Dalam beberapa tahun terakhir, adanya perkembangan teknologi yang semakin canggih memberikan berbagai peluang dalam hubungan industrial, termasuk kebutuhan akan pekerja yang memahami kinerja AI yang kian hari semakin berkembang pesat dan sangat dibutuhkan oleh perusahaan. Di tengah inovasi modern, kebutuhan terkait pekerja Gig AI, seperti AI Trainer semakin meningkat karena model AI memerlukan ketepatan data, pemantauan kualitas, serta penyempurnaan instruksi berkelanjutan. Pola pekerjaan berbasis proyek semacam itu menjadikan perusahaan umumnya lebih memilih para gig worker atau pekerja lepas (freelance) jika dibandingkan dengan pekerja tetap. Dengan demikian, fenomena semacam ini justru menimbulkan suatu pertanyaan, seperti: bagaimana perlindungan bagi pekerja AI trainer di Indonesia?
Lonjakan Permintaan Pekerjaan AI Trainer
Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) memicu kebutuhan yang tinggi terhadap tenaga kerja, khususnya di bidang teknologi berbasis ilmu komputer. Salah satu tenaga kerja yang sangat dibutuhkan dalam hal ini adalah AI Trainer. Lonjakan permintaan terhadap pekerjaan AI Trainer dilatar belakangi oleh semula sekitar tahun 2023 terdapat peningkatan pesat mengenai kebutuhan perusahaan terhadap tenaga kerja Promp Engineer yang bertugas mengembangkan instruksi paling efisien guna memaksimalkan kualitas output dari model AI, seperti Chatgpt, Gemini, maupun model AI lainnya.
Akan tetapi, seiring berkembangnya pola kecerdasan AI dan kemampuan model AI untuk lebih memahami instruksi yang diberikan secara lebih mandiri, kebutuhan prompt engineer kini mulai mengalami pergeseran. Alih-alih menggunakan tenaga ahli dari Prompt Engineer untuk memberikan instruksi kepada AI dan membayar tenaga ahli tersebut yang membutuhkan biaya yang sangat besar, bahkan mencapai US$200 ribu per tahun (sekitar Rp275 juta per bulan), kini banyak perusahaan yang justru mengalihkan fokus dengan menggunakan jasa AI Trainer guna memberikan edukasi kepada karyawannya yang telah memberikan loyalitas kepada perusahaan.
Dengan merekrut AI Trainer sebagai tutor yang dipekerjakan untuk mengajari karyawan di perusahaan tersebut agar mampu beradaptasi dengan AI, memberikan pemahaman secara mendalam terkait kinerja AI, serta mengawasi dan mengevaluasi performa karyawan secara berkelanjutan. Strategi tersebut dianggap lebih efisien karena perusahaan dapat memberikan edukasi secara langsung kepada karyawannya agar mampu beradaptasi dengan kecanggihan AI, sekaligus memastikan bahwa manfaat teknologi berjalan sesuai dengan kebutuhan operasional internal perusahaan.
Pekerjaan AI Trainer menjadi suatu pekerjaan yang menjanjikan di masa depan, terutama dengan meningkatnya perkembangan teknologi AI saat ini. Dengan didukung oleh Program Keahlian AI yang disediakan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), maka di kemudian hari akan memunculkan potensi semakin banyak tenaga yang dapat dipersiapkan untuk lebih memahami cara kerja AI secara teknis maupun etis. Program tersebut tidak hanya menyediakan edukasi teknis terkait konsep dasar AI, pemrograman phython, maupun hard skill lainnya, tetapi juga memberikan edukasi terkait soft skill yang harus dikuasai.
Perlindungan Hukum bagi Pekerjaan AI Trainer
Melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (“UU Ciptaker”) telah diatur mengenai hubungan kerja antara pengusaha selaku pihak yang memberikan pekerjaan dan pekerja sebagai pihak yang melakukan pekerjaan dengan menerima upah sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan. Pada umumnya, terciptanya hubungan hukum antara pihak pemberi kerja dengan pekerja disertai dengan adanya perjanjian kerja yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam perjanjian kerja tersebut telah dicantumkan mengenai hak dan kewajiban para pihak, serta batasan-batasannya.
Menurut Pasal 1601a Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”), perjanjian kerja merupakan persetujuan para pihak untuk sepakat mengikatkan diri terhadap suatu pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal ini, pekerja memberikan tenaganya kepada pihak pemberi kerja untuk mendapatkan upah dalam jangka waktu tertentu, sementara itu pengusaha mengikatkan diri untuk membayar upah atas pekerjaan yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu.
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (“PP 35/2021”) mengenal 2 istilah perjanjian kerja, yakni Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Salah satu jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam PKWT adalah pekerja lepas (freelance). Meskipun termasuk ke dalam jenis pekerjaan PKWT, namun pada hakikatnya pekerja freelance merupakan suatu pekerjaan yang berjalan secara mandiri, tanpa terikat kontrak dengan suatu perusahaan, serta umumnya bekerja hanya didasari atas proyek tertentu. Adapun salah satu jenis pekerjaan freelance yang saat ini sedang marak di Indonesia adalah AI Trainer.
Dikarenakan AI Trainer bekerja tanpa didasari atas hubungan kerja formal yang dilaksanakan tanpa adanya kontrak yang mengikat, maka pada posisi hukumnya AI Trainer tidak dapat dikategorikan sebagai pekerja formal, melainkan sebagai mitra independen yang terikat oleh perjanjian perdata. Hal tersebut yang menyebabkan terbatasnya perlindungan hukum yang didapatkan oleh AI Trainer karena hanya berlandaskan atas dasar kontrak yang disepakati antara AI Trainer dan perusahaan. Dengan kata lain, segala hak, kewajiban, risiko pekerjaan, mekanisme pembayaran, serta penyelesaian sengketa sangat ditentukan berdasarkan klausul yang tertera dalam kontrak, bukan perlindungan normatif yang umumnya didapatkan oleh pekerja tetap.
Adapun keterbatasan perlindungan hukum yang diterima oleh AI Trainer pada umumnya dalam bentuk: tidak adanya standar upah minimal, jam kerja, perlindungan ketenagakerjaan berupa jamsostek dan perlindungan kesehatan, bahkan perlindungan terhadap penyalahgunaan data. Berdasarkan hal tersebut, sudah sewajarnya AI Trainer dilindungi melalui non disclosure agreement (NDA) yang wajar, tidak dibebani atas tanggung jawab yang diluar kewajibannya, serta pengelolaan data yang didasari atas keamanan sistem, mengingat bahwa hingga saat ini belum ada regulasi yang berlaku di Indonesia yang mengatur secara eksplisit mengenai perlindungan hukum bagi Pekerja Gig.
Baca juga: Deepfake Crimes in Indonesia: Legal Challenges and Criminal Liability in the AI Era
Risiko Perselisihan antara AI Trainer dengan Perusahaan dalam Ranah Hubungan Industrial
Terjadinya perselisihan tentu tidak diinginkan oleh berbagai pihak. Akan tetapi, setiap perjanjian tetap memiliki risiko, baik yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Risiko perselisihan ini pun dapat timbul dikarenakan kian hari semakin bermunculan model bisnis digital dengan fleksibilitas waktu kerja. Pada umumnya, AI Trainer bekerja sebagai freelance, sehingga posisi pekerja AI Trainer seringkali tidak termasuk ke dalam perlindungan hubungan industrial sebagaimana telah diatur dalam UU Ciptaker. Perjanjian berupa kontrak yang seringkali tidak jelas berpotensi memberikan tafsiran dengan berbagai macam interpretasi, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.
Adanya perbedaan tafsiran berpotensi menciptakan konflik ketika AI Trainer memiliki perbedaan makna tafsiran terhadap isi dan klausa perjanjian yang telah dibuat oleh pemberi kerja. Pada dasarnya, AI Trainer tidak memiliki hak untuk menolak atau menghapus klausa dalam kontrak, sehingga memposisikan AI Trainer berada di posisi lemah ketika berhadapan dengan perusahaan. Perbedaan posisi tersebut berisiko menimbulkan perselisihan antara AI Trainer dengan Perusahaan. Sebagai contohnya adalah ketika standar kerja tidak dapat terdefinisikan dengan baik, perusahaan dapat menuntut hasil di luar kesepakatan awal, sementara itu AI Trainer tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menolak tanpa menimbulkan risiko putusnya kontrak ataupun pemotongan pembayaran.
Selain itu, sengketa pembayaran menjadi salah satu risiko yang paling umum terjadi bagi AI Trainer. Model pembayaran per proyek kerap berujung pada keterlambatan pembayaran, pembayaran parsial, atau bahkan pembatalan sepihak dengan alasan hasil dianggap tidak memenuhi ekspektasi. Dikarenakan hubungan hukum yang terjadi adalah hubungan perdata, maka AI Trainer tidak dapat menggunakan mekanisme penyelesaian hubungan industrial seperti mediasi disput hubungan kerja, melainkan harus menempuh melalui jalur negosiasi, alternatif penyelesaian sengketa (APS), atau mengajukan gugatan perdata.
Tidak hanya itu, risiko terkait kerahasiaan data dan tanggung jawab hukum juga menjadi sumber perselisihan. AI Trainer seringkali berhadapan dengan NDA yang berat sebelah, termasuk klausul denda yang tidak proporsional apabila terjadi dugaan kebocoran data. Pada praktiknya, perusahaan dapat menuduh adanya dugaan pelanggaran tanpa proses pembuktian yang jelas, sehingga menempatkan AI Trainer dalam posisi rentan. Ketidakseimbangan porsi tanggung jawab tersebut dapat menimbulkan sengketa baru. Oleh karena itu, tanpa adanya mekanisme perlindungan khusus bagi pekerja freelance berbasis teknologi, maka AI Trainer akan tetap menghadapi risiko hukum yang tinggi dan rentan berada pada posisi yang tidak menguntungkan dalam hubungan kerja digital.
AI Trainer merupakan salah satu Pekerja Gig yang mulai marak dibutuhkan oleh perkantoran, mengingat saat ini banyak perusahaan yang menggunakan AI sebagai alat bantu untuk mempermudah menyelesaikan pekerjaannya. Meskipun sistem hukum Indonesia telah mengatur mengenai ketenagakerjaan, akan tetapi hingga saat ini belum ada regulasi yang mengatur secara eksplisit terkait Pekerja Gig. Kekosongan hukum semacam itu memberikan risiko terjadinya perselisihan dalam hubungan industrial. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah dapat segera merancang pembuatan regulasi terkait para Pekerja Gig agar tercipta keamanan dan kepastian hukum bagi para pekerja, sehingga tidak ada ambiguitas khususnya mengenai perlindungan hukum terhadap pekerjaan tersebut.***
Baca juga: The Urgency of Biometric Data Protection in the AI Era
Daftar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”)
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (“UU Ciptaker”)
- Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (“PP 35/2021”)
Referensi:
- Dulu Jadi Rebutan, Profesi Bergaji Tinggi Sekarang Hampir Punah. CNBC Indonesia. (Diakses pada 28 November 2025 Pukul 09.30 WIB).
- Dulu Rebutan Orang, Pekerjaan Gaji Tinggi Ini Sekarang Punah. CNBC Indonesia. (Diakses pada 28 November 2025 Pukul 09.48 WIB).
- Keahlian Artificial Intelligence – Asisten Pemrograman. Kemnaker. (Diakses pada 28 November 2025 Pukul 10.12 WIB).
- Perlindungan Hukum Pekerja Era Gig Ekonomi: Tinjauan Regulasi Ketenagakerjaan Indonesia. Hukumonline. (Diakses pada 28 November 2025 Pukul 10.35 WIB).
- Perlindungan Hukum Pekerja Freelance dan Informal Perlu Diperkuat. Hukumonline. (Diakses pada 28 November 2025 Pukul 11.28 WIB).
