Maraknya pelanggaran hak cipta, khususnya pada 2025 menimbulkan pertanyaan tersendiri bagi Negara Indonesia. Masalahnya, tak henti henti sejak awal tahun pelanggaran hak cipta terus terjadi di berbagai daerah, salah satunya yang berkaitan dengan royalti.
Untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang bekerja pada industri musik, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Hukum Nomor 27 Tahun 2025 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu atau Musik (“Permenkum 27/2025”). Pembentukan regulasi tersebut merupakan komitmen dari pemerintah dalam rangka memperkuat tata kelola royalti lagu atau musik.
Pihak yang Berhak Menerima Royalti
Ditinjau dari Pasal 40 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”), lagu dan/atau musik, baik dengan teks maupun tidak, termasuk ke dalam karya cipta yang dilindungi oleh negara melalui hukum. Pencipta maupun pihak lain yang memiliki kewenangan terhadap suatu karya berhak memperoleh hak cipta. Menurut Pasal 4 UU Hak Cipta, hak cipta terbagi atas 2 (dua) hak eksklusif, yakni hak moral dan hak ekonomi. Hak moral hanya melekat pada diri pencipta secara otomatis, sementara itu hak ekonomi merupakan penghargaan atas karya cipta yang kayak diterima oleh pencipta, salah satunya berupa royalti.
Pada Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum Nomor 27 Tahun 2025 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (“Permenkum 27/2025”) telah menyatakan bahwa:
“Royalti adalah imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait.”
Menurut Pasal 2 ayat (1) Permenkum 27/2025, Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Menteri Hukum telah membentuk Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang merepresentasikan kepentingan pencipta dan pemilik hak terkait untuk mengelola royalti. Berkenaan dengan hal tersebut, dalam Pasal 3 Permenkum 27/2025 telah menjabarkan bahwa, LMKN memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti dari orang yang menggunakan lagu atau musik secara komersial.
Adapun pihak yang berhak mendapatkan royalti atas karya ciptanya terdiri dari: pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilih hak terkait yang telah menjadi anggota LMK. Akan tetapi, jika belum menjadi anggota dari suatu LMK, pemberian royalti hanya bisa dilaksanakan oleh LMKN sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (4) Permenkum 27/2025.
Kategori Penggunaan Lagu yang Wajib Membayar Royalti
Penggunaan lagu atau musik yang wajib membayar royalti adalah lagu atau musik yang digunakan dengan tujuan komersial sebagaimana hal ini tertera dalam Pasal 20 ayat (1) Permenkum 27/2025 yang menyatakan bahwa:
“Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan mengajukan permohonan lisensi dan membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait melalui LMKN.”
Menurut Pasal 19 Permenkum 27/2025, LMKN menarik royalti terhadap layanan publik yang bersifat komersial, baik dalam bentuk analog dan digital. Layanan publik bersifat komersial berbentuk analog terdiri atas tempat penginapan, tempat usaha makan dan minum, fasilitas media penyiaran, dan sebagainya. Sementara itu, layanan publik bersifat komersial berbentuk digital terdiri atas audio/video streaming, live event streaming, dan sebagainya.
Baca juga: Hak Cipta atas Karya AI, Bisakah Karya Buatan Mesin Mendapat Perlindungan?
Mekanisme Pengelolaan Royalti atas Hak Cipta Lagu atau Musik
Berdasarkan Pasal 3 Permenkum 27/2025 telah menjelaskan bahwa LMKN yang terdiri dari LMKN pencipta dan LMKN pemilik hak terkait berwenang dalam mengelola royalti yang mana terdiri atas menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti. Pada pelaksanaan wewenangnya, LMKN bekerja sama dengan berbagai Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Pada penulisan ini, yang dimaksud dengan LMK adalah institusi berbadan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait untuk mengelola hak ekonominya, yakni menghimpun dan mendistribusikan royalti sebagaimana hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 9 Permenkum 27/2025.
Hingga saat ini terdapat 16 LMK di Indonesia yang dapat mewakili kepentingan para pihak yang berkaitan di industri musik. Beberapa diantaranya adalah Karya Cipta Indonesia (KCI), Wahana Musik Indonesia (WAMI), serta LMK yang baru diberikan izin oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) pada 1 Agustus 2025 adalah Transparansi Royalti Indonesia (TRI). Dengan resminya 16 LMK di Indonesia menunjukkan angka positif dan sebagai bukti bahwa adanya perkembangan terhadap pengelolaan royalti atas hak cipta lagu atau musik yang semakin profesional.
Untuk mengetahui bagaimana kinerja sistem pengelolaan royalti atas hak cipta lagu atau musik berjalan di Indonesia, maka penting untuk memahami mekanisme pengelolaan royalti. Adapun langkah-langkahnya terdiri atas:
- Pendaftaran Karya Cipta oleh Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
Pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait atau kuasanya perlu mengajukan pencatatan terhadap karya cipta berupa lagu dan/atau musik melalui permohonan secara tertulis kepada Menteri Hukum sebagaimana hal ini diatur dalam Pasal 66 ayat (1) UU Hak Cipta. Apabila permohonan tersebut diterima, maka Menteri Hukum melalui DJKI akan menerbitkan surat pencatatan ciptaan dan mencatatnya dalam daftar umum ciptaan.
- Penggunaan Lagu atau Musik oleh Layanan Publik Bersifat Komersial
Setiap orang yang ingin menggunakan lagu atau musik yang telah dicatatkan oleh DJKI untuk kepentingan komersial wajib memperoleh izin penggunaan dan membayar royalti terlebih dahulu kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan.atau pemilik hak terkait melalui LMKN sebagaimana hal ini telah diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (“PP 56/2021”).
- Perhitungan Royalti oleh LMKN
Mengacu pada Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait Musik dan/atau Lagu (“SK Menkumham tentang Royalti Musik”), daftar penetapan tarif royalti mempertimbangkan rujukan yang berlaku secara internasional, masukan dari LMK, masukan dari pengguna, serta kepatutan dan rasa keadilan. Lebih lanjut, dalam Pasal 1 ayat (4) hingga Pasal 1 ayat (6) SK Menkumham tentang Royalti Musik pun membedakan beberapa tarif royalti untuk bidang usaha jasa kuliner.
- Pembayaran Royalti oleh Layanan Publik Bersifat Komersial
Setelah LMKN menetapkan besaran royalti yang perlu dibayar oleh layanan publik bersifat komersial, maka pengguna lagu atau musik wajib membayar royalti ke rekening LMKN yang mana pembayaran dilakukan sesuai periode yang telah ditetapkan.
- Distribusi Royalti kepada Pencipta dan Pemilik Hak Cipta
Besaran dana atas pembayaran royalti yang telah dihimpun akan didistribusikan oleh LMKN kepada LMK berdasarkan Sistem Informasi Lagu dan/atau Musik (SILM). Selanjutnya, LMK perlu menyalurkan royalti kepada pencipta dan pemegang hak terkait sesuai proporsi yang ditentukan berdasarkan laporan penggunaan data lagu dan/atau musik yang ada di SILM sebagaimana hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat (2) PP 56/2021.
- Pengawasan dan Audit
Untuk menjamin akuntabilitas terhadap pemberian royalti dan kinerja LMKN dan LMK, menurut Pasal 17 PP 56/2021, kedua lembaga tersebut wajib melaksanakan audit keuangan dan audit kinerja yang dilaksanakan oleh akuntan publik paling sedikit 1 (satu) tahun sekali dan diumumkan hasilnya kepada masyarakat melalui media cetak nasional dan elektronik.
Permenkum 27/2025 merupakan bukti nyata bahwa pemerintah secara tegas berkomitmen untuk memperkuat tata kelola, transparansi, serta kepastian hukum terhadap pengelolaan royalti atas hak cipta lagu dan/atau musik di Indonesia. Regulasi ini merupakan bentuk penyempurnaan dari kebijakan sebelumnya dan menjadi langkah strategis sebagai upaya pemerintah untuk membangun ekosistem musik yang adil bagi seluruh pihak, mulai dari pencipta, pemegang hak terkait, hingga pengguna komersial. Dengan menerapkan SILM, seluruh proses penghimpunan hingga distribusi royalti dapat dilakukan dengan mudah secara digital guna melindungi hak ekonomi pencipta maupun pihak yang berkaitan di industri musik.***
Baca juga: Menghindari Pelanggaran Hak Cipta dalam Bisnis Kreatif dan UMKM
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”).
- Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (“PP 56/2021”).
- Peraturan Menteri Hukum Nomor 27 Tahun 2025 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (“Permenkum 27/2025”).
- Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait Musik dan/atau Lagu (“SK Menkumham tentang Royalti Musik”)
Referensi:
- Kemenkum Perkuat Tata Kelola Royalti Musik Lewat Permenkum 27/2025. AntaraNews. (Diakses pada 9 Oktober 2025 Pukul 15.18 WIB).
- Daftar LMK di Indonesia, Lembaga yang Mengurus Royalti Musisi. RCTIPlus. (Diakses pada 9 Oktober 2025 Pukul 16.41 WIB).
- DJKI Serahkan Izin Operasional kepada LMK Transparansi Royalti Indonesia. DJKI. (Diakses pada 9 Oktober 2025 Pukul 17.05 WIB).