan). Untuk selanjutnya Pelaku Usaha yang dilaporkan harus menyelesaikan pelaporan tersebut. Jika tidak dilakukan maka Pelaku Usaha dapat dimasukkan dalam Daftar Prioritas Pengawasan oleh Menteri yang dapat diakses oleh publik.
Perlindungan Data Pribadi
Pelaku Usaha wajib menyimpan data pribadi sesuai standar perlindungan data pribadi atau kelazirnan praktik bisnis yang berkembang. Standar perlindungan data pribadi yang dimaksud harus memperhatikan keberadaan standar perlindungan data Eropa dan/atau APEC Privacy Frameworks. Seperti kita ketahui Uni Eropa menerapkan General Data Protection Regulation (GDPR) yang mengatur aspek perlindungan data pribadi. pihak yang menyimpan data pribadi harus mempunyai sistem pengamanan yang patut untuk mencegah kebocoran atau mencegah setiap kegiatan pemrosesan atau pemanfaatan data pribadi secara melawan hukum serta bertanggung jawab atas kerugian yang tidak terduga atau kerusakan yang terjadi terhadap data pribadi tersebut.
PP 80/2019 juga menegaskan hak bagi pemilik data pribadi untuk meminta penghapusan seluruh data pribadi kepada Pelaku Usaha dari sistem yang dikelolanya.
Pemerintah juga mengatur pengiriman data pribadi. Dalam Pasal 59 ayat (2) huruf h PP 80/2019, data pribadi tidak boleh dikirim ke negara atau wilayah lain di luar Indonesia kecuali jika negara atau wilayah tersebut oleh Menteri dinyatakan memiliki standar dan tingkat perlindungan yang sama dengan Indonesia. Dapat dikatakan nantinya pemerintah harus mengeluarkan daftar White List Countries yang dapat dijadikan pedoman bagi PPPMSE untuk mengelola data.
Ketentuan Peralihan
Pelaku Usaha PMSE yang telah melakukan kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa sebelum berlakunya PP 80/2019, wajib menyesuaikan dengan PP ini dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak PP ini berlaku.
Kesimpulan PP PSME
Kehadiran PP 80/2019 memberikan kepastian hukum bagi kegiatan industri e-commerce di Indonesia dan berorientasi pada perlindungan konsumen, namun demikian masih terdapat beberapa ketentuan yang perlu diklarifikasi oleh pemerintah dalam implementasinya, misal melalui peraturan pelakasana, dengan semangat mendukung perkembangan e-commerce dan melindungi Pelaku Usaha PMSE.
DISCLAIMER:
Any information contained in this Article is provided for informational purposes only and should not be construed as legal advice on any subject matter. You should not act or refrain from acting on the basis of any content included in this Legal Update without seeking legal or other professional advice. This document is copyright protected. No part of this document may be disclosed, distributed, reproduced or transmitted in any form or by any means, including photocopying and recording or stored in retrieval system of any nature without the prior written consent of SIP Law Firm.
Setiap informasi yang terkandung dalam Artikel ini disediakan hanya untuk tujuan informasi dan tidak boleh ditafsirkan sebagai nasihat hukum tentang masalah apa pun. Anda tidak boleh bertindak atau menahan diri dari bertindak berdasarkan konten apa pun yang termasuk dalam Update Hukum ini tanpa mencari nasihat hukum atau profesional lainnya. Dokumen ini dilindungi hak cipta. Tidak ada bagian dari dokumen ini yang dapat diungkapkan, didistribusikan, direproduksi atau dikirim dalam bentuk apa pun atau dengan cara apa pun, termasuk fotokopi dan rekaman atau disimpan dalam sistem pengambilan apa pun tanpa persetujuan tertulis sebelumnya dari Firma Hukum SIP.