Hukum antidumping di Indonesia merupakan salah satu komponen vital dalam sistem perdagangan internasional yang bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dari praktik perdagangan yang tidak adil. Praktik dumping terjadi ketika suatu perusahaan menjual produk di pasar luar negeri dengan harga yang lebih rendah dibandingkan harga produk yang sama di pasar domestik. Untuk menghadapi situasi ini, Indonesia telah memberlakukan berbagai regulasi dalam kerangka hukum yang ketat, salah satunya melalui pengawasan terhadap tindakan antidumping dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan (“PP 34/2011”).
Tindakan antidumping adalah tindakan yang diambil pemerintah berupa pengenaan bea masuk antidumping terhadap barang dumping, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 PP 34/2011. Tujuan dari hukum antidumping adalah untuk menghilangkan dampak merugikan dari dumping dan memastikan persaingan yang sehat di pasar internasional. Untuk itu, diperlukan berbagai prosedur komprehensif untuk melakukan penetapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) yang dimulai dari pengajuan permohonan penyidikan oleh industri domestik yang merasa dirugikan oleh praktik dumping. Permohonan penyidikan tersebut harus disertai dengan bukti-bukti yang menunjukkan adanya praktik dumping.
Komite Antidumping Indonesia yang selanjutnya disebut KADI adalah komite yang melaksanakan penyelidikan dalam rangka tindakan antidumping dan tindakan imbalan. KADI merupakan lembaga nonstruktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepala menteri perdagangan. Dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komite Antidumping Indonesia (“Permendag 14/2024”), dijelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas, KADI menyelenggarakan fungsi:
- Melakukan penyelidikan terhadap kebenaran tuduhan dumping atau subsidi, adanya kerugian yang dialami oleh pemohon, dan hubungan sebab akibat antara dumping atau subsidi dan kerugian yang dialami oleh pemohon;
- Mengumpulkan, meneliti, dan mengolah bukti dan informasi terkait dengan penyelidikan;
- Membuat laporan hasil penyelidikan;
- Merekomendasikan pengenaan bea masuk antidumping dan/atau bea masuk imbalan kepada menteri; dan
- Melaksanakan tugas lain terkait yang diberikan oleh menteri.
Baca juga: Cara Pengajuan Certificate of Origin, SKA Untuk Tarif Preferensi Ekspor
Diatur dalam Pasal 23D ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (“UU Kepabeanan”) bahwa besaran tarif bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk pembalasan ditetapkan oleh menteri. Pemerintah berharap dengan penerapan BMAD dapat mengurangi impor dan memberikan ruang bagi produsen dalam negeri untuk berkembang.
Sementara itu, peran World Trade Organization (WTO) dan peraturan internasional dalam penegakan hukum antidumping juga sangat krusial dalam memastikan bahwa tindakan antidumping dilakukan secara adil dan transparan. WTO merupakan organisasi perdagangan dunia yang menjalankan sistem perdagangan multilateral dan terdiri dari 164 anggota. Indonesia telah menjadi anggota WTO sejak tahun 1995 dan telah meratifikasi perjanjian WTO melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (“UU 7/1994”).
Perjanjian tersebut menekankan pentingnya untuk melakukan penyelidikan secara transparan dan memberikan kesempatan yang adil kepada semua pihak terkait untuk menyampaikan argumen dan bukti, serta memastikan bahwa tindakan antidumping hanya diterapkan sejauh diperlukan untuk mengatasi kerugian yang disebabkan oleh dumping. WTO juga menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa yang memungkinkan negara anggota untuk mengajukan gugatan terhadap tindakan antidumping yang dianggap tidak sesuai dengan peraturan WTO. Mekanisme ini bertujuan untuk memastikan agar semua negara anggota menerapkan tindakan antidumping sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak menyalahgunakan hal tersebut sebagai alat proteksi.
Untuk mengoptimalkan penerapan hukum anti dumping, diperlukan upaya peningkatan kapasitas dan koordinasi antara berbagai instansi pemerintah dan juga pelaku industri untuk dapat memberi dukungan kepada industri dalam negeri dalam menghadapi praktik dumping. Industri domestik juga perlu meningkatkan pemahaman dan kapasitas dalam menghadapi praktik dumping yang dapat berpotensi merugikan usaha yang dijalankan.
Baca juga: Apa Itu Fasilitas Kawasan Berikat dan Bagaimana Cara Mengajukannya?
Daftar Hukum:
- Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan (“PP 34/2011”).
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komite Antidumping Indonesia (“Permendag 14/2024”).
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (“UU Kepabeanan”).
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (“UU 7/1994”).
Referensi:
- World Trade Organization. Free Trade Agreement Center Kementerian Perdagangan. (Diakses pada 12 Desember 2024 pukul 15.18 WIB).
- Menakar Bea Masuk Anti-Dumping, Melindungi Produsen atau Konsumen?. Kompas.com. (Diakses pada 12 Desember pukul 15.25 WIB).