Indonesia memiliki prospek besar dalam memperkuat sektor derivatif berkat kemajuan produk keuangan yang semakin variatif dan adaptif. Hal ini menjadi peluang dan kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan daya tarik pada kegiatan jasa keuangan. Sebagai upaya guna mendukung dan mewujudkan pengembangan serta penguatan sektor keuangan di Indonesia khususnya terkait derivatif keuangan, telah diterbitkan regulasi yang mengatur mengenai kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengatur dan mengawasi produk derivatif keuangan, yang sebelumnya di bawah kendali Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BappebtI).
Melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 Tahun 2025 tentang Derivatif Keuangan dengan Aset yang Mendasari berupa Efek (“POJK 1/2025”), telah ditegaskan bahwa pentingnya pengelolaan risiko dalam perdagangan derivatif, termasuk jenis-jenis pelanggaran, kewajiban pelaporan, serta mekanisme pengawasan guna mencegah terjadi praktik yang merugikan stabilisasi sistem keuangan. Maka dari itu, regulasi ini menjadi dasar untuk meningkatkan kepatuhan pelaku pasar dalam mengelola perdagangan derivatif secara lebih bertanggungjawab.
Jenis Pelanggaran dalam Perdagangan Derivatif Keuangan
Derivatif keuangan adalah suatu instrumen yang nilainya merupakan turunan dari aset keuangan yang mendasarinya sebagaimana hal ini tertera dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 Tahun 2025 tentang Derivatif Keuangan dengan Aset yang Mendasari berupa Efek sebagaimana tertera dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 Tahun 2025 tentang Derivatif Keuangan dengan Aset yang Mendasari berupa Efek (“POJK 1/2025”).
Pada Pasal 2 POJK 1/2025 menjelaskan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, keuangan derivatif, dan bursa karbon memiliki beberapa tugas, diantaranya mengatur dan mengawasi komoditi yang termasuk instrumen keuangan yang dijadikan subjek kontrak berjangka, kontrak derivatif syariah, dan/atau kontrak derivatif lainnya yang terkait derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa efek.
Aspek utama yang diatur dalam regulasi derivatif keuangan ini mencakup beberapa hal, diantaranya:
- Produk derivatif keuangan;
- Pelaku derivatif keuangan
- Penyelenggaraan infrastruktur pasar derivatif keuangan
Adapun beberapa produk derivatif keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) POJK 1/2025 terdiri atas:
- Kontrak berjangka, kontrak derivatif syariah, dan/atau kontrak derivatif lainnya dengan Underlying berupa:
- Indeks saham di Bursa Efek;
- Efek atau sekumpulan efek yang diperdagangkan di Bursa Efek atau PPA;
- Surat berharga negara atau sekumpulan surat berharga negara;
- Indeks saham asing; dan/atau
- Saham tunggal asing
- Kontrak opsi atas efek; dan
- Kontrak derivatif keuangan lain yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan
Tiap-tiap produk derivatif keuangan yang ingin diperdagangkan wajib mendapat persetujuan terlebih dahulu dari OJK sebagaimana ini tertera dalam Pasal 5 POJK 1/2025 yang berbunyi:
“Setiap produk derivatif keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) yang diperdagangkan wajib memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.”
Dalam POJK 1/2025 pun mengatur terkait berbagai jenis pelanggaran dalam perdagangan derivatif keuangan, termasuk:
- Pelanggaran terhadap transparansi dan pelaporan, tercantum dalam Pasal 11 POJK 1/2025
- Manipulasi pasar dan penyalahgunaan informasi, tertera dalam Pasal Pasal 16 POJK 1/2025
- Pelanggaran terhadap kewajiban penyelenggara infrastruktur derivatif, diatur dalam Pasal 32 ayat (1) POJK 1/2025
- Ketidakpatuhan terhadap standar operasional, tertera dalam Pasal 34 ayat (1) POJK 1/2025
- Kegagalan dalam memenuhi kewajiban pelaporan secara berkala kepada OJK, tercantum dalam Pasal 39 POJK 1/2025
Baca juga: Perbedaan Investasi Properti Residensial dan Komersial
Kewenangan OJK sebagai Pengawas Pelaku dan Penyelenggara Infrastruktur Derivatif Keuangan
OJK sebagai lembaga negara yang berfungsi terhadap penyelenggaraan sistem pengaturan dan pengawasan pada sektor jasa keuangan memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengawasi pelaku penyelenggara infrastruktur derivatif keuangan sebagaimana tercantum dalam Pasal 35 POJK 1/2025 yang berbunyi:
“Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan pengawasan atas pelaku dan penyelenggara infrastruktur derivatif keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.”
