Pihak penyidik baik itu berasal Kepolisian, Kejaksaan, maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) sering kali menggunakan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana) untuk menjerat pelaku yang turut serta atau secara bersama-sama atau berkomplot ikut serta atau bersekongkol dalam melakukan tindak pidana kejahatan.

Adapun Pasal 55 KUHPidana berbunyi;

(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. 

(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya. 

Penerapan Pasal 55 KUHPidana dapat diartikan sebagai seseorang yang ikut membantu melancarkan aksi tindak pidana tersebut, baik sebelum tindak kejahatan itu dilakukan atau setelah kejahatan tersebut dilaksanakan. Aturan pasal ini merupakan penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.

Unsur Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana menyatakan bahwa pelaku tindak pidana kejahatan adalah orang yang melakukan (pleger), menyuruh melakukan (doenplegen), dan turut serta melakukan (medepleger).

Adapun istilah Pleger adalah;

Pelaku adalah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang memenuhi rumusan delik dan dipandang paling bertanggung jawab atas kejahatan atau diartikan sebagai orang yang karena perbuatannya yang melahirkan tindak pidana, tanpa adanya perbuatannya tindak pidana itu tidak akan terwujud.

Doenplegen adalah;

Seseorang yang ingin melakukan tindak pidana tetapi dia tidak melakukannya sendiri, melainkan menggunakan atau menyuruh orang lain dengan catatan yang dipakai atau disuruh tidak bisa menolak atau menentang kehendak orang yang menyuruh melakukan.

Medepleger adalah;

Menurut R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (2013), yang dimaksud dengan Medepleger adalah orang yang secara sengaja atau secara sadar turut serta berbuat atau mengerjakan suatu kejahatan atau perbuatan yang dilarang undang-undang.

Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1/1955/M/Pid. Tanggal 22 Desember 1955 menguraikan tentang pengertian turut serta sebagai berikut; 

Pelaku bertindak sebagai medepleger (turut serta) atas kejahatan yang didakwakan terhadap sebuah perbuatan pidana. Peristiwa ini dapat digambarkan pelaku bersama saksi-saksi lainnya secara bersama-sama dengan sadar ikut melakukan suatu perbuatan tindak pidana sesuai dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Dalam hal ini pelaku yang membantu atau turut serta tidak harus memenuhi unsur pasal-pasal utama yang menjerat pelaku utama.

Pasal 55 KUHPidana secara spesifik tidak mengatur ancaman hukuman pidana penjara terhadap para pelaku. Ancaman hukuman bagi pelaku utama (pleger) ditentukan berdasarkan pasal yang mengatur jenis tindak pidana yang dilakukan. Ancaman hukuman bagi pihak yang membantu atau turut serta dalam suatu tindak pidana ditentukan oleh pasal yang mengatur jenis tindak pidana yang dilakukan pelaku utama. Karena bersifat surut serta atau membantu, Majelis Hakim yang menyidangkan perkara atas pertimbangannya akan menentukan vonis hukuman pidana penjara sesuai dengan peran masing-masing pelaku.

Perbedaan Turut serta melakukan dan Pembantuan

Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjelaskan apa yang dimaksud dengan “orang yang turut melakukan (medepleger)”. Turut melakukan dapat diartikan “bersama-sama melakukan” yang sedikitnya dilakukan oleh dua orang atau lebih. Dalam peristiwa pidana, orang yang melakukan disebut pleger dan orang yang turut serta melakukan disebut medepleger

Namun bagi orang yang hanya membantu persiapan atau perbuatan bersifat hanya menolong, maka orang tersebut tidak masuk medepleger akan tetapi dihukum sebagai membantu melakukan (medeplichtige). 

Wirjono Prodjodikoro, dalam bukunya yang berjudul “Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia” (hal. 123) mengemukakan dua syarat bagi adanya turut serta melakukan tindak pidana, yaitu kerja sama yang disadari antara para pelaku yang merupakan suatu kehendak bersama serta bersama-sama melaksanakan kehendak itu. 

Wirjono dalam bukunya juga mengemukakan perbedaan turut serta dan pembantuan atau membantu melakukan. Berdasarkan teori subjektivitas, ada dua  ukuran yang dipergunakan yaitu sebagai berikut. 

  1. Wujud kesengajaan pelaku;

a.  Soal kehendak si pelaku untuk benar-benar turut melakukan tindak pidana atau hanya untuk memberikan bantuan; atau

b. Soal kehendak si pelaku untuk benar-benar mencapai akibat yang merupakan unsur dari tindak pidana atau hanya turut berbuat atau membantu apabila pelaku utama menghendakinya.

2. Kepentingan dan tujuan pelaku;

Apabila si pelaku ada kepentingan sendiri atau tujuan sendiri, atau hanya membantu untuk memenuhi kepentingan atau untuk mencapai tujuan dari pelaku utama. 

Jadi berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan perbedaan turut serta dan pembantuan. Dalam “turut serta melakukan” ada kerja sama yang disadari antara para pelaku dan bersama-sama melaksanakan kehendak tersebut untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan dalam “membantu melakukan” atau “pembantuan”, kehendak dari orang yang membantu melakukan hanyalah untuk membantu pelaku utama mencapai tujuannya, tanpa memiliki tujuan sendiri.

Lebih jelasnya lagi Pasal 55 KUHpidana sebenarnya mengartikan ada dua hal yang harus dipahami dalam pembuktiannya, yaitu;

  1. Sengaja melakukan kejahatan;
  2. Sengaja bekerjasama

Pemahaman tentang 2 hal tersebut diatas akan kita bahas lebih lanjut sehingga dapat memahami agar terpenuhinya unsur-unsur dalam Pasal 55 KUHPidana:

  1. Sengaja melakukan Kejahatan;

Banyak pakar hukum pidana mendefinisikan kesengajaan (opzet) dalam suatu tindak pidana. Undang-undang tidak menerangkan mengenai arti atau definisi tentang sengaja. Namun dalam ketentuan KUHPidana lama, pelaku dapat dipidana karena adanya kesengajaan dalam melakukan tindak pidana secara sadar. Ada beberapa jenis kesengajaan;

a.  Kesengajaan yang bersifat tujuan;

Kesengajaan yang bersifat tujuan dapat diartikan bahwa pelaku kejahatan benar-benar menghendaki mencapai akibat yang menjadi pokok alasan diadakannya ancaman pidana.

b. Kesengajaan secara keinsyafan kepastian;

Kesengajaan semacam ini ada apabila pelaku dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delik. Akan tetapi pelaku tahu bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu.

c. Kesengajaan keinsyafan kemungkinan

Kesengajaan keinsyafan kemungkinan ini dianggap terjadi apabila dalam gagasan si pelaku hanya ada bayangan kemungkinan, bahwa akan terjadi akibat yang bersangkutan tanpa dituju. Maka harus ditinjau seandainya ada bayangan kepastian, tidak hanya memungkinkan, maka apakah perbuatan itu tetap akan dilakukan si pelaku.

2. Sengaja bekerjasama;

Dalam hal ini perbuatan tindak pIdana yang dilakukan harus memenuhi kesengajaan yang dapat diartikan dengan sadar untuk melakukannya. Apabila kita menelaah lebih jauh kesengajaan dalam bekerja sama harus memenuhi syarat, yaitu;

a. Adanya hubungan batin dengan tindak pidana yang hendak diwujudkan, artinya sengaja dalam berbuat diarahkan pada terwujudnya tindak pidana tersebut;

b. Adanya hubungan batin antara dirinya dengan peserta yang lainnya dan bahkan dengan apa yang diperbuat oleh peserta lainnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pasal 55 KUHPidana dapat terwujud apabila adanya otak pelaku kejahatan atau otak pelaku tindak pidana. Pelaku tindak pidana dilakukan lebih dari satu  orang. Dalam mewujudkan terlaksananya tindak pidana, para pelaku mempunyai kesengajaan yang didukung oleh hubungan batin untuk melakukan tindak pidana mulai dari persiapan hingga perbuatan kejahatan itu selesai dilaksanakan. []

Author / Contributor:

IkraIkra Rhama, S.H, M.H., C.L.A

Senior Associate

Contact:

Mail       : @siplawfirm.id

Phone    : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975