Indonesia memiliki berbagai potensi sumber energi baru terbarukan (renewable energy) yang sangat besar, meliputi berbagai sumber daya terdiri dari tenaga surya, angin, air, panas bumi, dan biomassa. Hal tersebut didukung dengan data dari Siaran Pers dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (Kementerian ESDM RI) pada tahun 2023, bahwa potensi energi terbarukan Indonesia diperkirakan dapat mencapai 3.682 gigawatt (GW). 

Namun demikian, meskipun memiliki potensi energi terbarukan (renewable energy) yang melimpah, pemanfaatan energi terbarukan (renewable energy) di Indonesia masih cukup terbatas. Merujuk pada data Kementerian ESDM RI tahun 2024 yang dilansir dari Renewable Energy Indonesia, bahwa kapasitas infrastruktur khusus untuk Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) di sektor energi terbarukan (renewable energy) pada tahun 2023 masih mencapai 13.155 megawatt (MW). Sehingga, masih terdapat peluang untuk memaksimalkan potensi energi terbarukan (renewable energy) yang ada dengan mengoptimalisasikan pembangunan infrastruktur untuk mencapai transisi energi di Indonesia.

Selanjutnya dikutip dari Kompas.com, Kementerian ESDM RI menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia di tahun 2025 memiliki target untuk mencapai 15–17% (lima belas hingga tujuh belas persen) bauran energi terbarukan (renewable energy). Hal ini dikarenakan saat ini Pemerintah Indonesia sedang berfokus pada kebijakan transisi energi yang menjadi strategi untuk mencapai target energi nasional Net Zero Emission pada tahun 2060. Adapun langkah konkret yang tengah didorong oleh Pemerintah Indonesia adalah dengan meningkatkan pembangunan dan investasi pada infrastruktur berbasis energi terbarukan (renewable energy), seperti Pembangkit Listrik Tenaga (PLT).

Akan tetapi, upaya mencapai tujuan tersebut bukanlah hal yang mudah. Karena salah satu faktor yang menghambat pembangunan infrastruktur di sektor energi baru terbarukan (renewable energy) di antaranya terkait keterbatasan pembiayaan dan modal investasi. Proyek-proyek energi terbarukan (renewable energy) pada umumnya memang memerlukan modal awal yang besar dan waktu pengembalian investasi (break even point) yang relatif panjang. 

Oleh karenanya, diperlukan kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta yang dapat dilakukan seperti melalui skema Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) guna mendorong percepatan transisi energi di Indonesia.

Skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) di Indonesia

Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha adalah kerja sama dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak.

Adanya Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) tersebut, sejatinya bertujuan untuk menciptakan beberapa hal, di antaranya: 

  1. Mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan Infrastruktur melalui pengerahan dana swasta;
  2. Mewujudkan Penyediaan Infrastruktur yang berkualitas, efektif, efisien, tepat sasaran, dan tepat waktu;
  3. Menciptakan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur berdasarkan prinsip usaha secara sehat;
  4. Mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima, atau dalam hal tertentu mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna; dan/atau
  5. Memberikan kepastian pengembalian investasi Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur melalui mekanisme pembayaran secara berkala oleh pemerintah kepada Badan Usaha.

Sehingga, tentu skema Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) merupakan suatu kolaborasi untuk memberikan stimulasi dalam rangka menciptakan iklim investasi untuk penyediaan infrastruktur yang berkualitas, efektif, efisien, tepat sasaran, dan tepat waktu berdasarkan prinsip usaha secara sehat.

Dalam pelaksanaan skema Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU), jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan hanya meliputi infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial yang meliputi:

    1. infrastruktur transportasi;
    2. infrastruktur jalan;
    3. infrastruktur sumber daya air dan irigasi;
    4. infrastruktur air minum;
    5. infrastruktur sistem pengelolaan air limbah terpusat;
    6. infrastruktur sistem pengelolaan air limbah setempat;
    7. infrastruktur sistem pengelolaan persampahan;
    8. infrastruktur telekomunikasi dan informatika;
    9. infrastruktur ketenagalistrikan;
    10. infrastruktur minyak dan gas bumi dan energi terbarukan
    11. infrastruktur konservasi energi;
    12. infrastruktur fasilitas perkotaan;
    13. infrastruktur fasilitas pendidikan;
    14. infrastruktur fasilitas sarana dan prasarana olahraga, serta kesenian;
    15. infrastruktur kawasan;
    16. infrastruktur pariwisata;
    17. infrastruktur kesehatan;
    18. infrastruktur lembaga pemasyarakatan; dan
    19. infrastruktur perumahan rakyat.

Merujuk pada jenis infrastruktur di atas, maka untuk infrastruktur di sektor energi terbarukan (renewable energy) termasuk dalam jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan menggunakan skema Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU). Oleh karenanya, hal tersebut dapat menjadi peluang baik bagi Pemerintah Indonesia guna mendorong percepatan penyediaan infrastruktur energi terbarukan (renewable energy) untuk mencapai target transisi energi nasional Net Zero Emission di tahun 2060. 

Namun, tentu dukungan aktif dari pemerintah dalam kolaborasi dengan sektor swasta sangatlah dibutuhkan untuk dapat memaksimalkan skema Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) dalam pembangunan infrastruktur energi terbarukan (renewable energy) di Indonesia. 

Dukungan Pemerintah dalam Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU)   

Bahwa dalam pelaksanaan skema Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia, Pemerintah Indonesia dapat memberikan pendanaan/pembiayaan yang bersumber dari:

  1. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN);
  2. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD); dan 
  3. Sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Berdasarkan Informasi APBN 2025 yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI), Pemerintah Indonesia saat ini memiliki strategi jangka pendek yang salah satunya difokuskan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi melalui hilirisasi, akselerasi investasi berorientasi ekspor serta transportasi ekonomi hijau melalui percepatan transisi energi dan penguatan energi baru dan terbarukan.   

Untuk saat ini, Pemerintah Indonesia telah mencanangkan Pembiayaan Anggaran melalui APBN dengan nilai sebesar 616,2 triliun rupiah, yang mana salah satu kebijakan pembiayaannya diperuntukkan untuk transformasi di sektor energi dan mendorong skema Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) yang berkelanjutan sekaligus masif. Tentu hal ini menjadi salah satu langkah positif yang diambil oleh Pemerintah Indonesia, guna meningkatkan pembangunan infrastruktur di sektor energi terbarukan (renewable energy) di Indonesia.

Adapun Pembiayaan Anggaran dalam rangka mendukung penyediaan Infrastruktur melalui skema Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) tersebut, dapat dimanfaatkan untuk memberikan Dukungan Pemerintah yang meliputi:

1. Fasilitas Pra Pengembangan Proyek (Fasilitas Pra PDF)

Pemberian Fasilitas Pra PDF untuk mengidentifikasi awal skema pembiayaan yang optimal dalam rangka penyediaan infrastruktur melalui skema Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU). Adapun Fasilitas Pra Pdf terdiri dari beberapa kegiatan, di antaranya adalah: 

(a) melakukan pendampingan dalam perumusan kebutuhan penyediaan infrastruktur; 
(b) identifikasi awal pemangku kepemtingan, risiko, struktur penyediaan infrastruktur, dan struktur pembiayaan,
(c) pemberian pembelajaran untuk penyediaan infrastruktur.

2. Fasilitas Pengembangan Proyek (Fasilitas PDF)

Fasilitas PDF diberikan sebagai salah satu bentuk kebijakan fiskal yang disiapkan, disediakan, dan dilaksanakan untuk penyediaan infrastruktur guna membantu Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama (PJPK) dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan penyiapan, pelaksanaan transaksi, dan manajemen Penyediaan Infrastruktur melalui skema Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU).

3. Penjaminan Infrastruktur

Dalam rangka mitigasi risiko keuangan negara sesuai dengan mekanisme pengendalian dan pengelolaan risiko keuangan negara, maka diperlukan penjaminan infrastruktur yang terdiri dari 2 (dua) cara, yakni: 

(a) Penjaminan Bersama terhadap infrastruktur yang berbeda dalam satu proyek; atau
(b) Penjaminan Badan Usaha Penjamin Infrastruktur Indonesia (“BUPI”) untuk mencakup seluruh atau Sebagian dari beberapa risiko infrastruktur dalam satu proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU). 

4. Dukungan Kelayakan

Dukungan Kelayakan merupakan kebijakan fiskal Pemerintah Indonesia dalam rangka mendukung upaya penyediaan infrastruktur melalui skema Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan aspek bankability dan aspek commercial viability proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) guna mewujudkan layanan publik yang terjangkau melalui penyediaan infrastruktur.

5. Availability Payment

Availability Payment merupakan instrumen pembayaran oleh menteri atau kepala lembaga (government pay) atas tersedianya layanan sesuai dengan tingkat pencapaian layanan dan kualitas yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU). Availability Payment juga dapat digunakan untuk pembembalian investasi, yang dapat digabungkan dengan pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif dan/atau bentuk lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian, sebagai upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan transisi menuju energi bersih, skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) telah menjadi instrumen penting dalam penyediaan infrastruktur energi terbarukan di Indonesia. Melalui skema ini, Pemerintah Indonesia tidak hanya mendorong partisipasi aktif sektor swasta, tetapi juga memberikan berbagai bentuk dukungan strategis secara fiskal maupun teknikal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Adanya keberhasilan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) sebagai model pembiayaan dan kerjasama alternatif, akan sangat bergantung pada komitmen lintas sektor, konsistensi kebijakan, kepastian hukum dan peningkatan kapasitas kelembagaan, baik di tingkat pusat maupun daerah. 

Oleh karena itu, perlu adanya sinergi dan komitmen bersama yang kuat antara pemerintah, badan usaha, serta masyarakat dalam merancang dan mengimplementasikan proyek yang tidak hanya layak secara finansial, tetapi juga berdampak luas terhadap peningkatan akses energi bersih dan tercapainya target nasional untuk menciptakan transisi energi terbarukan. 

Dasar Hukum:

Referensi:

 

Author / Contributor:

Abizar Yusro, S.H., CMLC.Mochammad Abizar Yusro, S.H., CMLC.
AssociateContact:Mail       : @siplawfirm.idPhone    : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975

;