Lebih lanjut, kewenangan OJK dalam mengatur dan mengawasi pelaku serta penyelenggara infrastruktur derivatif keuangan adalah sebagai berikut:
- Melakukan pengawasan terhadap pelaku dan penyelenggara infrastruktur derivatif keuangan;
- Meminta informasi dan/atau dokumen dari pelaku dan penyelenggara infrastruktur derivatif keuangan;
- Memberikan izin dan pengawasan terhadap penyelenggara infrastruktur derivatif;
- Memeriksa pelaku dan penyelenggara infrastruktur derivatif keuangan;
- Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku dan penyelenggara infrastruktur derivatif keuangan yang melanggar ketentuan pada peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal; dan
- Melakukan penyelidikan dan penindakan terhadap praktik manipulasi pasar dan insider trading.
Baca juga: Arbitrase Investasi: Alternatif Penyelesaian Sengketa Investor Internasional
Sanksi bagi Pihak yang Tidak Menyampaikan Laporan kepada OJK
Menurut Pasal 37 ayat (1) POJK 1/2025, para pelaku dan penyelenggara infrastruktur derivatif keuangan wajib melakukan laporan transaksi derivatif keuangan kepada OJK sebagaimana tertera dalam pasal tersebut yang berbunyi:
“Pihak yang telah memperoleh izin, persetujuan, dan/atau pendaftaran atas produk derivatif keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini wajib menyampaikan laporan berkala dan laporan insidental kepada Otoritas Jasa Keuangan.”
Penyampaian laporan kepada OJK dilakukan secara elektronik melalui sistem pelaporan OJK. Akan tetapi, jika sistem belum tersedia dapat disampaikan secara langsung kepada OJK melalui surat elektronik (email). Apabila pihak yang telah memperoleh izin, persetujuan, dan/atau pendaftaran atas produk derivatif keuangan dari OJK tidak melakukan pelaporan, maka akan dikenakan sanksi administratif sebagaimana dalam Pasal 39 ayat (1) POJK 1/2025 berbunyi:
“Setiap pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dan Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi administratif.”
Sanksi administratif yang dimaksud dalam paragraf di atas adalah sanksi berupa:
- Peringatan tertulis;
- Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
- Pembatasan kegiatan usaha;
- Pembekuan kegiatan usaha;
- Pencabutan izin usaha; dan/atau
- Pembatalan persetujuan.
Pemberian sanksi administratif ditujukan untuk meningkatkan kepatuhan pelaku pasar terhadap regulasi yang berlaku dan menjaga integritas perdagangan derivatif keuangan. Tak hanya itu, penerapan sanksi juga berfungsi sebagai langkah preventif untuk mengurangi risiko terjadi pelanggaran yang berdampak negatif terhadap pasar dan berpotensi merugikan investor.
Penegakan hukum dalam perdagangan derivatif keuangan sebagaimana diatur dalam POJK 1/2025 menjadi faktor utama dalam memastikan stabilitas pasar sekaligus menjamin keamanan bagi investor. Melalui regulasi yang jelas dan mekanisme penegakan hukum yang efektif, maka diharapkan perdagangan derivatif di Indonesia dapat berjalan secara transparan dan akuntabel.***
Baca juga: Tingkatkan Keuntungan Investasi dengan Mengetahui Nilai Intrinsik Saham
Daftar Hukum:
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 Tahun 2025 tentang Derivatif Keuangan dengan Aset yang Mendasari berupa Efek (“POJK 1/2025”).
Referensi: