UMKM memiliki peluang besar untuk memanfaatkan fasilitas dari pemerintah melalui kegiatan pertambangan. Namun, peluang ini juga membawa tanggung jawab bagi UMKM untuk turut serta mengambil peran dalam berkontribusi terhadap lingkungan dan transisi energi untuk mencapai target EBT nasional.

Energi baru terbarukan (EBT) menjadi topik yang semakin penting dalam beberapa tahun terakhir, terutama dalam menghadapi tantangan iklim dan pengembangan EBT serta kebutuhan akan keberlanjutan. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia, namun kerap terhambat oleh keterbatasan akses energi yang efisien dan berkelanjutan. 

Belum lama ini, pemerintah dan DPR RI telah menyetujui Rancangan Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dan Batubara (“RUU Minerba”) menjadi UU. Pengesahan RUU Minerba menjadi UU disetujui oleh semua fraksi dalam rapat paripurna DPR RI yang digelar pada Selasa (18/2/2025) lalu. Salah satu perubahan penting adalah pemberian izin tambang kepada UMKM melalui mekanisme yang lebih sederhana dan terjangkau.

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan bagi koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (“PP 7/2021”). Kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan bagi Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dilakukan melalui:

  1. Pembinaan; dan
  2. Pemberian fasilitas.

Sementara dalam Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU Minerba”) diatur bahwa:
“Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Batubara diberikan kepada Badan Usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan dengan cara lelang.”

Menurut UU Minerba terbaru, UMKM diberikan prioritas dalam mendapatkan WIUP untuk mineral logam dan batubara. Hal ini bertujuan untuk memberdayakan pelaku usaha lokal dan meningkatkan kontribusi mereka dalam sektor pertambangan. Pasal 51 ayat (2) UU Minerba mengatur bahwa lelang WIUP Batubara dilaksanakan dengan mempertimbangkan:

  1. Luas WIUP Batubara yang akan dilelang;
  2. Kemampuan administratif/manajemen;
  3. Kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan; dan
  4. Kemampuan finansial.

Baca juga: Urgensi Pemisahan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan

Tak dipungkiri bahwa sektor pertambangan memiliki peranan besar dalam perekonomian negara maupun daerah, khususnya pada daerah yang kaya akan sumber daya alam. Hal ini terlihat jelas dari pendapatan asli daerah (PAD) yang signifikan serta pembukaan lapangan kerja bagi masyarakat. Namun, hal ini beriringan dengan dampak lingkungan yang dapat terjadi dan tantangan terhadap penerapan EBT berkelanjutan

Transisi energi dari sumber daya fosil ke pengembangan EBT yang terus didorong pemerintah pun menjadi tantangan besar bagi sektor pertambangan, termasuk bagi UMKM yang kini mengambil peran di dalamnya. Kebijakan terkait transisi energi pun akan mendorong para pelaku industri tambang untuk berbenah dan hal ini menjadi momentum bagi industri tambang untuk melakukan diversifikasi bisnis dan terlibat dalam program hilirisasi. Diversifikasi tersebut dapat berfokus pada mineral tambang yang menunjang pengembangan inovasi teknologi energi baru terbarukan (EBT) seperti ekosistem baterai kendaraan listrik. 

Dalam upaya memadukan aktivitas pertambangan dengan praktik berkelanjutan energi terbarukan, UMKM dapat mengadopsi berbagai pendekatan inovatif yang mengintegrasikan prinsip-prinsip berkelanjutan dalam operasional. UMKM yang bergerak di bidang pertambangan dan berkaitan dengan alam juga harus memenuhi tanggung jawab sosial dan lingkungan, sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 74 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”) bahwa:

  1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
  2. Tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. 

Tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi komitmen perusahaan untuk beroperasi secara etis dan bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan. Program CSR yang efektif dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar, melestarikan lingkungan, dan menciptakan citra positif bagi UMKM. 

Melalui akses yang lebih mudah dan prosedur perizinan yang lebih efisien yang diberikan pemerintah, UMKM dapat berperan lebih aktif dalam sektor pertambangan, menggerakan ekonomi lokal, dan menciptakan lapangan kerja. Peluang ini pun juga membawa tanggung jawab bagi UMKM untuk turut serta dalam transisi energi dan pengembangan EBT. Dengan mengintegrasikan praktik berkelanjutan dan memanfaatkan teknologi energi terbarukan dalam operasi pertambangan mereka, UMKM tidak hanya dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya operasional, tetapi juga berkontribusi pada pelestarian lingkungan dan pengurangan emisi karbon.

Baca juga: Langkah Strategis Indonesia Menuju Bauran Energi Baru Terbarukan dengan PLTA

Daftar Hukum:

Referensi: