Pemerintah terus mendorong peluang elektrifikasi transportasi umum di Indonesia dengan menargetkan 2 juta unit mobil penumpang kendaraan listrik dan 13 juta sepeda motor listrik diadopsi pada tahun 2030. Sementara untuk penggunaan transportasi umum bertenaga listrik, Direktur Operasional dan Keselamatan PT Transjakarta menegaskan bahwa pihaknya akan membuat seluruh unit bus Transjakarta bertenaga listrik pada tahun 2030 mendatang. 

Indonesia, sebagai salah satu negara dengan tingkat polusi udara yang tinggi di kawasan perkotaan, telah mengambil langkah-langkah strategis untuk mempercepat transisi menuju transportasi berbasis listrik. Upaya elektrifikasi di bidang transportasi, khususnya transportasi umum melalui pengembangan bus listrik, mencerminkan komitmen pemerintah dalam menciptakan sistem transportasi yang ramah lingkungan dan efisien. Penerapan kendaraan listrik dalam transportasi publik tidak hanya mengurangi emisi gas rumah kaca, tetapi juga meningkatkan kualitas udara perkotaan dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Landasan Hukum dan Kebijakan Pemerintah dalam Elektrifikasi Transportasi Umum

Pemerintah Indonesia telah menetapkan kerangka hukum yang mendukung percepatan elektrifikasi transportasi umum melalui Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Untuk Transportasi Jalan (“Perpres 79/2023”). Tujuan utama dari regulasi ini adalah untuk memperluas ruang lingkup kendaraan listrik, menyesuaikan penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), dan memperkuat dukungan dari pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik. 

Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) yang selanjutnya disebut KBL Berbasis Baterai adalah kendaraan yang digerakkan dengan motor listrik dan mendapatkan pasokan sumber daya tenaga listrik dari Baterai secara langsung di kendaraan maupun dari luar, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2023 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik Untuk Kendaraaan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (“PermenESDM 1/2023”)

Dalam Perpres 79/2023, pemerintah menetapkan target keterpenuhan TKDN untuk kendaraan listrik dengan ketentuan bahwa kendaraan listrik hasil konversi tidak diwajibkan memenuhi TKDN tertentu. Selain itu, regulasi ini juga mencantumkan penyediaan infrastruktur pendukung seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) sebagai bagian integral dari ekosistem kendaraan listrik. Sebagai upaya untuk mendukung ekosistem kendaraan listrik, dibandung stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di kota-kota besar di berbagai daerah di indonesia dengan target diperkirakan akan mencapai 32.000 unit pada tahun 2030 mendatang. 

Diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Permen ESDM 1/2023, dijelaskan bahwa infrastruktur pengisian listrik untuk KBL Berbasis Baterai meliputi:

  1. Fasilitas pengisian ulang, paling sedikit terdiri atas:
  1. Peralatan Catu Daya Listrik;
  2. Sistem kontrol arus, tegangan, dan komunikasi; dan
  3. Sistem proteksi dan keamanan; dan/atau
  1. Fasilitas penukaran Baterai

Dasar hukum lainnya yang mendukung elektrifikasi transportasi umum diatur melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU 22/2009”), khususnya pada Pasal 138 yang menegaskan tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan angkutan umum massal perkotaan. Pasal tersebut menegaskan bahwa penyelenggaraan angkutan umum harus memenuhi standar keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan keterjangkauan bagi masyarakat. 

Prinsip-prinsip ini pun harus tetap ditegakkan dalam penggunaan transportasi umum berbasis listrik. Misalnya, bus listrik harus memenuhi standar keselamatan dan kenyamanan setara atau lebih baik dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar fosil, serta harus tetap terjangkau bagi pengguna layanan transportasi publik. Implementasi yang baik dari prinsip-prinsip ini akan mempercepat adopsi kendaraan listrik di sektor transportasi umum, sekaligus memastikan bahwa transisi ke energi bersih tetap berpihak pada kebutuhan masyarakat.

Implementasi dan Dukungan Pemerintah dalam Penggunaan Bus Listrik 

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah konkret dalam mendukung penggunaan bus listrik sebagai bagian dari sistem transportasi publik. Seperti di tahun 2024 lalu, mantan Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi menegaskan bahwa elektrifikasi transportasi publik menjadi prioritas untuk mengurangi emisi dan meningkatkan kualitas udara. Dalam acara Sustainable E-Mobility Event pada Mei 2024, Kemenhub menyampaikan komitmennya untuk menyusun Peta Jalan Implementasi E-Mobility guna mendukung program transportasi massal berbasis Bus Rapid Transit (BRT) di Indonesia.

Implementasi konkret dari kebijakan ini terlihat pada pengoperasian bus listrik dalam skema Buy The Service (BTS) di beberapa kota, seperti Bandung dengan 8 unit bus listrik dan Surabaya dengan 14 unit. Program lainnya, seperti Mastran di Medan dan Bandung, juga direncanakan menggunakan bus listrik sebagai bagian dari armada transportasi publik. Selain itu, studi dari Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) merekomendasikan 11 kota prioritas untuk percepatan elektrifikasi transportasi publik, termasuk Jakarta, Semarang, Pekanbaru, Batam, Medan, Bandung, Surabaya, Denpasar, Yogyakarta, Bogor, dan Padang.

Transjakarta, sebagai operator transportasi publik di Jakarta, juga telah menetapkan target ambisius untuk mengoperasikan 50% armada busnya dengan bus listrik pada tahun 2027 dan mencapai 100% pada tahun 2030. Langkah ini menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung elektrifikasi transportasi umum di ibu kota.

Tantangan dan Peluang dalam Pengembangan Transportasi Umum Listrik di Indonesia

Meskipun terdapat dukungan kebijakan dan implementasi awal yang positif, pengembangan transportasi umum listrik di Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan utama adalah biaya investasi awal yang tinggi untuk pengadaan bus listrik dan pembangunan infrastruktur pendukung seperti SPKLU. Selain itu, ketersediaan dan distribusi infrastruktur pengisian daya yang belum merata menjadi hambatan dalam operasionalisasi bus listrik secara luas.

Tantangan lainnya meliputi kebutuhan akan sumber daya manusia yang terampil dalam perawatan dan pengoperasian kendaraan listrik, serta kebutuhan untuk memastikan pasokan listrik yang andal dan berkelanjutan. Urbanisasi yang pesat juga menambah kompleksitas dalam perencanaan dan implementasi sistem transportasi umum yang efisien dan ramah lingkungan.

Namun, di balik tantangan tersebut, terdapat peluang besar dalam pengembangan transportasi umum listrik. Elektrifikasi transportasi dapat menciptakan lapangan kerja baru dalam sektor manufaktur dan pemeliharaan kendaraan listrik, serta mendorong inovasi dalam teknologi baterai dan sistem pengisian daya. Selain itu, pengurangan emisi gas rumah kaca dan peningkatan kualitas udara perkotaan akan memberikan manfaat kesehatan dan lingkungan yang signifikan bagi masyarakat.***

Daftar Hukum:

Referensi: